my mind

38 6 0
                                    

Karena aku sudah tidak lagi bisa masuk ke alam mimpi ku putuskan untuk membuat susu hangat. Ah, aku tidak memasak karena kepala koki yuta melarangnya. Padahal aku sudah memaksa namun kepala koki yang bernama bibi Sora itu melarang ku lebih keras. Jadi yang bisa ku lakukan hanyalah mengaduk susuku di meja makan.

Kepalaku kembali mengulang setiap kalimat yang belakangan ini ku dengar. Tentang kalimat jaemin. Kalimat yuta. Yangyang dan tindakan tidak sopannya. Serta Kun yang selalu tampak khawatir padaku.

Grep!

Cup!

Aku hampir tersedak saat pelukan dan ciuman itu mendarat secara tiba-tiba.

"Morning baby"

Adalah suara serak Yangyang yang kini sedang menelusupkan kepalanya di ceruk leherku dengan manja. Persis seperti kucing.

"IM your sister. And Im older"

"Heheheh"

Cup!

Ah anak ini sudah SMA tapi tingkahnya persis seperti anak manja. Dan yang mampu ku lakukan hanya mengusap kepalanya sayang. Ini hari Minggu jadi aku mengerti alasan yangyang masih setia dengan piyama berwarna biru mudanya.

"Kak."

"Hm?"

Diam. Yangyang diam dan hanya bernafas di ceruk leherku.

"You have to know if i love you. So much"

Aku mengerutkan dahiku. Bingung dengan pernyataan tiba tiba yangyang. Jika kalian fikir ini adalah hal lumrah, kalian salah. Ini adalah hal paling aneh. Yangyang memang manis. Namun tidak biasanya ia mengungkapkan perasaannya.

"Hey, kenapa?" Aku segera melepaskan tangan yangyang di leherku lalu menuntunnya untuk duduk di sisiku.

Ia hanya menatapku. Mengusap kepalaku lembut. Lalu menggeleng dan tersenyum. Siapa di sini kakaknya???

"Kenapa hm?"

"Heheh. Minta PS dong ka."

Harusnya aku tidak usah khawatir. Pria kecil di hadapanku ini benar benar menyebalkan.
.
.
.
.
.

Kini jam dinding menunjukkan angka sembilan pagi. Aku lalu meletakkan buku yang ku baca di kamar yangyang. Ku lihat anak kecil yang kini menjadi remaja itu tertidur lelap lengkap dengan buku serta kertas yang berserakan di sekitarnya. Melihatnya terlelap seperti itu membuatku merasa bersalah. Andai, perusahaan yang ayah dan ibu tinggalkan boleh ku ambil alih yangyang tidak perlu berusaha sekeras ini.

Ah andai kecelakaan tujuh tahun lalu tidak terjadi. Semuanya pasti akan baik-baik Saja. Yangyang tidak perlu bekerja sekeras ini di usianya.

Mengingat kecelakaan tujuh tahun lalu, aku menjadi menyadari sesuatu. Bahwa setiap kali aku mengingatnya aku merasa ada yang hilang. Maksud ku selain orang tuaku. Aku merasa ada potongan yang hilang soal hidupku.  Tapi aku sama sekali tidak menemukannya.

Aku menghela nafas ku berat. Lalu ku langkahkan kakiku menuju dapur. Dan kebetulan sekali tempat ini kosong. Aku berencana memasak bubur untuk yuta. Karena tadi ketika ku cek suhu tubuh yuta sedikit naik. Mungkin karena lukanya yang memang parah.

Aku lalu mengambil alat dan bahan untuk membuat bubur. Setelahnya acara memasakku pun di mulai. Semuanya berjalan dengan baik sejauh ini. Yuta juga begitu baik meski ini baru hari pertama. Yuta, ia tidak se menakutkan itu kan? Pria itu pasti tidak jahat. Ia hanya dingin

"Key?"

Badanku sedikit tersentak karena panggilan dengan suara berat itu. Aku lalu berbalik dan melihat winwin dengan penampilan yang sangat berbeda dari kemarin. Sepertinya pria itu baru saja bangun?. Winwin lalu duduk di meja makan dengan kepala yang di tumpukan di atas meja.

"Kenapa manggil?"

Pertanyaan yang ku lontarkan membuat kepala dan tubuh winwin tegak seketika

"Cuma memastikan kamu bukan maid. Saya hampir nyuruh kamu masak"

Winwin tersenyum canggung lalu berdiri. Membuka kulkas dan mengeluarkan susu. Ah pria itu juga mengeluarkan sereal dan kembali ke meja makan.  Memulai sarapan nya

Sedangkan aku berkutat kembali degan buburku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sedangkan aku berkutat kembali degan buburku. Lalu selintas pertanyaan muncul di kepalaku. segera ku tatap winwin di belakangku. Ah jika kalian ingin tahu, ada dua ruang makan di rumah ini. Satu hanya berisi lima kursi, dan makanan selalu tersaji di sana. Bibi Sora bilang, bahwa ruang makan itu khusus untuk yuta, jaemin, yangyang, dan aku. Atau Johnny saat pria itu berkunjung. Lalu ruang makan yang menyatu dengan dapur ini. Dapur juga di bagi dua. Satu dapur utama dan satu lagi dapur sederhana. Dapur yang ku pakai saat ini adalah dapur sederhana, dimana kami bisa membuat susu atau memasak mie?.

Di dapur sederhana ini terdapat meja makan yang panjang. Entahlah berapa tepatnya kursi yang tersedia yang jelas meja ini boleh di pakai oleh para pekerja yang tinggal di rumah utama. Setahuku winwin dan taeyong dan Kun saja yang berada di sini.

Kembali pada winwin, aku menatapnya lekat.

"Winwin"

"Ya?"
Pria itu langsung menegakkan tubuhnya yang semula santai menikmati makanannya.

"Ah gak usah gitu, santai aja"

Winwin lagi lagi hanya mengangguk canggung lalu menatapku seolah menanti kalimatku selanjutnya.

" Tadi malam kamu sama yuta?"

Winwin mengangguk dengan pasti.

"Kamu tau yuta kenapa sampai dia kayak gitu?"

Kali ini pertanyaan ku membuat kening winwin berkerut. Tampaknya ia berfikir keras. Lalu kepalanya menggeleng pelan.

"Saya gak tau key, yang saya tau tadi malam tuan Nakamoto pergi ke rumah tuan besar. Saya dan taeyong hanya mengantar tidak ikut masuk. Saya gak tau apa yang terjadi"

Aku menganggukkan kepalaku mengerti.

"Makasih win"

Dan winwin hanya mengangguk dan kembali memakan makanannya.

.
.
.
.
.
.
.

Aku masuk ke kamarku dengan nampan berisi bubur dan segelas air serta obat penurun suhu badan di tanganku. Ku langkahkan kakiku menuju ranjang. Lalu ku letakkan nampan itu di nakas.

saat aku akan membangunkan yuta pria itu dengan tiba-tiba duduk. Nafasnya memburu dan keringatnya mengalir deras.

"Hey, yuta?"

Pria itu menatapku masih dengan nafas yang memburu. Ku usap kepalanya pelan berusaha menenangkannya

"Its ok. Breath yuta. No one gonna hurt you. Its ok."

Perlahan aku memeluknya dengan tetap mengusap kepalanya. Dapat ku rasakan yuta mulai membalas pelukanku. Nafasnya mulai stabil. Lalu beberapa detik setelahnya pria itu melepaskan pelukanku. Menatapku lekat.

"Sudah lebih baik?"

Dan pria itu hanya mengangguk pelan .

"Ayo makan"

Aku menyerahkan bubur serta sendok yang ada di nakas pada yuta yang segera di sambut baik oleh pria itu. Sesendok masuk ke dalam bibirnya lalu ia menatapku lagi begitu dalam.

"Thank you"

Aku mengerti ada yang ingin pria itu sampaikan namun kata itu tidak pernah terucap. Yang selanjutnya pria itu lakukan hanyalah memakan makanannya dengan perlahan.

Moonlight Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang