51. HARI BERBAGI AMARAH

268 51 67
                                    

✨-Happy Reading-✨

"Lo ganteng kalau lagi mode serius gitu,"

Tubuh Dito agak tersentak kala secara tiba-tiba terdengar suara menginterupsi dari arah belakang. Fokusnya dalam mengolah bahan-bahan pokok di atas meja terhenti, menolehkan kepala dengan seulas senyum menawan yang terukir. Api yang bersumber dari kompor dikecilkan ketika rebusan air meletup-letup serta menguap ke udara, memasukkan 2 bungkus mie instan ke dalamnya lalu diaduk merata sampai terendam sempurna.

"Emang. Pake aku—kamu dong, biar uwu." pinta Dito terkesan pemaksaan. Perutnya tergelitik sekedar menerima pujian yang jarang Megi ungkapkan.

"Dih, mau bayar berapa?" tanya Megi sinis, mengesampingkan keinginan dan memilih mempertahankan gengsinya. Sebenernya Megi itu prinsip orang yang mengikuti mood, kadang memakai aku—kamu tanpa diminta, tapi jika tengah bad ia menggunakan bahasa yang kasar.

Dito berbalik, merentangkan tangannya lebar-lebar. "Aku bayarnya pake sun sini. Umumu ..." Bibir tebalnya dikerucutkan, berniat menggoda Megi habis-habisan.

"Sini deketan, biar centongnya nggak salah sasaran," titah Megi berpura-pura meraih centong nasi di dalam rak kaca. Demi apapun, air mukanya yang memerah sulit disembunyikan.

"Jahanam bener jadi manusia." sindir Dito merotasikan bola mata, melanjutkan aksi memasaknya yang tertunda.

Andaikan bukan paksaan, sebenarnya Dito malas berkutat di dapur selama beberapa menit. Namun, apa daya, cuaca di luar sedang tidak mendukung, semenjak Dito datang ke rumah minimalis ini, rintik hujan seakan tidak berniat untuk berhenti. Rumah yang dianggap surga makanan berbeda dengan kali ini, bahkan di kulkas sama sekali tak ada cemilan yang mampu mengganjal perut. Pilihan terakhir, Dito menunjukkan kemampuannya dalam bidang memasak pada Megi, membuat cewek berambut ombre itu tercengang.

"Ibu sama Ayah pulang kapan?" tanya Dito tanpa mengalihkan pandangannya sekalipun, terlalu fokus memotong bawang bombai, sosis, dan kornet.

Megi melangkah mundur, mendudukkan bokongnya di salah satu kursi yang melingkari meja makan. "Lusa mungkin. Tadinya Ibu nggak tega ninggalin, tapi ada Mbak Kana sama Bang Saka." jawab Megi menopang dagu. Ada kebahagiaan tersendiri karena leluasa memperhatikan wajah serius kekasihnya.

"Kenapa? Takut kamu diculik?" Pertanyaan Dito kali ini bagaikan sebuah ejekan.

"Ya, nggak gitu juga kali," balas Megi berdecak sebal. Bisa-bisanya ia tahan menjalin hubungan dengan cowok pemegang posisi menyebalkan nomor 1 disepanjang hidupnya.

"Ah, lupa, penculiknya pasti ketakutan kalau milih kamu jadi korbannya, soalnya kamu galak." ujar Dito terkekeh geli, memasukkan potongan bahan di atas telenan kayu ke teflon berkualitas tinggi.

"Mingkem!" sentak Megi mengerucutkan bibir tak suka. "Masak apa, sih? Perasaan daritadi nggak jadi-jadi," Bau bawang bombai yang di oseng-oseng memang menyengat, tak ayal membuat perutnya bergemuruh kelaparan.

"Carbonara, resepnya langsung dari Arka." sahut Dito menyombongkan salah satu kelebihan teman terbaiknya.

"Agak meragukan, ya." gumam Megi menunjukkan sorot keraguan.

"Bawel!" seru Dito sukses membungkam Megi, buktinya cewek itu langsung mengeluarkan benda pipih dari kantong celana rumahannya yang ia kenakan.

Menggulir layar handphone Megi lakukan demi mengurangi rasa bosannya, padahal bibirnya teramat gatal ingin mengganggu Dito dengan ribuan pertanyaan yang terkesan merendahkan. Kapan lagi melihat raut wajah kesengsaraan karena biasanya cowok itu yang memegang kuasa. Beralih dari aplikasi chatting, Twitter, game puzzle ataupun candy crush mentok di level 271 yang pernah di download Dito beberapa hari lalu sebab memori internal handphonenya penuh, semua tidak ada yang menarik perhatian.

SEGITIGA SEMBARANG [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang