17🍁

59 10 0
                                    

Gua juga mau bahagia
-Arra-

Arra menatap bayangan dirinya yang berantakan di cermin kamar mandi sekolah. Sedari tadi air matanya tak berhenti menetes. Bersyukur keadaan sekolah sudah sangat sepi jadi ia bisa dengan leluasa mengambil alih kamar mandi menjadi sarana untuknya menangis.

"Apa gue emang ga pantes buat hidup?."

"Apa gue gak pantes bahagia?."

"Apa gue ?? Gue gak gunaaaa Arkhhhhhhh."

Arra terus melontarkan kalimat tanya yang tertuju pada dirinya sendiri. Sambil meremat roknya dan satu tangannya memegang dadanya dan sesekali memukul mukulnya karena terasa sesak.

"Kenapa semua orang bisa bahagia ?? Dan kenapa gua enggakkk."

Tiba tiba seorang keluar dari salah satu bilik kamar mandi dan berkata.

"Karna lo itu biang masalah Arraa. Lo gak pantes bahagiaa. Lo tu cuma benalu tau gak ??."

Arra mencoba menenangkan hatinya jelas sakit. Sakit menerima kenyataan jikalau ia memang tak bisa mendapatkan kebahagiaan.

Seseorang bernama indah itu pun keluar kamar mandi dengan senyuman miring terpampang di bibirnya.

Arra terdiam. Mencoba mencerna perkataan indah lekat lekat. Tak lama air matanya kian membanjiri pipinya , pandangannya hitam dan tak lama Arra pun pingsan.

***

"Gu gue dimana??."

"Lo dirumah gue."

"Kak fa-faren ??."

"Tadi wajtu gua piket sekolah gak sengaja nemuin lo di depan kamar mandi."

"Luar kamar mandi??."

"I-iyaa."

"Ba-baju gue??."

"Mbok ti yg gantiin dan kenapa seragam lo tadi bentakan??."

Pertanyaan faren tak mendapat jawaban dari Arra. Arra menatap pintu yang mengarah ke dapur dengan tatapan kosong. Ia kalut dengan fikirannya. Memikirkan tentang siapa yg mengeluarkannya dari toilet dan berantakin seragamnya.

***
Pukul satu malam ia baru sampai di depan rumahnya. Ia berjalan menyeret dengan tas punggung yang ia jinjing di tangan kanan.

"Dari mana aja kamu haa jam segini baru pulang?? Kamu itu perempuan Arraaaa."

"Bu-bunda."

"Lihaatt jam berapaa Arraaaa jam berapa." Claudia menarik rambut dan menengokan paksa kepala Arra kearah jam dinding yang tak jauh dari Arra berada.

"Sa-sakit bun. Lepasin maafin Arraa."

"Kamu itu perempuan Arraaa. Gak punya harga diri kamu haa jam segini baru pulang. Kayak anak gak bener."

"Kalo aku anak gak bener terus bunda apaa?."

Plaaakkkk.

"Maksut kamu apaa??? Kamu ngatain bunda wanita gak bener iyaaa??."

"Eng-enggak git."

"Denger yaa kalo bukan bunda yang lahirin kamu. Kamu gak akan berada disini Arraaa."

"Kalau Arra bisa milih. Arra lebih milih gak dilahirin ke dunia bun."

Arra berlari menuju kamarnya dan menutup pintu sekeras kerasnya hingga suara pintu itu menggema keseluruh sudut ruangan.

***
Pagi yang cerah untuk hari yang indah. Begitulah pikir Arra sekarang. Kini ia sedang bersiap siap menuju kesekolah. Ia mengikat dasi yang sedari tadi tersampir di kerah bajunya.

Arra berangkat tanpa berpamitan kepada bunda serta arya. Ia mengendap endap melalui pintu utama tanpa menoleh ke dapur lalu mengambil sepedahnya di garasi dan mulai mengayuhnya pelan pelan.

"Selamat pagi pak mansuur."

"Pagi neng Arra."

Arra memarkirkan sepedanya di sebelah sebuah mobil berwarna putih yang ia tau itu adalah mobil Dhamar.
Sedari tadi ia menyaksikan tatapan aneh dari orang sekitarnya. Ya memang itu sudah biasanya namun ini lebih dari biasanya.

"Ehh Arra sama gua aja yuk."

"Body lo oke juga."

"Gila sihhh ." Ucap segerombol cowo yang berada di parkiran.

Plakkkkk.

"Ngomong apaan sih kalian."  Balas Arra.

"Dihhh marah."

Arra berjalan tanpa memperdulikan perkataan mereka.
Namun sepanjang jalan menuju kelasnya ia selalu mendengar bisikan bisikan tentangnya.

"Gila sih bodynya yahut juga."

"Wihhhh gilaaa."

Arra mendekati sunber suara itu dengan penuh rasa penasarannya. Dan ia seketika melempar ponsel milik salah satu orang yang ia dekati.

"Lo apa apaan sih haa??."

"Lo yang apa apaan. Dapat dari mana lo ??."

"Eheee lo ga perlu tauu mending ntar malem nglubing bareng kita ya."

Plakkkkk. Arra menampar siswa bernama raka yang sedari tadi menyinggung perasaannya.

Arra berlari tanpa arah tujuan keluar dari sekolah. Air matanya tak berhenti menetes sedari tadi. Malu , rapuh , sakit , merasa ternodai dan rasa penyesalan terhadap dirinya sendiri. Kini ia sedang berada di sebuah danau tak jauh dari sekolahnya. Di bawah pohon yang cukup rindang. Ia menekuk lututnya dan menelungkupkan kepalanya.

Arra masih terisak. Hidupnya hancur sehancur hancurnya. Namun ia masih sanggup berdiri dengan kakinya sendiri tanpa ada keinginan bunuh diri. Kalau author jadi Arra sih udah diem diri di tengah rel kereta api mungkin.

Drtttt drtttt drtttttt drtttt. Ia mengambil sebuah ponsel yang bergetar dari dalam sakunya. Terlihat nama Raya dalam beranda whatsapp milik Arra. Arra tak mengindahkan telfon dari Raya. Namun jari jemarinya mengarah pada aplikasi sosial medianya yang lain. Yang tidak lain tidak bukan adalah aplikasi instagram.

Tubuh Arra bergetar hebat saat menemukan video dirinya bugil tersebar di beranda pencarian. Ia melampar handphone-nya kesembarang arah dan untungnya belum sampai tercebur kedalam danau.

Arra kembali terisak. Hingga dadanya terasa sesak dan kesulitan bernafas. Ia mencoba menenangkan dirinya namun video yang ia temukan tadi makin membuat dirinya hancur.

Tanpa sadar Arra melihat sebuah pecahan kaca dekat danau. Ia segera mengambilnya dan merematnya hingga patah menjadi dua dengan terbalur oleh darah yang keluar dari telapak tangannya.

***

"Ehh Rayaa si cupu kemana??."

"Gak masuk."

"Ahh ga seru nih."

"Eh sell tadi pagi gua liat dia lari keluar gerbang lagi sambil nangis pula." Ucap salah satu siswi di kelas itu.

introvertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang