Prolog

59.3K 5.1K 132
                                    

Halo, terima kasih karena mampir di cerita ini! (๑・ω-)~♥

Setiap bagian dari cerita ini saya tulis karena memiliki alasan saya tersendiri, jadi jika merasa kurang cocok, tolong tinggalkan tanpa memberi komentar buruk, okay? Saya menerima saran, tapi komentar buruk sangat mempengaruhi mood menulis saya. Jadi tolong, mari saling menghargai!🙋

Dan untuk yang merasa nyaman dengan cerita ini kemudian menetap, terima kasih banyak atas dukungannya♡

.
.
.
.
.

Selamat membaca🌻
.
.
.
.

Alejandro Louis De Alger, sosok pria yang saat ini tengah menyeret kasar tunangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alejandro Louis De Alger, sosok pria yang saat ini tengah menyeret kasar tunangannya. Seluruh indranya seolah mati rasa terbakar amarah.

Rahang kokoh mengetat hingga urat pelipisnya mencuat jelas. Manik merah yang menatap tajam siapapun di hadapannya.

"Yang Mulia, tolong dengarkan penjelasan saya... Ini tidak seperti yang anda pikir-akh!"

Pria itu menulikan pendengarannya tatkala jeritan pilu menenuhi koridor istana. Masa bodoh dengan sang tunangan, Louis semakin mengeratkan cengkramannya sebagai bentuk pelampiasan-berharap wanita menjijikkan itu mati karena pembuluh nadinya meledak.

Bertingkah layaknya monster, Louis mendobrak pintu kokoh aula istana. Tidak ada yang berani mengeluarkan protes, menatapnya saja tidak.

Seluruh bangsawan yang memenuhi aula dansa itu memundurkan langkah sesuai insting. Merasa jika sedikit saja menghalangi sang dewa kematian, nyawanya akan melayang dalam hitungan detik.

"Hiks... Hiks... Yang Mulia!"

Tunangan mungilnya terus menangis, meronta-ronta. Samar-samar tangan gadis itu membiru dan berakhir kaku. Irish Dé Eustacio, gadis malang yang kini menjadi pusat perhatian dengan berbagai macam pandangan.

BRUUUKK...

Irish jatuh terduduk di hadapan sang ayah-Louis sengaja melempar kasar dirinya. Suara tulang bergesek membuat gadis itu menggigit bibir kuat-kuat, sepatu hak tinggi adalah pelaku pergelangannya terkilir.

Tidak ada satupun yang membuka suara, ruangan luas berkilau emas sebagai pelengkap dinding itu dipenuhi keheningan mencekam.

Louis menarik pedangnya, menempelkan ujung benda tajam itu di leher Irish.

"Louis!"

Louis mengangkat telapak tangannya-tanda perintah agar sang kaisar yang tidak lain adalah ayah kandungnya untuk bungkam.

Persetan dengan etiket, otaknya sudah terlalu gila untuk memikirkan hal lain. Keinginannya hanya satu, menyingkirkan wanita menjijikkan itu dari pandangan.

"Duke Cael Dé Eustacio, sepertinya putrimu telah hidup terlalu lama sampai berani berselingkuh di belakangku."

Bisikan-bisikan samar terdengar dari mulut ke mulut. Setiap insan yang menjadi saksi itu sama sekali tidak peduli dengan air mata pedih sang gadis.

"Tidak!!! Ayah, aku berani bersumpah!! Aku sama sekali tidak melakukannya. Ini semua salah paham, aku bisa menjelaskannya." Irish menyeret tubuhnya dengan paksa agar dapat meraih kaki sang ayah.

Hatinya hancur saat pria bertubuh tegap itu membuang muka bagai merasa jijik atas kehadirannya. Dengungan asing memenuhi pendengaran, Irish pikir dunianya telah hilang tak bersisa. Cahaya samar yang semula menjadi harapan kini padam meninggalkan kegelapan tak berujung.

"Saya akan memberimu dua pilihan." suara tegas sarat kemarahan itu menggema dari ujung ke ujung ruangan.

".....Yes, please continue, His Highness."

"Pilih, akankah lebih baik untuk langsung mengeksekusi putrimu, saat ini, di ruangan ini dengan setiap mata sebagai saksi-"

Louis menjeda kalimatnya, kian menekan pinggiran tajam pedang hingga darah mengalir pelan di sepanjang leher Irish. "Atau anda ingin saya masukkan putri anda ke dalam penjara dan tidak memberi setetes air dan secuil makanan pun?"

"Alejandro Louis, hentikan semuanya. Sebenarnya apa yang kau lakukan-"

Alis Louis berkerut dalam. "Ayah, meskipun anda adalah seorang kaisar, ini adalah perihal hidup saya. Anda yang telah menyusun pertunangan politik ini, dan lihat bagaimana akhirnya!"

Pria dengan mahkota kaisar itu menghela napas pasrah dan memilih mengikuti alur yang putranya ingin.

"Eksekusi dia."

Dua kalimat singkat meluncur dengan ringan bagai tak memiliki makna.

Louis mengangguk, menatap rendah sang gadis bak bakteri pengganggu. "Kata-kata terakhir?"

Irish melirik riak penuh kebencian tunangannya dari sudut mata kemudian beralih perlahan menyorot sang ayah dengan lembut.

Meski hatinya tercubit dan tersayat, tidak masalah, gadis itu telah terbiasa. Bekas luka yang tidak pernah tertutup-semuanya terus terbuka tiada henti sampai Irish terbiasa dan mati rasa.

Harapan terbesarnya hanya satu, tapi tampaknya ia terlalu serakah hingga akhir hayat di hadapan mata pun sama sekali tidak terwujud.

Senyum tipis terpatri di bibirnya yang bergetar, Irish menatap ayahnya penuh kasih seolah melupakan pria itulah yang baru saja memilih untuk membuatnya di eksekusi.

"Ayah, aku sungguh menyayangimu."

Pekikan tertahan terdengar dari beberapa sudut ruangan seiring darah mengucur deras dari leher tanpa kepala yang tergeletak naas di lantai.

Louis yang terlalu dikuasai amarah, sang kaisar yang tidak ingin melihat apapun, Ayah Irish yang memilih pergi dari tempat-semua orang sibuk dengan keterkejutan masing-masing ...

Hingga tidak menyadari senyum puas dari kedua orang yang menonton di kejauhan.

"What a silly girl~"

Aku bakal mengapresiasi banget kalo ada yang mau kasih saran atau koreksian╰(*'︶'*)╯

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aku bakal mengapresiasi banget kalo ada yang mau kasih saran atau koreksian╰(*'︶'*)╯

Cerita ini masih banyak yang kurang mulus, jadi tolong jangan diplagiat. Kalo masih aja diplagiat, sini kukasih semen itu tangannya *hehe.

Raya Casani, 5 Mei 2021.

Her Pathetic FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang