Memasuki gunung itu, dengan waspada. Mengintip kedalam, aku tersenak. Banyak sekali bocah-bocah kecil disana yang terkena sihir. "Apa yang mereka pikirkan?" gumanku bingung.
"Oh, bocah itu?? Adik dari Gauche-kan?" aku menatap anak dibawah umur itu menelisik, "Dia bebas ya?" aku tersenyum samar.
Menajamkan pendengaranku, "Sepertinya kau sudah mematahkan mantraku. Kenapa?" Lelaki bersurai putih itu mendekati Marie. "Kau anak nakal. Kau harus menjadi anak baik dan tetap dibawah mantraku. Jika tidak, kita tidak akan pernah bisa berteman." Dia hanya ingin memiliki teman? "Itu tidak benar! Kau menggunakan sihir unutk membuat orang lain mematuhimu! Teman tidak seperti itu!" Adik dari Gauche itu menaikkan suaranya.
Bocah yang kecil menyadarkan yang lebih tua, huh? Aku menghela pelan. "Kenapa... Kenapa kau mengatakan hal yang kasar? Teman tidak akan mengatakan hal semacam itu!" dia menampar pipi Marie. 'kau membuat kesalahan yang fatal nak.' Batinku melihat adegan yang tak biasa itu.
"Neige. Jangan lukai barangnya. Astaga! Kau tidak mau mendengarkan!" muncul pria berkacamata dibelakangnnya. "Maaf, Baro." Pria bernama Baro itu menarik rambut bocah dihadapannya.
Pria bersurai hitam itu menatap Marie dengan tertawa. "Kali ini, gadis ini adalah hadiah utama. Dia punya banyak kekuatan sihir meski dia hanya anak-anak." Baro menatap para anak kecil yang ditangkap, "Aku bisa kaya jika yang lain seperti dia. Huh? Kekuatan sihir anak ini tidak cukup. Neige, bukankah sudah kubilang bawa anak-anak dengan kekuatan sihir?" "Maaf, Baro"
Aku mendecak kecil, "Hanya sebuah alat ternyata." Aku kembali mengintip. Pria berbadan besar itu melemparkan bocah berambut merah dengan santainnya, "Sampah sepertinya harus dibuang!" menggeram kesal, dasar tidak berperikemanusiaan.
"Jangan membuang waktu dan usahaku!" dia mendekati sebuah tabung yang ukurannya lebih besar dari tubuhnya, "Baiklah. Saatnya mengeluarkan sihir mereka." Setelah berkata demikian, muncul kilatan petir disekeliling tabung itu.
"Ahhhh! Ahhh!" Aku terdiam mendengar jeritan anak kecil kesakitan itu. "Apa yang mereka lakukan sebenarnya?! Padahal aku hanya berpikir sebentar, berapa bocah yang sudah dia gunakan?"
"Tidak! Tolong jangan lakukan ini! Lepaskan aku! Tidak!" dia Marie. Menutupi seluruh tubuhku dengan kabut kegelapan, menutupi jejak dan keberadaan sihir milikku. Setelah sempurna aku melancarkan aksi yang sudah kurencanakan.
Mengendap-endap untuk membebaskan anak-anak ini. Namun semuannya berubah setelah, "Marie!!" dia datang. "Onii-chan!!" dengan terpaksa aku menapakkan wujudku yang berdiri dibelakang anak-anak ini.
"Bagus. Kau baik-baik saja." Diatas sapu iu dia terdiam menatap adiknnya, "Apa yang kau lakukan kepada Marie?!" sepertinya dia melihat bekas luka itu. Gauche mengeluarkan sihirnya untuk menyerang bocah berambut putih itu. "Baro, itu musuh! Itu jubah Ksatria Sihir!" dia terjatuh. "Dia membawa temannya!" Tatapannya beralih padaku.
"Sejak kapan kaudisana hah?!" Pria berkaca mata itu menatapku terkejut, "Sejak aku melihat anak-anak ini masuk kemari." Aku menjawab dengan tenang. "Neige, lakukan sesuatu! Kau juga bisa menggunakan sihir bukan?" "Baiklah." Kenapa dia mau disuruh?
"Sihir Salju : Tangkisan Salju!" sihir salju itu keluar dan bergerak mengikuti pergerakan kami berdua—Aku dan Gauche. "Sihir Cermin : Cermin Pengalih!" pria yang terbang dengan sapunya itu menghilang dan muncul didekat cermin yang ia munculkan. Aku menghindari sihir salju itu dengan kecepatan kegelapanku.
"Sihir macam apa yang mereka pakai?" mereka menatap kami terkejut, "Aku bahkan tidak bisa mengenai mereka." "Marie!!" sempat-sempatnya ia berteriak.
"Bodoh! Gunakan sihir lainnya!" pria bersurai hitam itu mundur perlahan, "Sihir Penciptaan Salju : Teman-teman Salju!" daerah didepan bocah sihir itu berubah menjadi bersalju, muncul manusia salju yang menyerang kami. "Ayo, teman-temanku!"
"Hati-hatilah Gauche!" aku memperingati dia yang terdiam menatap setumpuk salju itu, dengan cepat pria yang memiliki sihir cermin ini menggunakan sihirnya untuk memindahkan tempatnya. Fokusku kini teralih pada manusia salju dihadapanku.
Mengeluarkan kuda-kuda siap untuk menyerang, aku melesat menerjang segumpul salju ini. Itu hancur. Bersamaan dengan Gauche yang mengeluarkan sihir untuk menyerang lawannya.
"Tidak apa-apa. Hanya satu atau dua yang tumbang. Neige bisa menciptakan mereka tanpa batas!" manusia salju itu terus muncul. Aku terpojok, begitu pula dengan Gauche yang dikelilingi. "Kau jauh di luar levelmu! Sihir Cermin : Pantulan Refrei!" cermin-cermin itu muncul tak terhitung, tak lama kemudia muncul sihir saling memantul.
Dengan sigap aku melindungi anak-anak serta diriku dengan sihir kegelapanku. "Kenapa kau menggunakan sihir besar dalam ruang kecil?!" pekikku tertahan.
"Bunuh mereka semua!" dari tempatku berdiri, aku bisa melihat dengan jelas jika manusia salju itu hancur tak berbentuk, semuanya. "Apa?!" bahkan para penjahat itu terkejut melihat sihir ini.
'tidak bisa dibiarkan jika dia marah' batinku melihat Gauche yang terbang dengan santai diatas kekacauan ini. "Teman-temanku! Dia terlalu kuat dan menakutkan!"
Dapat kulihat pupil pria bertubuh besar itu bergetar ketakutan, memikirkan hal yang perlu ia lakukan. Dia melirik Marie. "Sial."
"Cobalah bergerak jika kalian berani. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada gadis ini!" aku menatap penjahat itu tajam. "Brengsek!" geram Gauche.
"Kenapa dengan ekspresi kalian? Bagaimana jika aku terlalu memaksa saat aku marah?" dia membekap Marie dalam pelukannya. "Neige, hajar mereka!"
"Terlambat!" gumanku, bersamaan dengan teriakan Asta. Dengan cepat aku melesat kearah Baro. "Akan ku ambil bocah ini." Aku menonjok muka pria bersurai hitam itu, dia mengendurkan pegangannya pada Marie.
Tak ku sia-siakan kesempatan itu, aku merebut Marie darinya. Mengendong bocah kecil ini hati-hati, aku tidak mau berakhir sama dengan para manusia salju yang dilenyapkan oleh kakaknya.
Aku segera kembali, dan menurunkan anak ini. Aku mengusap kepalanya pelan. "Terimakasih!" dia berlari mendekti Asta dan kakaknya. Gauche membatu, Marie berlari memeluk orang dibelakangnya, "Asta, Terimakasih!"
"Marie, kau baik-baik saja?" aku hampir tertawa melihat tingkah mereka, namun aku mengurungkan niatku untuk tertawa mengingat keadaan saat ini.
Sringggg....
Sihir itu keluar dari cermin, hampir mengenai Asta jika dia tidak mengelak. "Asta!"
"Dasar anak nakal! Kenapa kau melempar sesuatu yang begitu berbahaya? Bagaimana jika itu meninmpa Marie?" dia menarik kerah Asta. "Tidak mungkin, aku melakukannya untuk membukakan jalan supaya Yui bisa membawa Marie lebih mudah. Omong-omong bagaimana jika kau mengenai Marie?"
"Bedebah, mustahil aku mengenainnya. Cintaku untuk Marie sangat besar!" dia menggunakan sihir cerminya untuk mengurungku dan Asta, "Kenapa aku juga ikut?" aku menatanya tajam. "Karena kau sudah menyentuh, bahkan mengendong tubuh Marie!" dia menaikkan suaranya.
"Onii-chan, jangan!" Mari berdiri didepanku dan Asta, "Marie, minggir!" "Tidak!"
Aku terdiam menatap perdebatan antara adik dan kakak dihadapanku ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Special | Black Clover
FanficTersandung dan jatuh disebuah masalah, yang membuatku belajar akan banyak hal. Rasa memiliki rekan, teman, sahabat, dan keluarga. Mengharuskan ku membuka rahasia yang sudah kusembunyikan rapat-rapat. Menguak beberapa kisah kelam dan kenangan yang me...