8. DITO YANG TERSAKITI

443 88 270
                                    

Lo boleh pergi untuk nenangin diri, bukan menghindari dari masalah.

♡-Happy Reading-♡

Derap kaki yang menapaki lantai terhenti saat langkahnya sampai di dapur. Dito menatap lurus ke depan sekilas, lalu membalikan badan dan menghiraukan tenggorokannya yang kini terasa kering.

Namun, tidak semudah itu untuk Dito menghindar, karena wanita tua yang berada di belakangnya kini sudah berpindah posisi, sehingga mereka berhadapan. Dito terdiam, ia tak mau bersuara yang malah menciptakan keributan kecil di rumah.

"Berangkat pagi, pulang malem, kelayapan aja yang kamu tau?" tanya Sekar sembari bersidekap.

Bukan pertama kali Sekar memergoki cucunya itu pulang di atas jam 8 malam, padahal jam kuliah tidak ada sampai malam hari. Kurang lebih waktunya digunakan untuk berkumpul dengan teman-temannya, entah itu di mana.

"Ditanya itu jawab, buat apa kamu punya mulut?" Sekar menggertak karena cucunya itu tak kunjung merespon pertanyaan yang ia ajukan.

"Dito capek, Nek." keluh Dito menghindari tatapan tajam Neneknya.

Sekar merasa jengah dengan tingkah laku Dito selama ini, cucunya itu tak pernah mau menuruti permintaannya. Selalu saja ada alasan dan berakhir dengan berdebat, padahal tidak ada salahnya Dito mengalah, tapi sayangnya cucu pertamanya keras kepala.

"Masih gabung sama anak-anak berandal itu? Kamu udah dewasa, seharusnya masa depan yang kamu utamakan," tegas Sekar menekankan kalimatnya. Walaupun teman-teman Dito jarang berkumpul di rumah ini, tapi Sekar sudah tidak suka sejak pertama kali bertemu dengan mereka.

Tangan Dito terkepal hingga buku-buku jarinya memutih. Ia tak mempermasalahkan jika Nenek tidak menyukai bahkan sampai membencinya, tapi tidak dengan Alaster. Mereka jauh lebih berharga. Dito tidak akan membiarkan Nenek juga membenci teman-temannya.

"Siapa sih, Nek, yang berandal?" tanya Dito menahan rasa kesalnya dalam-dalam.

"Ya, siapa lagi kalau bukan temen dari kamu SMA itu. Cari teman itu yang moralnya baik, bukan asal pilih aja."

"Bawel." Dito mencibir, mengikuti perkataan Neneknya barusan dengan gerakan mendramatisir.

"Makin nggak sopan kamu sama Nenek!" seru Sekar mengangkat sapu ijuk yang sedari tadi ia pegang.

Dito meringis, takut-takut sapu itu benar-benar dilayangkan ke tubuhnya. Nenek memang sangat bawel dan menguji kesabaran, tapi wanita tua itu tidak pernah main tangan, terutama memukulnya dengan perantara benda.

"Terus Dito harus gimana Nek Sekar cantik? Ih, gemes banget mau dorong ke jurang." ujar Dito mengecilkan volume suaranya agar Nenek tidak mendengar.

"Pindah ke Semarang," titah Sekar, satu tangannya terangkat, seolah-olah ini adalah keputusan final dan Dito tidak berhak untuk menolak.

"Kebiasaan. Dikira pindah universitas itu kayak main monopoli, susah banget, Nek." ucap Dito sembari mengusap wajahnya kasar.

SEGITIGA SEMBARANG [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang