28. OM PEDOFIL?

253 54 44
                                    

✨-Happy Reading-✨

Apa yang lebih menyebalkan dari terpeleset di dapur? Jawabannya adalah kedatangan 2 manusia paling berisik ke rumahnya. Dito mendengkus sebal, memijat bagian mata kakinya yang terkilir dan naasnya sampai tersandung kaki meja makan. Jika temannya itu datang dengan niat menjenguk, membawa buah tangan mungkin Dito bisa membicarakannya baik-baik. Namun, ia harus menahan kenyataan pahit, temannya hanya ingin bertemu dengan Lisa. Sekarang Adik kesayangannya dalam mode berbahaya.

Sudah beberapa hari ini ia kembali ke rumahnya sebab paksaan Mama, tak peduli dengan cibiran Nenek tua yang menganggapnya tidak konsisten pada keputusan sendiri. Manik hitamnya kian menajam, memperhatikan Lisa yang duduk tenang dipangkuan Arka. Tenang saja, sebelum meminta kedua temannya masuk ke dalam rumah, Dito menutup mata Adiknya itu menggunakan balutan dasi SMA dengan embel-embel menjaga mata dari perbuatan zina. Alhasil, Lisa menurut, memasrahkan diri.

"Lo kalau punya Adik bayi masih cocok, Ar." ujar Dito mengeluarkan pendapatnya. Arka itu tipe orang yang mudah akrab, alasan jarak umur rasanya kurang masuk akal.

Cowok yang disebutkan namanya itu menolehkan kepala, menggelengkan kepalanya cepat. "Telat karena sekarang gue udah gede," balas Arka tak acuh lalu melanjutkan obrolannya dengan Lisa yang bersandar di dada bidangnya.

"Dih, dari jaman SMP aja kalau ortu lo mau ninaninu pasti digangguin, Mami lo sendiri yang cerita." timpal Ganda seraya menoyor kening si pemilik senyum lebar nan manis yang duduk tepat di sebelahnya.

"Sengaja biar bayinya nggak jadi, terus gue tetep jadi anak tercinta Mami Yaya." tutur Arka diakhiri gelak tawa menggema, mengisi ruang tamu.

Sontak Dito dan Ganda saling bertatapan sebelum menghela napas gusar secara bersamaan, sedangkan orang yang dibicarakan tampaknya tidak terganggu sama sekali. Ganda menyeruput sedikit demi sedikit cokelat panas yang telah tersedia di atas meja kaca, memperhatikan dengan seksama interaksi antara Arka dan si kecil Lisa, walaupun dasi abu itu menutupi matanya, tetapi anak itu terlihat biasa saja.

"Dilihat-lihat Lisa cantik juga," Ganda bergumam, menaruh gelasnya kembali kemudian menopang dagu menggunakan sebelah tangan.

"MAU NGAPAIN LO, HAH?!" tanya Dito garang tanpa mempedulikan teriakan Mamanya yang terganggu, ia harus siaga karena sekarang calon-calon pedofil bertambah lagi.

"Ayo, Ar, kita bersaing secara sehat. Gue perjuangin Lisa sampai ajal menjemput." ucap Ganda tersenyum lebar sehingga sepasang mata sabitnya tu menyipit.

Mendengar itu membuat Arka mengerjap. Bahaya, Ganda tidak bisa dibiarkan sebab cowok itu akan menghalalkan segala cara, meskipun hanya sebuah candaan. Arka memindahkan Lisa dari pangkuannya ke sofa, lalu mengangkat lengan kaosnya tinggi-tinggi. Tangan kekar Arka melingkari leher Ganda hingga mempersempit jarak, gini-gini ia pernah mengikuti gym biar kelihatan keren. Diam-diam Dito mengeluarkan handphone dari kantong celana, merekam pemanasan paling absurd sebelum baku hantam di mulai.

"Sini gue bantu jemput ajal lo," sinis Arka mengeratkan lingkaran tangannya di leher Ganda sehingga temannya itu terbatuk-batuk, pasokan oksigen yang masuk berkurang.

Dito berdiri di atas sofa, mencari posisi yang tepat agar video yang direkamnya jernih. "Wih, mantap! Sekalian gue rekam, siapa tau di antara kalian ada yang mati duluan, lumayan buat dimasukin akun awreceh." tuturnya sesekali bersorak kegirangan.

"Si anjing, bantu lerai aturan, temen macam apa lo?!" ketus Ganda mendorong tubuh Arka kencang. Beruntung Tuhan masih sayang nyawanya yang hampir direnggut anak Mami.

"Nggak dilanjut?" Dito mendesah kecewa, melirik ke arah Lisa yang telah melepaskan dasi abu karena penasaran akan kejadian beberapa detik lalu. "Ribut kalian kurang seru!" cibir Dito kembali duduk seperti semula.

SEGITIGA SEMBARANG [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang