12.

93 10 0
                                    

Di kampus tiba tiba rusuh akibat puluhan motor berwarna senada masuk ke area kampus.

Dibukanya helm terlihatlah wajah rupawan mereka. "lo masuk cari dia!" perintah salah satu cowo ke temannya.

Sekarang jam istirahat jadi ramai yang melihat, bahkan para dosen. "wah jangan jangan mereka geng motor, apa mereka mau ngerusuh di kampus ini? Atau mungkin bikin perhitungan ke salah satu mahasiswa kita?" ujar Pak Wahyu was was.

Hadueh Pak jangan overthingking dulu!

"Pak Wahyu jangan gitu dong ngomongnya," peringati Bu Ika.

Sementara orang yang di perintah tadi datang dengan 3 cewe lainnya. "woilah itu Egi, Isa sama Min." cetus Pak Jackson.

Dosennya pada ngerumpi!

"ada apa lo manggil?" tanya Isa sewot.

"hooh lo, mana dateng ke area kampus pula." semprot Min.

Sementara si cowo tadi tiba tiba mendekat dan memeluk Egi buat mereka yang melihatnya memekik kaget.

"astaga Egi di hug!"

"woilah woy cewe gua itu!"

"sembarangan tu orang main dekep aja!"

"ASTAGFIRULLAHALAZIM EGI PUNYA COWO TERNYATA."

"diem diem nge-jedar lo Gi!"

"Gi, tolong ikut gua, adek gua pengen liat lo. Ini permintaan terakhirnya Gi." ujarnya memohon pada Egi.

Egi menepuk bahu cowo itu kemudian berkata, "ayo samperin sekarang." ujar Egi dingin.

__

Egi menatap sendu Elina, adik kawannya ini sangat suka mencari gara gara. Dulu ia pernah mergoki Elina merokok, ia menjaga Elina layaknya adiknya sendiri. Elina membencinya karena Rava yang meminta Egi tuk menjaganya.

Egi sering melarang berbagai hal, sampai akhirnya Elina kabur dari rumah hanya untuk pergi party dengan temannya. Di pesta itu Elina mengalami kecelakaan berupa di permalukan oleh sahabatnya sendiri sampai Egi menyelamatkannya.

Kini Elina terbaring dirumah sakit akibat sakit kanker darah. Isa dan Min menutup mulutnya saat melihat Elina yang dalam kondisi mengenaskan. Banyak alat yang terpasang ditubuhnya. Sementara Egi hanya menatap datar saja.

Egi sudah berubah.

"k--kak Okta" panggil Egi lemah.

"hey Baby El." sahut Egi sembari tersenyum tipis.

Diraihnya tangan Elina dengan hati hati. "maafin El ya kak, El selalu jahat sama kakak. Padahal omongan kakak selalu bener." ujar El dengan suara teramat pelan. Egi membalas dengan senyuman, "gak pa-pa." sahut Egi.

"shh s-sakit kak." ucap Elina lagi dengan air mata. Egi menghapus bulir air mata Elina. Sementara Rava ia tak tahan melihat raut kesakitan sang adik. Ia memutuskan keluar ruang rawat menemui teman temannya.

"ikuti ucapan kakak." Elina mengangguk samar.

"ashadu" ucapnya perlahan.

"as--ashadu"

"alla illaha"

"a--alaa il--laha"

"wa'ashadu"

"wa'as--ha--du"

"anna muhammada rosullulah."

"anna muham--mada ros--ullulah." detik kemudian alat medis Elina yang tadinya berjalan dengan garis lengkungan kini berubah jadi garis lurus dengan suara yang nyaring.

"kamu nggak bakal kesakitan lagi, Baby El." ucap Egi meneteskan air mata, kemudian mencondongkan diri untuk mencium kening Elina.

Isa dan Min tak sanggup berkata kata saat menyaksikan itu, Egi keluar menghampiri Rava.

"El nggak bakal kesakitan lagi, dia udah sembuh dari sakitnya. Dia udah tenang sekarang." ujar Egi buat tangis Rava pecah. Ia segera masuk ke ruang rawat, tangis Rava terdengar menyayat hati. Mereka disana juga ikut menangis, bahkan Egi tak bisa menyembunyikan lagi kesedihannya.

Saat itu pula Rava segera memutuskan untuk memakamkan jenazah adiknya. sekali lagi Rava kehilangan hal berharga dalam hidupnya, dulu kedua orang tuanya kini adiknya. Ia benar benar sendiri sekarang.

"jangan pernah ngerasa sendiri, masih ada gua sebagai sahabat lo." ujar Egi mencoba menguatkan Rava.

**

Pulang saat malam buat Egi sudah biasa, namun kali ini berbeda karena ia lupa mengabari sang Mama.

"dari mana jam segini baru pulang?" tanya Tama datar. Disana sudah berkumpul keluarganya beserta...

Albi.

"mending kamu mandi dulu Nak, baru cerita." ujar Mama menatap Egi khawatir. Pasalnya wajah Egi nampak jelas sedang sedih.

Setengah jam menunggu, akhirnya Egi keluar kamar dan ikut bergabung dengan keluarganya.

"apa benar kamu berpelukan di muka umum?" tanya Papa.

"ya."

"kamu tadi dari mana Egi, kenapa saya hubungi tidak bisa." ujar Albi.

Egi masih diam dengan pikiran yang terpaku pada Elina.

"Egi, tadi kamu dari mana?" tanya Indah lembut.

"Egi pergi ke rumah sakit, dan baru pulang dari pemakaman." ia menjeda kalimatnya sebentar untuk mengambil nafas dalam, "adik sahabat Egi meninggal." lanjutnya buat mereka terdiam.

Egi meneteskan air matanya tanpa sadar kemudian pergi ke kamarnya di ikuti Niko dibalakangnya. "Al, mending lo pulang dulu. Suasana hati Egi lagi gak enak kayaknya." ujar Juna.

"iya, Ma, Pa, Bang, Mbak. Albi pamit dulu, kapan kapan Albi main lagi kesini." ujar Albi pamit. Mama dan Papa mengiyakan dan Albi pun pergi.

Indah berjalan mendekati pintu kamar Egi, terdengar suara tangis tertahan.

Mereka yang di ruang tamu berlari ke arah pintu kamar Egi kala mendengar suara gaduh. Mereka tau, suara itu berasal dari Niko yang gelisah.

"astagfirullah, Egi. Kamu kenapa sayang. Siapa yang meninggal, bilang sama Mama." ujar Mama panik saat melihat Egi menangis namun tak bersuara.

Ia segera memeluk Egi, mereka ikut sedih. Ini ke 3  kalinya melihat Egi seperti ini.

"Baby El, adiknya Rava meninggal. Elina meninggal Ma." jawab Egi dengan suara yang jelas menggambarkan kehilangan yang sangat mendalam.

"innalillahi wainalillahirojiun," seru keluarganya.

"El udah gak kesakitan lagi, El udah sembuh dari sakitnya. Dia sembuh. Tapi... tapi Egi kehilangan Ma." racau Egi saat menangis.

Mama memberi isyarat agar yang lainnya pergi dari kamar Egi. "kamu istirahat ya, jangan sedih lagi. Baby El pasti bahagia disana. Jangan buat dia sedih dengan kamu menangisinya." ucap Mama lembut sambil menghapus air mata Egi.

-tbc-

Megi's life [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang