Berjalan di belakang winwin dengan tatapan lekat para manusia di dalam sini adalah hal yang tidak begitu menyenangkan. Yah kami sudah berada di tempat yang winwin sebut markas. Bangunan megah yang berada di dalam hutan dengan jalan rumit yang tidak mampu ku ingat dengan baik.
Kami tiba di hadapan sebuah ruangan yang berada di lantai tiga. Lantai teratas bangunan ini. Ah bangunannya tidak terlalu tinggi namun luas sekali. Lebih seperti istana yang memiliki sayap kanan, sayap kiri, bangunan utama, lapangan dan hal lainnya.
Winwin mengetuk pintu itu tiga kali. Lalu seorang wanita muncul di hadapan kami menatap winwin dengan tatapan bertanya.
"Nona mau ketemu tuan muda. Apa tuan muda bisa?"
Wanita itu menatapku penuh kebencian. Hey? Apa yang ku lakukan sampai ia menatapku seperti ini? Aku bahkan sama sekali tidak mengenalnya.
"Tuan muda sedang sibuk. Datang lain kali."
Aku memutar bola mataku malas. Yuta memang sibuk namun yuta sudah memberiku kekuasaan untuk mengganggunya kapan saja. Aku masih ingat dengan jelas saat pagi tadi yuta akan berangkat ia memberiku pesan bahwa aku bisa menelfonnya, berbicara dengannya, atau memintanya pulang kapan saja. Jadi hal selanjutnya yang ku lakukan adalah membuka lebar pintu yang menghalangiku dan mendorong wanita dengan pakaian super ketat itu menjauh. Dapat ku dengar suara tawa winwin yang tertahan.
Saat kakiku melangkah masuk dapat ku lihat yuta kini mendorong senjata pada manusia yang sudah babak belur di hadapannya. Pria itu sudah merintih kesakita namun yuta tampak tidak bergeming.
Dor!
Seketika pria itu tewas akibat tembakan yuta. Pria itu tertembak tepat di kepalanya membuatku menutup mataku sesaat.
"Yuta!"
Panggilan ku membuat yuta membalikan tubuhnya dan menatapku penuh tanda tanya. Sedangkan wanita tadi menatapku tajam.
"Sudah saya kata--"
"Adora, bereskan ini"
Kalimat wanita itu terhenti oleh perintah yuta yang langsung di turuti. Yuta lalu melangkah ke arahku.
"Ngapain ke sini hm?"
"Ada yang mau saya bicarakan."
Yuta mengangguk lalu membersihkan tangannya menggunakan sapu tangan. Dapat ku lihat buku jari pria itu lecet. Bahkan mengeluarkan darah.
"Ayo bicara di ruangan itu"
Yuta menatap winwin dan winwin segera mengangguk.
"Yuta, kamu ada p3k?"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Dan di sinilah kami berada. Di sebuah ruangan kedap suara dengan bentuk meja yang melingkar. Seperti ruangan untuk rapat?. Ruangan ini tampak begitu tertutup hingga jendela dan cctv tidak ada di dalamnya.
Aku sedang membalut tangan yuta dengan perban sedangkan winwin menjelaskan ide yang ku berikan di mobil tadi. Yuta mengangguk mendengar penjelasan itu.
"Tapi kenapa kamu mencurigai taeyong?"
Pertanyaan yuta membuatku mengangkat kepalaku dan menatap winwin yang kini menatap ke arahku.
"Anda menyuruh saya untuk menuruti semua keinginan nona. Jadi saya hanya menuruti perintah"
Yuta mengangguk lagi lalu menatapku yang kini sudah selesai dengan kegiatanku mengobati tangan yuta.
"Ingatan saya kembali. Dan waktu kecelakaan itu terjadi saya ngelihat taeyong menodongkan senjata ke arah ayah saya. Entah sebagai apa saya gak tau. Tapi winwin bilang ini ada kaitannya sama keluarga Lee jadi bisa aja kan taeyong terlibat?"
"Tapi Felix bukan keluarga kandung mereka, makanya saya berani langsung membunuh Felix. Lagipula gak ada motif yang mendukung keluarga Lee ingin menghancurkan klan Liu. Mereka berteman baik dengan kita dan ga pernah ada konflik kecuali Felix. Dan keluarga Lee bilang mereka tidak tahu apapun bahkan rela Felix di bunuh."
Aku terdiam sejenak. Benar juga. Tidak ada motif apapun. Aku juga tidak tahu apa peran taeyong dalam ingatanku. Bisa saja ia menodongkan senjata ke arah orang yang berada di belakang ayahku. Untuk menyelamatkan kami.
"Tapi gak ada salahnya mencoba"
Kalimat winwin membuat yuta mengangguk setuju.
"Terus selidiki mereka selagi alatnya di buat"
"Saya rasa ada klan lebih besar yang membantu Felix jika benar keluarga Lee sama sekali gak terlibat"
Aku terdiam sejenak. Mulai berfikir bagaimana kami bisa mendapatkan petunjuk. Karena yang di ucapkan winwin benar. Jika keluarga Lee tidak terlibat pasti ada klan yang membantu Felix dalam menyerang mansion.
"Soal keluarga Lee yang menyerang yangyang. Apa udah ada bukti?"
Pertanyaanku membuat yuta menatap winwin. Yang di tatap mengangguk dan mengeluarkan ponselnya. Menyodorkan gambar sebuah pistol yang terdapat ukiran burung merpati.
"Jika memang keluarganya terlibat. Bukankah taeyong memang patut di curigai?"
"Tapi taeyong selalu bersama saya. Lagipula jika memang keluarga Lee terlibat belum tentu taeyong juga. Bisa saja itu saudaranya yang berkhianat dan menginkan kekuasaan"
Aku menghela nafasku jengah. Yuta selalu saja menyangkal membuatku kesal. Taeyong bahkan sangat patut di curigai. Hanya karena kalian berteman dekat belum tentu hubungan kalian selamanya baik. Kita tidak pernah tau bagaimana hidup manusia berjalan. People change. Dan kita ga pernah bisa menduga apa perubahan yang terjadi.
"Yuta. Hanya karena dia sahabat kamu, bukan berati dia gak berpotensi menghianati kamu. Bahkan saya berpotensi menghianati kamu. Berteman tidak menjamin dia setia. Setiap orang punya kepentingan dan rahasia."
Yuta bungkam. Menatapku lekat. Pria itu menghela nafasnya berat.
"Winwin buat alat penyadap itu sekarang."
Winiwn mengangguk lalu segera beranjak dari ruangan itu. Begitu pula denganku yang hendak mengikuti winwin. Namun tanganku di tahan oleh yuta yang kini menatapku lekat.
"Kamu stay di sini"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.TBC
Sorry. Untuk kesalahan penulisan atau apapun yang janggal.
Voment pweasee 🙂🔪🔪
Love you all💚💚💚✨✨✨
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight
Fanfictionyuta bilang, cahayaku berpendar terang. menyelamatkan nya dari banyak hal terutama sesuatu di dalam gelap. tapi yuta salah. bukan aku yang menyelamatkan nya . ia yang membuatku berpendar. Romance - drama - crime