Gue bukan besi. Gue gak sekuat dia.
Gue hanya kapas yang di balut kayu.
Terlihat kokoh tapi kenyataannya
Rapuh.
-Arra-"Dham ikut gue sebentar." Ajak Azra dengan menarik lengan Dhamar yang berada di basecamp THIERS.
"Kemana sih?."
"Gue yakin cuma lo yang bisa nenangin Arra."
"Apaan sih! Apa sih maksut lo." Jawab Dhamar dengan nada sedikit meninggi.
"Arra butuh lo Dham. Dia mau loncat dari atas jembatan."
"Hahahaha. Biarin aja lah. Gak ada urusannya sama gue anjir.malah bersyukur gue malahan kalo dia bener bener loncat dan mati." Jawab Dhamar enteng sambil tawa yang meremehkan.
"Please Dham gue mohon."
"Ogah."
"Dham asal lo tau. Dia pernah regangin nyawa dia buat manusia bajingan kayak lo." Bentak Azra dengan menunjuk kearah kening Dhamar.
"Kapan?? Hahaha dalem mimpi kali."
"Kemaren waktu lo kecelakaan. Kakinya patah gara gara nyelametin lo bahkan dia gak sadarkan diri selama 2 hari dan mengalami gagar otak ringan. Semua gara gara nyelametin lo Dhamaarrr."
"Boong lo. Bukannya lo yang nyelametin gue?."
"Heh mansurr anaknya tuan Arya yang terhormat, gue mana mungkin regangin nyawa buat bajingan kayak lo Dham , gue cuma di perintah Arra buat mengalihkan fakta, biar apa ?? Lo tau biar apa?? Biar lo gak ngerasa utang budi sama Arra."
Dhamar terdiam. Tak mampu berbicara sepatah katapun. Air matanya meluruh. Wajahnya datar tanpa ekspresi. Jadi benar perempuan itu Arra?. Pikirnya. Ia melirik Azra yang sudah menatapnya penuh amarah.
Drttt drttt drtttt.
Suara getaran handphone itu mengalihkan perhatian Dhamar dan Azra. Azra mengambil benda pipih di saku celananya yang bergetar itu. Terpampang nama Raya di layar ponsel tersebut. Ia menggeser tombol hijau dan menempelkan ponselnya di telinga."A-apaaa???." Azra terbelalak mendengar ucapan seseorang dri seberang sana.
"Gue segera kesana. Berikan alamat rumah sakitnya sekarang ya Ray."
Sambungan telefon itu terputus sepihak. Azra nampak khawatir dan gugup.
"Gara gara lo kebanyakan mikir kebanyakan ngeles kayak bajaj. Adik gue nabrakin diri ke truk." Ucapnya lalu melajukan motornya dengan kecepatan diatas rata rata.
Dhamar tercengang mendengar penuturan Azra. Ia segera meraih jaketnya dan melajukan motornya membuntuti Azra yang masih terkejar oleh Dhamar. Dhamar merasakan hatinya sangat sakit saat tau Arra menabrakkan dirinya ke truk yang melintas. Air matanya tak pernah berhenti menetes. Entah mengapa ia sangat cemas dan khawatir dengan Arra.
***
"Arra gimana Ray?." Tanya Azra sambil memegang kedua pundak Raya dan mensejajarkan matanya dengan mata Raya."K-koma kak hiks hiks. Arra kehabisan banyak darah, patah di kakinya semakin parah dan harus diamputasi. Dan mungkin ia akan kehilangan separuh ingatan dia kak. Dan-."
"Dan apa Ray?!."
"Kanker paru parunya semakin menghawatirkan, kalau tidak segera di cangkok akan membahayakan nyawanya." Ucap Raya lirih.
Azra mengusap wajahnya kasar. Air matanya meluruh. Bahkan ia takut untuk menghubungi mamanya. Azra menatap pintu ICU yang tertutup. Matanya tertuju pada sosok dengan balutan busana berwarna hijau dengan selang infus dan juga alat bantu kehidupan lainnya.
Hatinya teriris sekali. Baru kali ini ia sangat khawatir dengan perempuan selain mamanya. Sakit. Sakit sekali melihat adik tirinya terbujur tak berdaya diatas ranjang rumah sakit dengan bantuan alat alat penunjang kehidupan.
"Maafin gue bang gue gak bisa bener bener jagain Arra. Ini salah gue. Andai aja gue gak ngelepasin pelukan gue, Arra gak bakal nabrakin diri ke truk bang."
"Ini bukan salah lo Ray."
Seorang dokter separuh baya keluar dari ruangan Arra dengan stetoskop yang mengalung di lehernya. Mukanya nampak cemas, panik , dan khawatir.
"Dengan keluarga pasien." Ucapnya dengan nada tergesa gesa.
"Saya kakaknya dok." Jawab Azra sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Pasien membutuhkan banyak sekali darah, dan dari transfusi barusan tubuhnya mengalami penolakan dan harus di hentikan. Kami harus segera menemukan golongan darah yang tepat dan cocok untuk pasien. Kalau tidak nyawanya akan terancam."
"Coba cek golongan saya dok." Ucap Raya pada seorang dokter yang berada di depannya.
"Saya juga dok. Cek aja punya saya. Golongan saya sama dengan Arra dok." Ucap Dhamar tiba tiba hingga membuat Azra dan Raya tercengang.
"Baik, suster tolong cek golongan darah mereka dan cepat kabari saya jikalau ada yang cocok dengan pasien." Perintah dokter setengah baya tersebut kepada salah satu suster yang kebetulan keluar dari ruangan Arra dirawat.
Raya, Dhamar dan Azra pergi mengikuti suster itu. Dhamar terlihat sangat sendu, tak seperti biasa. Raya yang juga terlihat murung dan khawatir dengan keadaan sahabatnya.
***
"Punya masnya cocok." Ucap suster yang tadi mengambil sample darahnya."Segera ambil darah saya dok. ." Jawab Dhamar dengan tatapan sayu.
15 menit berlalu. Pendonoran darah pun selesei di lakukan. Transfusi masih berlangsung dan beruntung tubuh Arra tidak mengalami penolakan.
"Thanks bro udah nyelametin nyawa adik gue." Azra berkata dengan memegang lengan Dhamar dengan tatapan bahagia.
"Gimana keadaan Arra?." Seorang laki laki datang dengan keranjang buah di tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
introvert
Fiksi Remaja‼️WAJIB FOLLOW SEBELUM BACA.‼️ ‼️WAJIB NINGGALIN JEJAK SESUDAH BACA.‼️ Reyvianda Niarra azalea seorang gadis manis namun tidak dengan hidupnya. Ia bahkan tak pernah merasakan kebahagiaan setelah kejadian besar menimpa hidupnya dan membuat semua oran...