Rosé semakin gila, dirinya terkurung didalam ruangan ini hampir tiga hari tanpa ada satu orangpun yang datang menemuinya. Apa sebenarnya maksud orang ini mengurungnya begini saja. Apa mereka ingin membuatnya benar - benar gila. Ini lebih parah daripada apa yang pernah ibu tirinya lakukan dulu.
"Au au au aduh.."
Rosé memegang kakinya yang mencoba menendang pintu tapi justru terasa sakit dikakinya. Rosé kembali memandang keluar dari balik jendela, satu - satunya hal yang membuat dia merasa hidup saat ini. Langit mulai menggelap, udara malam mulai masuk melalui celah jendela. Pikiran Rosé mengembara mencari sosok Jisoo yang dia sendiri tidak tahu saat ini gadis itu berada dimana, apa yang dia lakukan saat ini, tubuh Rosé merosot kebawah, menenggelamkan wajahnya diantara kedua kakinya.
"Ternyata merindukan itu lebih sakit daripada nendang pintu."
Rosé kembali mengangkat wajahnya menghadap langit ruangan saat matanya akan memgeluarkan air matanya. Dia tidak mau menangis saat ini, dia tidak mau kalah dari siapapun yang mengurungnya disini. Walau sakit tapi tidak sekarang, ini bukan saatnya dia menangis. Pasti akan ada saatnya pintu didepannya itu akan terbuka.
"Ji, kamu itu cuma bikin susah plus bawel tapi kenapa justru itu yang buat aku begini. Kenapa aku begitu bodoh, saat kamu ngga ada malah baru aku tahu kalau aku cinta sama kamu bodoh. Jadi yang bodoh aku sekarang."
~~~
Jisoo merapikan meja yang baru saja ditinggalkan oleh pelanggan mereka, Jisoo menghentikan tangannya yang sedang menglap meja. Matanya menatap langit biru, entah kenapa hatinya tiba - tiba merasa sangat sedih dan pikirannya tertuju pada Rosé. Apa dia baik - baik saja disana ? Jisoo membuang nafasnya, menahan air matanya dan kembali menyelesaikan pekerjaannya.
"Ji, tolong antar ke meja depan ya."
"Siap Nay."
Jisoo menerima nampan berisi dua porsi mie ke meja depan sesuai instruksi temannya. Mata Jisoo menangkap sosok orang yang sudah beberapa hari ini selalu dia lihat berkeliaran di area ini. Awalnya dia berpikir mungkin dia salah satu pemilik toko atau restaurant disekitar sini tapi saat dia bertanya pada Nayeon dan Tzuyu, mereka mengatakan belum pernah melihat orang ini sebelumnya.
Dan lagi dia melihat orang itu hanya duduk didepan sebuah restaurant tak jauh dari kedai Tzuyu. Tzuyu mendekati Jisoo yang hanya berdiam diri berdiri disamping pintu dapur mengawasi jalanan didepan kedainya. Tzuyu mengikuti arah mata Jisoo, tidak ada siapapun disana lalu siapa yang sedang dia awasi. Tangan Tzuyu melambai didepan Jisoo yang tetap diam.
"Lihatin siapa sih?"
"Orang yang sama, menurutmu dia mengawasiku?"
"Sebenarnya kamu itu siapa sih? Ampe segitunya."
"Kalau kata dia, aku bukan siapa-siapa tapi karena hubungan kami jadi aku sekarang menjadi siapa-siapa."
"Dia?"
"Iya dia." Tzuyu mengawasi wajah Jisoo yang berubah tampak sangat berbeda, Jisoo tersenyum mengingat wajah Rosé yang terlintas dalam benaknya.
"Oh, terus apa hubungannya sama orang yang awasin kamu?"
"Singkat kata, aku belum tahu siapa yang membuangku kesini. Yang aku ingat sebelum aku terbangun di bangku taman, aku dan dia.. tunggu. Kami dari kantor pengacara keluarganya dan setelah itu kami pergi kerumahnya dan pergi lagi lalu...."
"Apa?"
"Sialan!!" Umpat Jisoo.
Tzuyu memukul kepala Jisoo, sangat gemas melihat teman barunya ini seperti tidak serius menceritakan apa yang terjadi padanya. Tapi wajah Jisoo sudah kembali berubah lagi kali ini dia tampak lebih serius dan marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
We are One ( End )
FanfictionNo description, curious ? Baca aja... ;) Bahasa suka - suka.... #Chaesoo #gxg #girlxgirl Homophobia skip ya