Siang ini cahaya matahari membakar kulit secara terang-terangan. Asap kendaraan membabat habis jalanan kota. Beberapa pedagang mulai membereskan dagangannya dan bersiap untuk pulang, beristirahat sejenak.
Namun, suasana di luar tak sepanas suasana di dalam rumah Sephia sekarang. Gadis itu tengah berusaha melerai pertengkaran kedua orang tuanya. Padahal hanya masalah kecil saja, mereka sudah bertengkar hebat.
"Sudah saya bilang, kan, jangan sekali-kali kamu keluar dari rumah ini!" sentak Brama.
"Aku capek, Mas!" balas Elena tak kuasa.
"Kamu sudah berani, ya, melawan saya!" Brama mengangkat tangannya, hampir memukul Elena. Namun, Sephia dengan sigap menahannya.
"Mama, Papa, udah! Aku capek harus ngelerai kalian setiap hari. Aku sedih liat kalian berantem!" ujar Sephia sembari memegangi tangan Brama yang terhenti di udara.
Brama berdecih. "Salahkan Mama kamu! Dia melanggar perintah saya!"
Sephia terisak. "Mama kaya gitu juga karena Papa. Mama itu istri Papa, jangan buat Mama kaya budak!" tutur Sephia yang nadanya naik beberapa oktaf.
Sementara itu, Elena menangis tanpa suara, wanita itu menjatuhkan dirinya sendiri. Ia terduduk sambil sesegukan.
"Sudah berapa kali saya bilang, kamu jangan ikut campur!" Brama menyentak tangannya kemudian mendorong tubuh Sephia.
Bruk
Sephia sontak terjatuh, tubuh kecilnya menghantam lantai yang dingin. Para asisten rumah tangga di sana tak berani melerai, Mbok Endang juga sama.
Sebenarnya Mbok Endang berniat menolong, namun jika teringat kejadian setahun lalu, membuat wanita tua itu jadi takut. Setahun lalu, Mbok Endang pernah masuk rumah sakit karena berusaha menghentikan Brama.
Hari itu, kamar orang tua Sephia dipenuhi sentakan Brama yang menggema, diiringi teriakan Elena yang meminta ampun. Mbok Endang yang tak tega mendengar tangisan Elena pun menggedor pintu kamar dan meminta tuannya untuk berhenti.
Beberapa saat kemudian, suaranya memang berhenti, namun nahas, Mbok Endang turut jadi sasaran amukan Brama. Mbok Endang didorong hingga terjatuh, kepalanya terantuk sudut meja dan berdarah, mengharuskan wanita tua itu dibawa ke rumah sakit.
"Ceraikan aku, Mas!" Elena meminta dengan suara membentak.
"Mama!"
"Tidak!"
Teriakan dari Sephia dan Brama membalas ucapan Elena.
"Saya tidak akan menceraikan kamu!" Brama menunjuk Elena dengan sadis. "Sampai kapanpun!"
"Saya akan bikin kamu menderita, termasuk anak ini juga!" lanjut Brama sembari menunjuk Sephia. Setelah mengatakan itu, Brama berlalu meninggalkan tempat itu.
"Mama ...." Sephia memanggil Elena lirih, namun wanita itu terdiam membisu.
Keadaan rumah ini benar-benar semakin buruk. Pertengkaran itu semakin sering terjadi, tanpa memikirkan perasaan Sephia. Dan Sephia sendiri tak tahu harus bicara pada siapa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peluka(n) [END]
Teen Fiction-Pelukan dari sang penggores luka paling dalam- *** Di mata orang, Sephia dan Septyan itu berbeda. Sephia dianggap sebagai gadis yang beruntung, padahal gadis itu sedang berusaha mengembalikan keharmonisan keluarganya. Sementara Septyan, hidupnya ta...