35. MAJU SELANGKAH

265 59 49
                                    

"To, this is purely God's destiny, stop blaming yourself."

✨-Happy Reading-✨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✨-Happy Reading-✨

"DITOO!!"

Panggilan layaknya sebuah teriakan frustasi itu menggema selepas jepretan kamera handphone berbunyi nyaring. Sang pemilik nama belum berniat beranjak, tersenyum lebar ke arah kamera sembari memegang buket bunga yang diberikan oleh teman-temannya dengan sukarela. Lebih tepatnya ialah hari kelulusan, perpisahan baru saja dimulai. Para siswa-siswi kelas 9 mengenakan jas senada dan kebaya modern. Lapangan basket yang luasnya bukan main menjadi tempat utama berdirinya panggung megah, deretan kursi-kursi, serta hiasan penunjang lainnya tambah memeriahkan acara.

"Sebentar," Dito meminta maaf kepada 3 orang teman sekelasnya yang masih ingin berfoto bersama, meminta mereka agar menunggu. "Kenapa lari-lari gitu, Gan?" tanya Dito kebingungan, pasalnya Ganda tengah bersusah payah mengatur deru napasnya yang memburu.

"D-dira u-udah nggak ada," ujar Ganda menundukkan kepalanya dalam-dalam, benar-benar takut menatap balik netra sang lawan.

"Maksud lo?!" tanya Dito dengan nada bicara meninggi. Ah, lebih ke refleks sebab ia tidak menyadarinya.

"D-dia meninggal, To, gue dapet kabarnya langsung dari kepala sekolah, sekarang guru-guru pergi ke rumah Dira." jelas Ganda tak bisa menyembunyikan kegugupan melanda, tangannya yang tremor mendarat bebas di bahu Dito, mengusapnya begitu lembut, berusaha menenangkan.

"Jangan bercanda sampai bawa-bawa nyawa orang lain, nggak lucu!" sarkas Dito menyingkirkan tangan Ganda kasar, manik hitamnya itu kian menajam seperti pisau yang baru diasah.

"LO PIKIR GUE TOLOL! DIRA BUNUH DIRI DI KAMARNYA, TO!" Ganda berteriak murka, mencengkram erat kerah kemeja putih yang dikenakan temannya sehingga seluruh buku-buku jarinya memutih lalu mendorongnya kasar membuat Dito kehilangan keseimbangan karena tenaga Ganda jauh lebih besar jika berada di ambang emosi.

Bokong Dito mendarat mulus menyentuh permukaan lapangan yang terasa panas oleh teriknya matahari. Ia sama sekali tidak marah dengan perlakuan Ganda, menurutnya ini sesuatu yang wajar. Mulutnya terkatup rapat-rapat guna memproses semua informasi menyedihkan yang disampaikan Ganda kepadanya. Dadanya berdenyut ngilu, seolah-olah ia mendapatkan tamparan keras di pipi kemudian tendangan telak di ulu hatinya. Dito memejamkan kelopak matanya, kala terbuka bola matanya langsung berkaca-kaca.

"G-gue nggak percaya," bisik Dito yang entah mengapa terdengar menyakitkan.

Ganda mengalihkan pandangannya ke arah lain, menunjukkan raut wajah tak terbaca. "Terserah elo yang penting jangan nyesel." ucapnya menekankan setiap kata yang meluncur bebas dari belah bibirnya. Posisinya berat, harus terlihat biasa saja demi meyakinkan temannya supaya tenang.

SEGITIGA SEMBARANG [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang