04. Grimoire dan Berlatih

1.5K 220 6
                                    

Memasuki sebuah banguan tinggi, berisi buku-buku yang melapisi setiap sisi tembok. Rakyat Kerajaan Clover biasa menyebutnya menara Grimoire.

Aku datang untuk mendapatkan buku sihir itu, mengingat hampir semua penduduk kerajaan ini memilikinya. mungkin dengan mempunyai Grimoire dan merubah penampilanku, aku dapat kesana kemari dengan mudah dikerajaan ini. Setelah membuat masalah yang menimbulkan banyak kecurigaan terhadapku tadi.

"Kau sedang apa anak muda??" tiba-tiba muncul pria tua—kakek dari balik meja kayu besar. Kupikir dia yang menjaga menara ini. "Boleh ku ambil Grimoire ku sekarang??"

"Tentu. Tapi kenapa tidak datang beberapa hari yang lalu, saat diadakannya upacara penerimaan Grimoire??" kini ia menatapku yang terdiam memikirkan alasan yang tepat.

"Waktu itu aku sakit, jadi tidak bisa datang. Dan baru kemarin aku bisa turun dari ranjang, karena itu aku datang sekarang." Semoga saja dia tak curiga.

"Ah begitu, sekarang terimalah Grimoire-mu!!" Begitu dia mengatakannya, satu dari sekian banyaknya buku terbang ke arahku. Setelah tepat dihadapan, ku mengambilnya dan menlihat sekilas.

"Berdaun empat ya." Gumanku menyimpan Grimoire itu pada tas yang melingkar dipinggul.

"Grimoire berdaun tiga melambangkan 'Takdir, Harapan, dan Cinta'. Grimoire berdaun empat melambangkan 'Keberuntungan'. Dan Grimoire berdaun lima melambangkan iblis." Pria tua itu menjelaskan tanpa kuminta, "dan kau mendapat Grimoire berdaun empat. Kuharap kau menggunakannya sebaik mungkin."

"Baiklah, terimakasih telah membantu." Aku berbalik, berjalan menuju pintu keluar.

"Kau mendapat Grimoire berdaun empat, tapi kenapa aku tidak dapat merasakan mana-mu?" langkahku terhenti mendengarnya. "Aku menyembunyikannya. Kenapa?"

"Tidak papa, aku hanya sedikit penasaran tentang itu. Kau boleh kemari kapan saja semau mu." Ia tersenyum ramah, "kau bisa merasakannya lain kali." ucapku dengan membuka pintu menara itu, dan keluar.

Mengeluarkan sapu itu dan terbang menuju hutan terdekat.

*****

Mencari tempat singgah dihutan cukup melelahkan, walaupun sekarang aku sudah menemukannya. Berdiri diatas sebuah batu yang dikelilingi pohon, dengan sedikit jarak diantaranya. Beruntungnya cukup dekat juga dengan sebuah sungai.

Melepas jubah hitamku, memperlihatkan tubuh yang terbalut baju lengan pendek berwarna hitam dan celana panjang senada dimasukan keboots, sepatu boots yang menutupi kaki hingga lutut, sarung tangan abu-abu mencapai siku, serta tas Grimoire berwarna coklat tua melingkar dipinggul.

Menghirup udara malam yang menenangkan, memikirkan bagaimana cara berlatih sihir agar lebih kuat.

Melipat jubah itu guna untuk bantalan penyangga kepala saat tidur, menidurkan diri diatas batu, berniat untuk tidur. Mencari posisi senyaman mungkin, dan memandang langit gelap yang disinari sang rembulan.

Menutup mata dan tenggelam dalam mimpi. Menantikan hari esok, untuk berlatih.

*****

Pagi pun datang. Masih dengan duduk diatas batu, aku membuka Grimoire itu. "Sihir air ya??" gumanku membaca tulisan didalamnya.

Turun dari batu itu—masih tanpa memakai jubah. Lalu mengikat rambut hitam sebahuku menjadi satu lumayan tinggi. Mengeluarkan tongkat sihir yang kubeli kemarin bersama dengan tas Grimoire coklat itu.

Mengarahkan tongkat itu kearah salah satu pohon didepanku dan, "Sihir Air : Blue Spear." Muncul segumpul air yang membentuk tombak panjang diatasku, dan meluncur membelah pohon itu menjadi dua bagian.

'boleh juga.'

Kini aku mencoba, tanpa menggunakan tongkat sihir, "Sihir Air : Hunter Arrow." Aku mengarahkan serangan itu pada sebuah burung, dapat kulihat bahwa panah air yang kulepaskan mengikuti kemana pun burung itu pergi, walaupun akhirnya burung itu mati terkena sihirku.

Aku mengambil jubah hitamku dan menghilangkannya menggunakan sihir kegelapan, karena aku berniat untuk memecahkan batu besar itu. Mengepalkan tangan kananku dan menempelkannya disisi batu, menariknya berniat meninju, "Sihir Air : Lapisan Pelindung." Terbentuknya sihir air mengelilingi sekitar kepalan tanganku, yang membantu memecahkan batu besar itu berkeping-keping.

Aku terus melatih tiga sihir itu, sampai aku benar-benar menguasainya. Ah—mungkin kalian juga penasaran kenapa aku menolak perekrutan Ksatria Sihir kemarin.

Sebenarnya aku hanya memang mencari sebuah informasi tentang para Komandan Sihir, kenapa? Diri ini hanya penasaran dengan mereka, yang katanya sangat kuat dan pandai menggunakan sihir, tapi menurutku mereka masih sangat lemah. Bahkan mana mereka hanya satu perempat dari mana yang kumiliki.

Datang ke Kerajaan Clover ini aku hanya ingin mendapatkan Grimoire mereka dan melatih sihir, seperti saat ini.

Aku berlatih sampai mendengar suara perutku yang berteriak meminta diisi, tetap pada tengah hari.

Memutuskan untuk menyudahi acara berlatih ini, dan pergi menuju ibu kota mencari makan. Sebelum pergi aku mengubah warna bajuku yang semula hitam menjadi abu-abu tua.

*****

Disini aku sekarang, menunggu makanan yang kupesan disebuah restoran. Melihat keadaan sekitar yang memperlihatkan banyak pria tau yang mabuk, dan beberapa anak muda yang berbincang santai.

"Ini pesananmu nona." Pelayan itu tersenyum sambil meletakkan piring yang berisi daging panggang yang ku pesan. Aku hanya mengangguk meng-iyakan. Memakannya perlahan menikmati betapa enaknya masakan yang dihidangkan.

"Kau tau? Orang yang merendahkan para Komandan Sihir itu?"

"Iya, kenapa dengan dia?"

Aku melirik empat orang itu, memperlambat kunyahan dimulutku untuk mendengarkan lebih jelas yang mereka bicarakan.

"Katanya dia belum ditemukan sampai saat ini." Kata pemuda berambut hitam itu pada teman-temannya.

"Benarkah? Astaga." Pemuda bersurai pirang itu menutup mulutnya.

"Kenapa kerajaan belum dapat menemukan orang itu? Apa dia sangat kuat?" tanya pemuda bersurai keriting setelah minum.

"Tidak ada yang tau dia kuat atau tidak, tapi kata para komandan, mereka tidak dapat merasakan mana orang itu. Bahkan mereka tidak tau dia itu perempuan atau laki-laki, tapi kata Rima, lawannya itu seorang perempuan. Tapi ada pula yang mengatakan jika dia itu laki-laki karena memiliki suara yang dalam." Pemuda bersurai coklat gelap itu mengakhiri pembicaraan mereka, dan mengalikan pembicaraan ke hal lain.

Aku tertawa dalam hati, bisa-bisanya mereka membicarakan tentang diriku didepan aku sendiri. Tapi aku senang karena tidak ada yang mengenaliku disini. Menghabiskan sisa makananku dengan cepat, menaruh beberapa uang dimeja dan pergi keluar.

Kembali ke tengah hutan tadi, berniat melanjutkan acara berlatihku yang sempat tertunda. Ingin mencoba dan mempelajari serta menciptakan sihir baru untuk kedepannya. Mengingat masih banyak musuh yang berkeliaran diluar sana.


.

.

.

.

.

.




Special | Black CloverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang