✨-Happy Reading-✨
Gemericik air hujan turun lagi, tapi tidak sederas tadi. Ranting pepohonan bergerak pelan, mengikuti arah terpaan angin. Tujuan Dito bukan ke kost, melainkan ke rumah yang telah lama belum ia kunjungi. Dito jadi merindukan kamarnya, terutama kasur king size ternyaman, ia sudah tidak sabar sampai ke tempat tujuan, menambahkan kecepatan laju motornya di jalan beraspal yang cukup licin dan rawan kecelakaan bila kurang hati-hati.
Mungkin ini sebuah keberuntungan. Nenek Sekar yang cerewet serta suka mengatur itu sedang tidak ada di rumah, Dito enggan menanyakan keberadaannya karena yang terpenting ia bisa beristirahat di rumah orang tuanya dengan perasaan tentram tanpa ucapan-ucapan pedas yang memuakkan. Meskipun kadang Dito memilih tutup telinga, tetapi tetap saja ia lelah melihat mulut Nenek tua itu tak berhenti terbuka.
Cittt.
Motor sport yang ditungganginya langsung rem mendadak, di depannya terdapat genangan air sehingga celana yang dikenakan ikut basah oleh cipratan air itu. Dito mendengkus, air juga masuk ke dalam sepatunya, kaos kaki sebatas mata kaki yang melekat juga ikut basah. Cowok berkulit tan itu lekas turun dari motornya, mengayunkan kaki lalu menendang genangan air tersebut, meluapkan kekesalannya yang sedari tadi ia coba untuk tahan.
"Lo ngapain ada di sini, sih?! Jadi basah semua," Dito mengacungkan jarinya, menunjuk-nunjuk genangan air. "Asal lo tau, besok gue ada kelas pagi, nggak elit banget gue ke kampus pake sendal swallow." geramnya.
Dito berkacak pinggang, memperhatikan kondisi motornya yang kotor selama beberapa menit sebelum melenggang pergi memasuki area pekarangan rumah, bahkan sengaja meninggalkan motornya di depan gerbang. Mencuci sendiri rasanya malas, tapi jika dicuci di steam motor juga percuma karena cuaca tidak menentu. Langkah kakinya terhenti di gundukan anak tangga paling dasar, buru-buru melepaskan sepasang sepatu putihnya.
Tangan kanannya terulur, memutar gagang hingga pintu terbuka lebar. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah Adik semata wayangnya tengah mewarnai gambar dengan krayon yang berceceran di lantai keramik dengan posisi telungkup. Tampaknya Lisa tidak menyadari kehadirannya. Dito menyeringai, berjalan mengendap-endap mendekati sasaran, ia membungkukkan badan kemudian mengangkat Lisa yang begitu enteng, membuat sang empu menjerit karena terkejut.
"KAK ITO, LAKNAT!!" pekik Lisa mengayunkan kedua kakinya bergantian.
"Mau diturunin di got atau kandang hiu?" tanya Dito menakut-nakuti, menggerakkan tubuh Lisa ke kanan dan kiri, seolah-olah bersiap akan melemparnya.
Hiu, hewan mengerikan membuat Lisa merinding. "MAMA ... KAK ITO TAMBAH NDABLEK! AYO KITA RUQYAH!" ajak Lisa menahan tangisnya. Namun, hal itu tidak bertahan lama karena liquid-liquid bening mulai turun membasahi pipinya yang berisi.
"Bocah tukang ngadu," Dito mencibir, agak kasihan melihat Adiknya menangis.
Terpaksa Dito menuruni Adiknya kembali, selepas itu ia langsung mendapatkan tendangan bebas bertubi-tubi di tulang keringnya. Dito meringis, mengusapnya dengan gerakan lamban, manik hitamnya tidak lepas mengamati Lisa dengan sorot tak suka. Sekarang Lisa menjadi sosok pemberani, padahal dulu anak itu terlalu pasrah menerima perlakuan minus akhlak Kakaknya sendiri.
"Kak, nanti Lisa mau beli jajan," ujar Lisa melanjutkan kegiatan mewarnainya yang sempat terhenti.
"Nggak nanya." balas Dito tak acuh.
"Ih, orang Lisa ngasih tau!"
"Ya, nggak mau tau," sarkas Dito memutar bola matanya jengah.
"Tapi Lisa mau Kak Ito nemenin belinya, ya? Harus mau, maksa!" ucap Lisa mengigit ujung pensil, tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi kecilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEGITIGA SEMBARANG [SELESAI]
Fiksi Remaja[Follow emak dulu, baru lanjut baca] _________________________________________ "Megiska cantik, kali ini gue nggak bohong, lo emang cantik kalau dilihat dari ruas-ruas jari." "Nggak usah muji kalau dihempasin lagi," "Kalau terima jadi pacar gue, l...