"Ngapain ke sini?" tanya Sephia malas. Pasalnya, gadis itu lapar, namun malah ditarik Septyan ke tempat asing seperti ini.
"Gak ngapa-ngapain," balas Septyan.
Sephia berdecak. Gadis itu berbalik, kemudian melangkahkan kaki hendak turun dari rooftop gedung tua yang kini mereka pijak.
Septyan lagi-lagi menahannya. "Nanti dulu, lo belum liat ini." Septyan menarik tangan Sephia ke pinggir, kemudian mengajaknya untuk duduk. "Ini tempat favorite gue."
"Duduk," ucap Septyan. Sephia memutar bola matanya malas. "Gak guna di sini," gumam gadis itu.
Septyan berdecak. "Liat dulu." Lelaki itu menunjuk langit yang tengah bertabur bintang dan sebuah bulan setengah yang menggantung di tengahnya.
Sephia kagum, matanya berkaca melihat itu. Ini pertama kalinya ia melihat bintang seindah itu. Di atas sebuah gedung tua, di atas jalanan kota dengan lampu yang tampak temaram.
"Cantik," gumam Sephia tanpa sadar.
"Gak kaya lo," balas Septyan asal.
"Heh, mulut lo!" Septyan terkekeh membalasnya.
"Jadi gimana? Lo masih sedih?" tanya Septyan.
Sephia diam, menatap Septyan sejenak, lalu menunduk dan berkata, "Lo tau dari mana gue lagi sedih?"
Yang ditanya justru terkekeh. "Gue ini udah khatam kalo soal yang sedih-sedih."
"Dih, sad boy!"
"Kan, lo juga sad girl."
Sephia menghela napas kasar. Gadis itu merogoh tas slempangnya. Diambilnya sebuah—ralat—dua buah benda dari sana. Sebungkus rokok lengkap dengan pematiknya.
Sephia menatap benda tersebut sejenak, sebelum akhirnya mengambil satu batang, kemudian mengapitkan ujungnya di mulut. Sephia siap mengangkat tangannya untuk menyalakan pematik dan membakar ujung lain dari rokok itu.
"Heh! Lo apa-apaan, sih?!" Septyan menepis korek api di tangan Sephia dengan tiba-tiba, hingga si empunya tersentak kaget.
Septyan menatap Sephia tajam. Lelaki itu menarik batang rokok yang digigit oleh Sephia lalu melemparnya ke sembarang tempat.
"Kok dibuang, sih?!" protes Sephia sebal.
"Harusnya gue yang nanya, kenapa lo ngerokok!" jawab Septyan emosi. Untung saja ia sempat mengalihkan pandangan ke Sephia saat tengah fokus menatap bintang-bintang.
"Kenapa? Salah?" tanya Sephia cuek. Gadis itu memutar mata, belagak seperti bad girl yang nakal.
Septyan berdecak. "Lo itu cewek, Sep."
"Emang kenapa kalo cewek?"
"Kesehatan lo itu penting. Suatu saat, lo bakal jadi ibu, gak mungkin lo kaya gini! Sekarang gue tanya, sejak kapan lo ngerokok?" Septyan menatap gadis di depannya dengan intens. Yang ditatap pun mengalihkan tatapan ke bungkus rokok yang ada di genggamannya.
"Jawab, Sep! Sejak kapan lo konsumsi benda itu?!" sentak Septyan. "Jawab! Lo punya mulut, kan?" Emosi lelaki itu memuncak.
"Ini pertama kalinya, dan gue ngelakuin ini karena gue capek!" Sephia membentak balik Septyan. "Gue capek, dan lo gak pernah tau rasanya!" sambungnya dengan suara yang bergetar. Sebentar lagi air matanya siap meluncur.
Mendengar itu, Septyan terkejut bukan main. Lelaki itu mengacak rambutnya frustasi. Ia tak menyangka, gadis cengeng seperti Sephia bisa merokok. Ini benar-benar diluar dugaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peluka(n) [END]
Teen Fiction-Pelukan dari sang penggores luka paling dalam- *** Di mata orang, Sephia dan Septyan itu berbeda. Sephia dianggap sebagai gadis yang beruntung, padahal gadis itu sedang berusaha mengembalikan keharmonisan keluarganya. Sementara Septyan, hidupnya ta...