Jennie mencoba menggerakan tangan dan kakinya yang terasa mati rasa ditambah mulutnya yang semakin terasa sakit. Jennie melihat Lisa yang berjalan mendekatinya dan duduk disampingnya melepaskan ikatan pada tangannya tapi tak lama Lisa meraih lagi tangannya dan mengikatnya lagi dengan kepala ranjang membuat tangannya terangkat, dengan tangannya yang bebas Jennie mencoba menahan Lisa tapi dengan kondisi tangannya yang terasa lemas Lisa tak merasa terganggu sama sekali.
"Diam atau mau aku ikat keduanya?"
"Lepaskan aku Lisa."
"Siapa yang memberimu ijin melepaskan penutup mulutmu."
"Biarkan aku bebas dulu Lisa, ini sangat sakit."
Jennie terus menepis tangan Lisa yang akan memasang lagi penutup mulutnya. Lisa akhirnya membiarkan Jennie terbebas melihat tangan dan mulutnya yang memerah. Tangan Jennie dengan perlahan dan diam-diam mencoba melepas ikatan tangannya tapi ditepis oleh Lisa yang kembali mengancamnya. Jennie duduk menyandarkan dirinya mengamati ruangan kamar dan melihat jam dinding yang sudah menunjukkan bahwa ini sudah malam.
"Adikmu ternyata sama saja tidak peduli denganmu, dia bahkan tidak membalas semua pesanku."
"Apa yang kamu harapkan Lisa? Bahkan ibuku saja tidak peduli denganku, kenapa kamu pikir dia akan peduli denganku yang jelas sejak kami mengenal sudah membencinya. "
"Apa yang membuatmu membencinya?"
"Mungkin aku merasa iri dengannya. Aku hanya tidak suka dengan kehadirannya."
"Sekarang aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan padamu. Kamu seperti tidak ada artinya lagi."
"Mungkin inilah nasib hidupku, tidak memiliki arti sama sekali. Kamu juga akan membuangku begitu saja karena aku sudah tidak berarti lagi?"
"Ayah memintaku agar menyakitimu dan memberi ancaman pada adikmu agar dia tahu kami tidak bermain-main."
"Lalu kenapa tidak kamu lakukan?"
"Pertanyaan yang bagus, sebenarnya aku ingin tapi aku merasa kasihan padamu."
Suara deringan ponsel Lisa mengalihkan perhatian keduanya. Lisa membuka aplikasi chatnya dan tersenyum sinis membacanya. Jennie memperhatikan perubahan wajah Lisa, sepertinya dia mendapatkan kabar yang menyenangkan tapi apa pedulinya dia. Jennie menyandarkan kepalanya menatap langit kamar, apakah Rosé benar-benar membenci dirinya. Apa sekarang dirinya baru menyesali semua perbuatannya dulu. Jika dia meminta maaf pada Rosé apakah dia masih mau memaafkan dia.
"Adikmu memberiku kabar, aku tidak menyangka kalau dia akan membalasku juga akhirnya."
"Maksudmu?"
"Dia bilang dia tidak bisa memberi jawaban sekarang dan membutuhkan waktu sampai besok pagi."
"Dan apa jawabanmu?"
"Aku tahu adikmu itu hanya mengulur waktu, entah apapun yang dia rencanakan tidak akan berhasil."
"Haha, apa kamu lupa semua rencanamu dulu berantakan."
"Diamlah Jennie Kim!!"
"Itu kenyataan Lisa."
"Mau aku tutup mulutmu itu!!"
Jennie memberi isyarat dengan tangannya yang bebas, mengunci mulutnya. Lisa melangkah pergi keluar kamar Jennie dan menguncinya, Jennie yang melihat Lisa pergi, melepaskan ikatan pada tangan dan kakinya dan berusaha jalan perlahan ke kamar mandi. Untung saja dia tidak mengompol menahannya dari tadi.
Chaeyoung menepuk pelan pundak Jisoo dan menunduk berbisik pelan di telinga Jisoo yang berusaha tetap diam menjaga sikap agar orang di sekitarnya tidak merasa curiga pada mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
We are One ( End )
FanfictionNo description, curious ? Baca aja... ;) Bahasa suka - suka.... #Chaesoo #gxg #girlxgirl Homophobia skip ya