Sheet 17

41 14 0
                                    

Sephia merebahkan tubuh di kasurnya yang empuk. Kaos olahraga yang masih ia kenakan, kaos kaki yang masih menempel di kakinya, tak lupa dengan wajah lelah yang tetap cantik.

Ia baru saja pulang dari bazar yang membosankan itu. Tentunya karena kehadiran Radea, gadis cantik—tapi, Sephia lebih cantik—yang berhasil mengalihkan perhatian Septyan sepenuhnya.

Drrtt

Ia merasa ponselnya bergetar. Ia lantas mengambil benda tersebut dari saku celana yang ia pakai. Setelah ia menyalakannya, chat dari Septyan berada di beranda paling atas.

Ia pun membuka pesan dari lelaki itu.

Ulet Sadboy

sep, gue dapet nomor cewek tadi.
ahh gue seneng banget bisa pdkt

Sephia dengan cepat mengetik balasan untuk lelaki itu.

siapa? raden?

radea, bukan raden

terserah

gue mau nembak dia, do'ain lancar

hihh, lo kira mau nikahan pake do'a
segala

anggap aja gitu, lo gak kasian apa,
gue ditolak mulu sama cewek

serah dehh, yang bentar lagi gak jomblo,
yang bentar lagi gak jadi sadboy

lo juga buruan cari pacar makanya

boro-boro cari pacar, digombalin
dikit aja gue langsung mikir, dia gitu
gak cuma ke gue doang

lah lo masih mending, gue aja pernah
dighosting, abis dibaperin malah
ditinggalin

adu nasib bos?

Di sebrang sana, Septyan terkekeh membaca balasan dari Sephia. Hatinya berbunga-bunga, ia menyukai Radea sejak awal ia menatap gadis itu. Ia sangat berharap Radea menerima cintanya.

Jika Septyan tersenyum, Sephia justru menghela napas dan mematikan ponselnya. Ia juga tak tahu mengapa dirinya jadi segalau ini?

Apakah ia mencintai Septyan? Ah! Tidak! Itu hal yang bodoh.

"Oke, Sep! Lo gak boleh suka sama Septyan! Oke! Oke, jangan.suka.Septyan!"

***

Hari telah berganti. Pagi ini, Sephia telah siap dengan seragamnya. Tak ada libur ujian tengah semester, hanya ada jam kosong untuk dinikmati para murid, itupun jika mereka tidak disuruh untuk bersih-bersih atau membantu guru mengoreksi jawaban ujian yang lalu.

Sephia berjalan ke meja makan seraya menatap sekelilingnya. Hanya ada sang papa di meja makan.

"Mama mana, Pa?" Sephia bertanya seraya menarik kursi makannya. Di meja makan, sudah tersedia berbagai macam lauk pauk yang menggoda selera.

Brama yang tengah makan, akhirnya menghentikan kegiatannya, kemudian menatap Sephia dengan tajam. Pria itu berdecak.

"Tidak perlu sok polos kamu! Sejak kemarin Elena pergi, mungkin wanita itu kabur! Kenapa kamu tidak mencegah Elena? Kamu mau celaka, hah?!"

Peluka(n) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang