First time

37 6 1
                                    

Tok! Tok! Tok!

Ketukan pintu itu membuatku terbangun. Ku tatap jam dinding yang menunjukan angka empat. ah ini jam empat pagi dan aku baru saja tertidur pukul dua tadi. Dengan gontai ku langkahkan kakiku menuju pintu lalu membuka kuncinya. Ku usap wajahku sekali seraya membuka pintu kamar berwarana putih ini. Dan hal pertama yang ku lihat adalah yuta dengan wajah pucatnya. Aku menatapnya lekat, berusaha mencari penyebab pria ini datang pukul empat pagi ke kamarku. Lalu dapat ku lihat sudut bibir bawahnya terluka. Jangan lupakan dahinya yang memar.

"Bisa obati saya?" Pertanyaan itu muncul dari bibirnya.

Segera saja ku tarik lengannya masuk ke kamarku lalu membawanya duduk di kasurku.

"Lukanya gak mungkin cuma di bibir. Mana lagi yang luka?"

Pertanyaan itu keluar begitu saja dari bibirku. Entahlah. Aku juga tidak mengerti alasannya namun aku begitu panik melihat bibir pucatnya. Jangan lupakan luka itu. Aku tidak mengerti mengapa aku begitu panik padahal aku seorang dokter yang terbiasa dengan situasi ini.

Yuta membuka jasnya. Lalu membuka kemeja berwarna hitamnya. Aku hanya menatapnya dengan khawatir. Lalu ia berbalik untuk menunjukan punggungnya padaku.

"SHIT YUTA?! WHAT HAPPEN?"

"Hhh jangan mengumpat keyra."

Dan aku menutup mulutku dengan tanganku saat menyadari apa yang sudah ku katakan. Bagaimana tidak panik dan terkejut? Punggung itu penuh dengan luka cambuk. Jangan lupakan memar di sekitarnya. Mengerikan sekali.

Tanpa banyak bertanya aku segera berlari menyiapkan beberapa peralatan untuk mengobati yuta. Sebenarnya hanya peralatan sederhana. Luka yuta tidak perlu di jahit hanya saja lukanya panjang dan membiru. Tetap saja pasti sakit sekali.

Pertama-tama aku menuju kamar mandi untuk mengambil air panas. Setelahnya ku letakkan baskom berisi air panas dan handuk itu di atas meja. Ah baskom dan handuk ini memang tersedia di lemari berwarna putih di dalam kamarku. Seolah yuta sudah mengerti apa saja yang ku butuhkan. Bahkan semua peralatan medis ada di sana. Aku seperti tidur di UGD dengan ranjang hotel.

Setelah air, ku ambil alkohol, dan kapas, serta salep untuk luka dan juga beberapa perban. Dapat ku lihat yuta menatap setiap pergerakan ku dengan lekat. Membuatku merasa bahwa aku harus segera mengobatinya.

Ketika semua alatku sudah siap aku duduk di belakang yuta. Kami duduk di tengah ranjang dan menghadap tepat ke arah kaca besar yang berada di kamarku. Aku  mulai mengambil air hangat  dan membersihkan luka yuta. Masalahnya luka yuta mengeluarkan darah jadi aku harus membersihkan nya terlebih dahulu. Yuta yang terluka namun sakitnya terasa pada punggung ku.

Dapat ku lihat dari kaca besar di hadapan kami yuta sedang menggigit bibir bawahnya dengan kuat. Bibirnya sudah terluka itu dapat memperparah lukanya.

Lalu sebuah ide muncul di kepalaku. Ah benar kenangan memang selalu membantu. Aku berhenti sejenak membersihkan luka yuta lalu mengambil setoples permen yang berada di salah satu laci di nakas samping tempat tidurku. Toples berisi permen dengan rasa yang beragam namun berwarna serta berbentuk sama.

Dapat ku lihat yuta menoleh ke belakang lalu menatapku dengan eskpresi tidak mengertinya. Sedangkan aku dengan semangat menghampirinya. Duduk kembali tepat di belakangnya

"Tuan c--"

"Udah saya bilang, jangan bertindak sopan."

Aku bungkam beberapa saat. Berusaha memahami maksud pria ini. Ah! Ia tidak ingin di panggil tuan. Dan tidak ingin aku formal padanya.
Aku lalu menganggukkan kepalaku semangat.

Moonlight Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang