Bel pulang berdentang. Guru Fisika mengingatkan soal ulangan esok lusa, do'a bersama, lalu pulang. Kelas 11-IPA-3 pun bergegas menyelesaikan catatan, memasukkan peralatan sekolah ke dalam tas, dan berpencar. Ada yang masih sibuk organisasi, ada yang langsung pulang, dan ada juga yang seperti Aatreya–bekerja.
Tapi, sore ini ada hal yang berbeda dari agenda Aatreya.
"Trey."
Aatreya yang hendak keluar kelas, berhenti melangkah. Lana memanggilnya. Cewek itu mendongak dari buku tulis–masih mencatat, rupanya.
"Kenapa?" Aatreya bertanya.
"Sore ini nggak belajar Fisika bareng?"
"Gue ada urusan," jawab Aatreya. Bila di tempat ramai, Aatreya terbiasa mengganti aku-kamu menjadi gue-lo di hadapan Lana.
"Yah, Trey. Urusannya penting banget?" Lana mencebikkan bibirnya. "Lo kan tau nyokap gue gimana kalo gue nggak dapet peringkat."
Aatreya diam. Ucapan Lana rupanya disimak baik-baik oleh teman sebangku dan dua teman cewek lain yang ada di bangku belakangnya.
"Eh, ada apaan, nih?" tanya teman sebangku Lana, Kintan. Cewek dengan mulut paling lemes di kelas ini. "Gue kayak nyium-nyium wangi pertengkaran suami istri di sini."
Kintan nyari dukungan ke bangku belakang. Tentu saja Sari dan Vita menyahut.
"Dari semester kemarin kayaknya udah lengket, ya?" tanya Sari.
Vita menambahkan. "Treya-Lana, loh. Kombinasi dua orang pinter. Nggak heran gue."
"Apaan sih, nggak ada apa-apa juga," ucap Lana, diam-diam mengambil pandang ke arah Sano. Melihat Sano tampak fokus pada catatannya, Lana menghela napas lega. Lana pun menatap ketiga temannya lagi. "Lo kan tau, nyokap nggak bolehin gue pacaran."
Mereka sontak tertawa.
"Becanda, Na. Santai aja kali!"
"Iya. Lagian kalo modelannya Treya yang kalem gini, emak lo juga tenang, kali!"
"Udah pinter, baik, kalem, lagi! Thanks loh, Trey, udah mau bantuin anak-anak kalo ada soal yang susah."
Aatreya cuma tersenyum. Dia mengalihkan pembicaraan, "Ya udah, gue pulang dulu."
"Eh, tunggu!" Lana melotot.
Namun, Aatreya sudah melenggang pergi, bergabung dengan kerumunan siswa di koridor. Lana mengejar Aatreya, menahan pergelangan tangannya.
"Tunggu, Trey!"
"Aku ada urusan," ucap Aatreya, mengganti gue-lo menjadi aku-kamu lagi.
Kadang, Aatreya lelah. Sampai kapan ia harus bersikap hati-hati di depan orang lain? Kenapa ia tidak bisa mengatakan bahwa Lana adalah orang yang ia sukai?
KAMU SEDANG MEMBACA
Fuchsia
Teen FictionFuchsia cinta akting, tidak cinta yang lain, sampai Fuchsia mengenal Aatreya, anak IPA pendiam yang diam-diam jago nyanyi. Fuchsia yakin Aatreya akan menjadi lawan main yang baik! Terutama, Aatreya adalah tiket utamanya menyabet Piala Citra yang s...