36. CONFESS

297 53 39
                                    

✨-Happy Reading-✨

Note serta bolpoin hitam yang berserakan pada meja dimasukkan ke dalam ransel kecilnya. Megi mengambil liptint di bagian depan, ia tidak pernah lupa membawanya jika berpergian ke mana pun, meskipun Megi bukan orang yang apik dalam hal-hal berbau make-up. Pernah mencoba memoleskan wajahnya sendiri dengan bantuan cermin besar, tetapi hasilnya membuat ia kecewa. Kemungkinan ia memang tidak berbakat dan agak kurang tertarik. Oleh sebab itu, Megi memilih memakai bedak bayi, perona pipi, dan tentunya liptint karena lebih mudah pemakaiannya serta tak memakan waktu lama.

Seulas senyum terpatri kala manik hitamnya menangkap pantulan wajah cantiknya dari layar handphone. Hitungan menit ketiga, handphonenya langsung berdering nyaring—menandakan sebuah panggilan masuk. Megi terbelalak, ia hampir saja melempar benda pipih tersebut sangking terkejutnya, beruntung refleksnya bagus. Sebelum menggeser ikon hijau yang tertera, ia menarik napas lalu menghembuskan perlahan. Menggigit bibir bawahnya guna menghilangkan kegugupan yang melanda.

"H-halo, Kak Erlan?" Megi menempelkan benda pipih tersebut ke telinga kanannya.

"Halo juga, Gi. Gimana? Kelas kamu udah selesai?" tanya Erlan memastikan, kondisi disekitarnya amat berisik sehingga suara dari seberang sana samar-samar.

Megi menganggukkan kepalanya semangat, layaknya orang yang tengah berbicara tanpa perantara. "Baru aja, ini lagi beres-beres dulu, Kak." jawabnya.

"Aku tunggu di depan ruang himpunan, rapatnya juga mau selesai, nih." ujar Erlan lembut. Sial, Megi melupakan rapat wajib Kakak tingkatnya sebagai wakil ketua himpunan fakultas administrasi.

"Oke, sekarang langsung otw ke sana," balas Megi menyunggingkan senyumnya kian melebar.

"Sip, aku tunggu, ya."

Tut.

Perutnya tergelitik, seolah-olah terdapat puluhan kupu-kupu. Hatinya pun berbunga-bunga, jatuh cinta memang sederhana tapi efeknya benar-benar luar biasa. Megi beranjak dari kursi, memakai ranselnya sembari menggenggam erat handphone tanpa case. Hari ini Maudy tidak masuk kelas, absensinya izin. Sebenarnya Megi juga tak tau pasti apa alasannya, padahal pagi tadi mereka sempat berbalas pesan, tetapi Maudy sama sekali tidak mengatakan apa pun. Paling juga malas karena kelas kali ini diajarkan oleh dosen pengganti.

Kakinya melangkah menjauh dari ruang kelas, menyusuri koridor lantai 3 yang terasa sepi. Letak ruang himpunan berada di lantai dasar, lokasinya cukup strategis. Megi menuruni satu per satu anak tangga seraya bersenandung ria, semakin dekat dengan ruang yang dituju, maka jantungnya kian memompa lebih cepat. Pintu ruang himpunan terbuka lebar, sedari tadi beberapa anggotanya keluar-masuk membawa selembar kertas. Ternyata ikut organisasi juga melelahkan, apa daya ia cuma seorang mahasiswa kupu-kupu.

"Cari Erlan, ya, Gi?"

Pertanyaan tiba-tiba itu cukup membuat Megi terkejut, ia menolehkan kepalanya ke samping dan mendapati cewek berjilbab pink yang memiliki lesung di kedua pipi chubby-nya. Megi mengerjapkan mata, mengedarkan pandangannya ke sekeliling, memamerkan deretan gigi putihnya. Ia tidak mengetahui siapa nama dari Kakak tingkat itu, pernah berpapasan lalu sekadar melemparkan senyum ramah.

"A-ah, iya, Kak." jawab Megi menunduk sopan.

"ERLAN KELUAR LO, DICARIIN DOI!!"

Mendengar teriakan nyaring Kakak tingkat di sebelahnya, Megi ingin sekali menghilang dari muka bumi untuk sejenak, meredam rasa malu. Belum lagi anggota-anggota lain yang menyahuti dengan godaan, bahkan aktivitas mereka sampai terhenti. Akhirnya orang yang dicari keluar dari dalam ruang himpunan. Namun, siulan menggoda masih terdengar membuat rona merah seperti tomat menjalar di pipi. Megi seakan lupa cara bernafas dengan benar kala melihat ketampanan Erlan yang meningkat drastis sebab tubuhnya terbalut almamater berwarna biru tua digulung sebatas siku. Aura pemimpin tampak begitu jelas.

SEGITIGA SEMBARANG [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang