midnight healing

30 8 0
                                    

Ini sudah pukul dua belas malam lewat tiga puluh menit namun mataku masih setia menatap setiap lembar dari tulisan yang sedang ku baca. Bukan bacaan berat. Aku hanya membaca novel dengan cerita bertema mafia. Entahlah aku hanya sangat menyukainya. Seperti aku ingin sekali hidup dalam kisah itu. Aku ingin sekali memacu adrenalin ku begitu cepat hingga menciptakan rasa bahagia. Bukankah menyenangkan berada dalam sebuah buku? Kamu hanya perlu menikmati alurnya tanpa perlu takut akhirnya seperti apa. Karena hampir semua kisah akan berakhir bahagia. Jika tidak. Maka kisah itu belum berakhir.

"Kenapa belum tidur?"

Aku sedikit tersentak karena kalimat yang tiba-tiba muncul itu. Aku lalu menoleh kebelakang. Tampak yuta muncul dengan kemeja dan celana hitamnya. Jangan lupakan dasi yang sudah tidak beraturan dan jas yang berada di lengannya. Oh? Bahkan lengan kemejanya sudah pria itu singkap ke atas.

"Key?"

"Ah? Ya? Belum bisa tidur"

"Kenapa baca di meja makan? Tempat tidur lebih nyaman"

Kalimat itu yuta keluarkan seraya menuangkan air ke gelas yang berada di meja makan.

"Bosan di kamar. Kamu baru pulang kerja?"

"Hm"

Yuta lalu duduk di kursi di hadapanku dan mengambil sebuah apel yang tersedia di atas meja makan  memakannya tanpa di kupas atau di potong terlebih dahulu.

"Key"

"Iya?"

"Ayo obati saya. Saya butuh bantuan kamu"

"Eh?? Apa yang luka di mana?"

Yuta lalu tersenyum miring seraya menggigit apelnya. Pria itu lalu menunjuk kepalanya sendiri.

"Kepala saya sakit. Ayo jalan jalan"

Setelah itu tanpa menunggu jawabanku yuta menarik pergelangan tanganku lalu menyeret ku ke mobil.

Atap mobil dari  BMW seri 4 Convertable Itu sengaja yuta buka. Tepat setelah aku selesai memasang sabuk pengaman ku Yuta tanpa permisi menekan pedal gas mobil membuat angin tanpa permisi menerpa kami. Di tengah malam dengan kecepatan setinggi ini bersama yuta entah mengapa membuatku begitu bahagia.

Yuta semakin menambah kecepatannya membelah jalanan di tengah malam yang dingin ini. Ah? Bukannya tadi kepalanya yang sakit?

"Yuta?"

"Hm?"

"Biar saya yang nyetir"

Yuta tampak terkejut lalu menatapku sesaat. Namun pria tersenyum samar sekali setelahnya.

"Kamu bisa nyetir?"

"Bisa lah!"

Yuta lalu mengangguk dan menepikan mobilnya. Kami lalu bertukar posisi. Langsung saja ku injak pedal gas. Memang tidak setinggi kecepatan yuta tadi. Tapi bagiku ini sudah kecepatan tertinggi yang pernah ku tempuh.

" Ayo lebih cepat"

Suara yuta menyita atensiku. Aku hanya mengangguk lalu menginjak pedal gas lebih dalam. Jalanan begitu sepi malam ini. Entah kemana roda mobil ini berjalan, aku tidak peduli. Aku hanya mengikuti naluri ku untuk membahagiakan pria di sisiku.

"Lebih cepat key!"

Lagi suara itu begitu bahagia. Aku hanya menurut dan menambah kecepatan mobilku. Adrenalin ku semakin terpacu karena jujur saja aku tidak pernah melaju secepat ini. Sementara yuta di sisiku sudah berdiri di atas kursi menikmati angin yang menerpanya. Dapat ku lihat senyum lebar pria itu tercipta.

Di depan adalah lampu merah. Meski di tengah malam aku tetap berhenti. Akan berbahaya bukan melanggar lalu lintas apalagi di kecepatan setinggi ini?

Dapat ku lihat yuta duduk kembali lelu menatapku lekat. Aku lalu membalas menatap matanya.

"Ini namanya midnight healing. Kamu merasa lebih baik kan?"

Yuta tersenyum lalu mengangguk membalas pertanyaanku.

"Ayo pulang"

Pernyataan yuta membuatku mengangguk dan memutar arah untuk kembali ke rumah. Dengan kecepatan yang lebih rendah aku menyetir seraya menyandarkan tubuhku.

"Saya tau ini bukan urusan saya. Tapi apa kamu baik-baik aja?"

"Sekarang saya udah baik. Terimakasih untuk itu"

"Yuta"

"Hm?"

"Untuk apapun yang buat kamu sedih atau terluka semoga cepat berlalu"

"Saya gak mengingatkan itu. Saya lebih ingin apa yang pernah hilang kembali ke saya"

Aku hanya diam menatap pria itu dari samping sedangkan yuta menatap jalanan di hadapannya.

"Apa yang hilang?"

Yuta menatapku lekat lalu membuang nafasnya berat

"Kamu gak boleh tau."

Aku hanya bungkam setelahnya memilih membiarkan yuta dengan segala sesuatu yang berada di kepalanya.

Butuh waktu sekitar tiga puluh menit untuk sampai ke rumah. Dan dapat ku lihat yuta sudah tertidur di sisiku.

"Yuta? Bangun udah sampai"

Aku menepuk pelan pipinya yang sangat dingin.
Eh? Lagi. Aku merasa keadaan ini tidak asing. Aku seperti pernah mengalaminya??

Yuta lalu membuka matanya perlahan. Tatapan kami bertemu dalam jarak yang begitu dekat. 

"Yuta?"

"Hm?"

Suara serak yuta memasuki inderaku begitu jelas

"Siapa kamu? Kita pernah ketemu sebelumnya?"

Dengan mata sayu itu yuta tersenyum padaku. Tatapan matanya begitu tulus membuat jantungku berdegup kencang sekali. Mata itu aku seperti begitu merindukannya.

Cup!

Bibir yuta menyentuh bibirku secepat kilat membuatku terpaku pada tempatku.

Dan secepat kilat pula pria Nakamoto itu pergi dari tempatnya meninggalkan ku dengan jantung yang hampir meledak.

Moonlight Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang