40

4.6K 576 76
                                    

☠☠☠

“Ibu sebenarnya tidak berani menyimpulkan, karena ibu bukan spesialis di bidang ini. Tapi ada baiknya kau memeriksakan diri ke rumah sakit atau klinik terdekat. Hanya untuk memastikan bahwa kau baik-baik saja. Lagipula kalaupun ada penyakit setidaknya bisa diobati sejak awal,” kata Yoona pada pemuda cantik didepannya.

Doyoung membawa Taeyong ke UKS saja karena ia rasa itu adalah alternatif yang paling dekat. Ia hanya sudah terlalu khawatir dengan kondisi Taeyong yang sangat pucat. Jadi dia berharap Im-sonsengnim bisa sedikit membantu.

Akan tetapi Yoona sendiri justru tidak berani asal menyimpulkan. Seperti yang ia katakan ia bukanlah spesialis dari gejala yang dialami Taeyong, selain itu ia juga tidak mau membuat Taeyong lebih cemas lagi, karena jika gejala yang sudah ditunjukkan sesuai dengan dugaan Yoona, maka itu akan lebih mengancam kesehatan Taeyong lagi.

Alasan lain juga muncul karena Yoona tidak mau menjadi oknum yang disalahkan apabila ada kabar memalukan yang beredar di sekolah tentang si murid yang ia bantu periksa.

Setelah selesai mendengar penjelasan Yoona, Doyoung dan Taeyong keluar. Keduanya sama sekali belum mengerti dengan inti perkataan Yoona, selain menyuruh Taeyong ke rumah sakit.

“Apa mau ku temani periksa, Tae?”

Taeyong terperangah. “Ah? Um.. tidak usah. Aku akan pergi sendiri saja,” Taeyong tersenyum tipis lalu kembali bergelut dengan pikirannya. Memangnya, apa hal terburuk yang akan ia alami dengan gejala yang dimilikinya saat ini sampai Yoona pun enggan memberitahunya?

☠☠☠

HOURS AGO...

Sementara Doyoung hanya kurun waktu beberapa detik setelah kepergian Taeyong ia juga mengumpulkan jawaban dan segera menyusul. Dan saat ini menunggu didepan bilik pintu yang dimasuki Taeyong dengan perasaan cemas.

Menyeka bibir, Taeyong keluar dan sedikit tertegun dengan kehadiran Doyoung yang entah sejak kapan sudah berdiri disana.

Lama Doyoung mengamati wajah pucat Taeyong dan kondisinya pagi ini sebelum kemudian bertanya.

“Kau...”

Doyoung mengulum bibirnya.  Ia ragu untuk bertanya secara frontal tentang apa yang dipikirkannya saat ini. Apalagi yang dia tanya ini adalah Taeyong; si polos yang naif.

“Kau.. mau tanya pada Im-sonsengnim tidak? Soal kondisimu, ku pikir dia bisa membantu,” saran Doyoung.

☠☠☠

Dan bermula dari saran itu, Taeyong pun akhirnya mendapatkan secarik kertas yang menjadi jawaban atas gejalanya. Ia sudah menelpon Jaehyun beberapa kali sekeluarnya dari rumah sakit. Namun tidak dijawab. Ia juga sudah ke penthouse Jaehyun namun tak ada pria itu disana. Oleh karena itu ia pergi ke suatu tempat sekarang. Tempat dimana ia dan Jaehyun pertama kali bertemu.

Taeyong pergi sendiri memeriksakan diri. Ya, ia tak mau membebani pikiran sang eomma dan membuatnya mengira Taeyong punya penyakit yang serius.

Um, Nona.”

“Ya? Ada yang bisa diban— Oh, hai. Bukankah kau yang kemarin mengantar pizza?” tanya Irene ramah. Yang ditanyai hanya tersenyum tipis. “Aku tidak diberitahu kalau ada yang memesan pizza,” ucap wanita yang memiliki visual bak dewi surga itu.

Lagi-lagi Taeyong hanya bisa tersenyum kaku. “Aku mau bertemu dengan Jaehyun hyung kalau boleh?  ,”

Ermm.. apa sudah buat janji?”

“Tadi aku sudah menelponnya, tapi tidak diangkat.”

Ohh.. Mungkin karena mereka sedang ada rapat penting. Sebentar ya, aku coba hubungi dulu,” Irene mencoba terhubung dengan nomor ponsel Jaehyun melalui telpon kabel dimejanya, dan memang tidak berhasil. Irene beralih menelpon nomor lain.

Cukup lama ia menempelkan gagang telpon pada telinganya dan hanya mendengar suara ‘toot toot’ yang tak ada habisnya. Lalu kemudian, panggilannyapun terjawab.

“Halo, Tuan Seo. Maaf mengganggu. Aku sebenarnya ingin bicara kepada Tuan Jung tetapi aku tidak bisa menghubunginya. Aku hanya ingin memberitahu ada tamu yang ingin bertemu dengannya. Namanya—“ Irene bertanya pada Taeyong dengan hanya gerakan bibir dan tanpa suara. “Lee Taeyong,” lanjutnya setelah mendapat jawaban dari Taeyong. “Baik. Terima kasih,”

Setelah pembicaraan selesai, Irene menutup telpon dan memberitahu Taeyong.

“Tuan Jung Jaehyun bilang Anda boleh langsung naik ke atas. Mereka sudah selesai rapat,”

Taeyong sedikit membungkuk. “Terima kasih,”

☠☠☠

Pintu lift terbuka dan membawa Taeyong ke lantai yang dituju. Ruangan tempat Jaehyun rapat berada tepat didepan lift tersebut.

Jaehyun beranjak dari duduknya dan menghampiri Taeyong begitu melihat remaja cantik itu didepan pintu.

“Taeyongie. Bagaimana ujianmu?”

Selama masa ujian Taeyong, Jaehyun memang tak menelpon karena ia takut mengganggu konsentrasi Taeyong. Selain itu Jaehyun dan timnya akhir-akhir ini juga disibukkan dengan rencana penting.

“Semuanya.. berjalan baik,” jawab Taeyong sebisanya. “Umm.. Hyung, ada sesuatu.. yang ingin ku katakan padamu,”

“Aku juga. Kebetulan sekali kau datang kesini,”

“Nomor telfonmu tidak bisa dihubungi,” adu Taeyong singkat. Ia benar-benar takut untuk bertanya pada Jaehyun tentang tujuannya datang saat ini.

“Oh.. Iya, aku membisukannya selama rapat. Maaf ya,”

Taeyong mengangguk mengerti.

“Jadi tadi kau ingin bicara apa?”

Eng..” Taeyong mencubit-cubit celana dibagian pahanya. Ia benar-benar belum siap dengan reaksi apapun yang akan ditunjukkan Jaehyun. Tapi Taeyong tidak punya pilihan lain, Jaehyun satu-satunya orang yang bisa ‘membantunya’ saat ini.

Jaehyun mengangkat sebelah alisnya, menunggu. “Hm?”

Euh.. hyung duluan saja. Tadi juga ingin mengatakan sesuatu kan?”

Jaehyun mengangguk. “Iya.” Kedua matanya mendelik ke sekitar dengan gugup. “Umm.. begini, Taeyongie. Aku tidak bermaksud menyakitimu atau apa, tapi dalam waktu dekat ini sepertinya kita tidak usah bertemu dulu,”




Tbc

[2020.09.22 00:12]

《END》Devil With Love☠[JaeYong]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang