Ini sudah hari kedua aku bangun. Semuanya tetap berada di sisiku seolah aku akan hilang jika berkedip. Di ruangan ini ada yuta, jaemin, yangyang, winwin serta Kun. Lalu mengenai taeyong, winwin bilang taeyong berhasil selamat, tapi keadaannya kritis.
Winwin belum berbicara apapun. Pria itu bilang nanti malam ia akan memberitahuku. Aku harus pulih dulu katanya. Dan mengetahui fakta bahwa dia juga adalah seorang dokter membuatku sedikit terkejut. Bagaimana tidak? Pria itu bilang ia adalah mata-mata. Jadi aku tidak berfikir dia juga merangkap sebagai dokter, karena hey bukannya keduanya begitu jauh terpisah?
Pintu ruangan ini terbuka menampilkan sesosok gadis muda seusia yangyang. Gadis itu tersenyum lalu mengangguk menatapku. Ah menyapaku? Aku hanya tersenyum membalasnya. Yuta sudah sejak tadi menatap gadis itu heran. Pria itu lalu berdiri dan menghampiri sang gadis.
Hug!
Oh?
Gadis itu. Memeluk yuta erat. Dan yuta justru tersenyum tampak tidak keberatan sama sekali. Yuta lalu menatapku dan terkekeh. Kenapa?
Pria itu mendekat dengan si gadis setelah melepas pelukannya. Tanpa percakapan apapun. Membuatku keheranan.
"Jangan marah baby. She is kirei. Bungsu Nakamoto."
Ah? Aku langsung tersenyum canggung. Memangnya aku tampak seperti orang yang akan marah ya?
Sedangkan gadis mungil yang sangat cantik itu menatapku malu-malu dari balik punggung yuta. Menggemaskan sekali."Kirei mau jenguk Kaka ipar. Hehe"
Suara gadis itu membuatku terkekeh. Manis sekali. Padahal ia sudah seusia dengan yangyang namun aku menatapnya seperti anak berumur lima tahun.
"Sini"
Suaraku membuatnya melangkah mendekat. Lalu duduk di tepi ranjang ku.
"Kalian belum makan kan? Di sini ada kirei jadi makan siang dulu sana!"
Bukannya mengusir. Hanya saja para pria ini sama sekali tidak makan sejak tadi malam. Dan ini sudah sore. Jadi aku sedikit khawatir.
"Tapi--"
"Nichan ga percaya sama aku?"
Pertanyaan kirei membuat yuta bungkam lalu mengangguk. Semuanya pergi dari sana. Mengisi perut mereka masing-masing.
Atensiku ku pusatkan pada kirei tepat saat pintu tertutup. Gadis itu lalu meletakan sebuket bunga di meja meja nakasku.
Deg!
Itu mawar hitam. Aku menatap kirei tidak mengerti.
"Kaka ipar mau jalan jalan?"
Aku mengerutkan dahiku heran. Bukannya itu tidak boleh?
Saat aku hendak menjawab Kirei menodongkan pistol ke arahku membuat mataku membola. Gadis itu tersenyum Setengah. Mirip sekali dengan yuta. Aku bukannya tidak takut. Hanya aku mengerti gadis itu ragu. Nyalinya pasti tidak begitu banyak.
Aku menurunkan pistol itu ke bawah. Menatap kirei yang tidak protes. Wajahnya tampak berfikir. Lalu detik setelahnya, gadis itu kembali mengangkat senjatanya Rautnya menjadi keras. Tidak lagi ragu. Aku segera menghindar. Berusaha menendang gadis yang sedang duduk itu.
Dor!
Tembakan nya mengarah ke sisi kananku. Sengaja meleset. Peringatan.
"Diam Kaka ipar!"
Gadis itu menahan kakiku. Namun tanganku yang terhubung infus ku gunakan untuk menggeser tiang sekencang mungkin hingga Tiang itu ambruk mengenai kepala kirei yang masih sibuk dengan kakiku. Sebenarnya lukaku sakit. Namun mau bagaimana?
Kirei mengeram marah. Gadis itu menyeret kakiku membuatku jatuh ke lantai dengan ringisan keras. Aku berusaha bangkit namun gadis itu menendang kepalaku. Membuatku pening setengah mati. Lagi aku masih berusaha menghindar namun gadis itu menjambak rambutku dan menodongkan senjatanya padaku. Tepat di kepalaku. Nafasku memburu. Namun gadis itu sama sekali tidak gentar.
"Maaf"
Adalah kata yang terakhir ku dengar sebelum aku merasa sebuah jarum masuk ke leherku.
Beberapa detik setelahnya. Semuanya gelap.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Author POV.
Yuta bukannya tidak tahu apa yang terjadi di dalam sana. Namun lihatlah kini Johnny menghadangnya. Dengan pasukan yang begitu banyak. Membuat yuta tidak mampu menggapai keyra. Yuta mengeram rendah. Pria itu benar-benar tidak bisa mempercayai siapapun saat ini. Seluruh keluarganya menghianatinya.
"Berhenti"
Perintah Jonny setelah mendengar instruksi dari seseorang melalui earpice nya. Lalu setelahnya seluruh pasukannya keluar dari cafe yang sudah hancur itu. Bagaimana tidak? Cafe ini hampir menjadi Medan perang 70 melawan 5. Sangat tidak seimbang namun hebatnya lima orang itu tidak terluka parah.
Yuta berlari, hendak menerjang Johnny namun Johnny segera menghindar. Sedangkan bodyguard pria itu mulai mendorngkan senjatanya hendak kembali berperang.
Kali ini Johnny yang menerjang Yuta. Mereka bergelut namun tidak ada yang mengganggunya. Entah karena tidak ada perintah atau memang memberi kesempatan keduanya untuk menyelesaikan Masalahnya.
"Gudang Utara. Tolong yuta"
Bisikan Johnny yang sangat pelan itu terdengar di telinga yuta yang kini berada di bawah Johnny. Johnny lalu memukul yuta dengan membabi buta. Sedangkan pria Nakamoto itu sudah menutup matanya. Membuat Johnny menyingkir.
Kun segera berlari menghampiri yuta. Sejak tadi semuanya ingin menolong pria Nakamoto itu namun di tahan oleh winwin. Winwin mengerti, yuta tidak akan kalah atau menyerah semudah itu. Ada sesuatu. Winwin juga mengerti, Johnny bukan orang yang suka turun untuk mengotori tangannya. Pria itu enggan. Maka lagi. Pasti ada sesuatu.
Pasukan Johnny keluar dari cafe yang sudah sepi dan berantakan itu. Sedangkan Kun memeriksa yuta. Yuta membuka matanya secara tiba-tiba membuat Kun terpekik dan duduk. Yuta lalu duduk. Dan pria itu menatap yangyang dalam.
"Siapkan pasukan"
.
.
.
.
.
.
.Keyra POV
Aku membuka mataku perlahan. Menyesuaikan cahaya yang masuk. Ruangan ini redup. Aku lalu menatap seseorang di hadapanku.
Johnny dan kirei.
Aku hanya menatap keduanya tidak mengerti. Lalu setelahnya aku menatap ke sekeliling ruangan. Di sana seseorang sedang merokok. Dengan jas putih dan celana senada.
Ayah yuta di sana. Menatapku dengan senyuman setengahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight
Fanfictionyuta bilang, cahayaku berpendar terang. menyelamatkan nya dari banyak hal terutama sesuatu di dalam gelap. tapi yuta salah. bukan aku yang menyelamatkan nya . ia yang membuatku berpendar. Romance - drama - crime