Pukul 11 malam Arra baru pulang dari danau. Entah mengapa hati Arra selalu tenang jika berada disana. Ia pulang dengan di temani sepasang kunang kunang sebagai penerang serta derap kakinya sendiri yang sedari tadi ia dengar.
Beruntung pintu pagar belum di kunci oleh orang rumah. Ia mengendap endap bak seorang maling yang akan membobol rumah kearah garasi, dikarenakan pintu belakang berada di dalam garasi. Ia membuka pagar garasi tersebut dengan sangat pelan. Namun malaikat tidak sedang berpihak kepadanya.
Saat ia membuka pintu itu , Arya tiba tiba muncul dihadapannya. Soktak ia kaget. Dan perasaannya benar Arya menyeretnya kedalam rumah.
"Sayaangggg. Nih beban keluarga pulang."
Plakkkkk. Satu tamparan berhasil mendarat di pipi mulus Arra.
"Jam berapa ini haa ???. Jam berapaaa???. Mau jadi apa kamu?. Bunda besarin kamu susah payah buat kamu jadi anak gak bener iyaa???."
"Bunda besarin Arra?? , Arra gak salah denger??. Sedari bunda pergi Arra hidup sendiri bun. Kesepian, menanggung ketidak adilan dunia sendirian. Bunda kemana ??? Bunda kemanaa bun??."
Plaakkkkkk. Satu tamparan kembali mendarat di pipi Arra. Arra hanya menahan air matanya agar tak terjatuh dari pelupuk matanya serta tangan yang dengan reflek memegang i pipinya yang merah akibat tamparan Claudia.
"Anak gak tau malu. Gak tau di untung. Mama kerja keras buat kamu. Buat hidupin kamu. Siapa yang kasih kamu makan haa. Siapa yang biayain hidup kamu kalau bukan bunda Arraa."
"Arra gak butuh materi bun. Arra cuman butuh bunda. Bunda tau selama ini Arra kesakitan. Arra kesepian??."
"Nyesel bunda lahirin kamu Arraaa."
"Bunda nyesel ?? Kenapa bunda gak bunuh aja Arra sekarang bun?? Arra juga udah gak mau hidup lagi!!!. Arra capeekk. Kalau Arra bisa milih dan Arra tau dunia sekejam ini Arra lebih memilih gak dilahirin ke dunia bun."
Plaakkkkkk. Lagi lagi tamparan kembali mendarat di pipi Arra.
"Kamu pikir bunda enteng ngelahirin kamu haaa?? Kalau bunda bisa milih bunda gak mau ngelahirin kamu."
"Arra gak tau jalan fikiran bunda gimana. Bunda jahaat."
"ARRAAAAAAAA. BUNDA BELUM SELESAI."
Arra meninggalkan ruangan tengah dengan isak tangis yang hampir tak terdengar. Di dalam kamar bernuansa putih yang selama ini menjadi saksi bisu kesepian dan kesedihannya ini, ia menumpahkan air mata yang sedari tadi ia tahan di pelupuk matanya. Tanpa sadar satu cairan merah keluar dari lubang hidungnya. Segera ia mengusap cairan itu dengan lengan seragamnya.
Hingga larut malam Arra masih terisak. Kini rasa nyeri tidak hanya menyelimuti pipinya namun juga hati dan kepalanya. Pandangannya semakin kabur dan tak lama iapun tumbang di sisi pojok kamarnya.
***
"Ehhh Arraa bangun. Arraaaa. Dih ni anak sialan kagak bangun bangun juga." Ucap Claudia sambil menendang nendangkan pelan kakinya kearah Arra."Sayaang ambilin air." Perintah Claudia pada Arya yang bernotabe kekasihnya.
"Nih." Arya menyerahkan segayung air yang ia ambil dari kamar mandi.
Byuurrrrr. Air itu mengalir bebas dari kepala Arra. Namun ia belum juga terbangun.
"Dasarrrr anakk pemalasss."
"Arraaa bangun."
"ARRAAAAAAAAAA."
Claudia kembali menendang nendang Arra namun kini dengan sedikit lebih keras. Namun Arra belum juga terbangun.
"Biarin aja deh sayang. Mungkin dia kecapek an. Tinggalin aja kalau nanti dia bangun kita kasih pelajaran."
Mereka pun meninggalkan Arra sendirian. Tak lama Arra mulai tersadar. Dengan keadaan yang bisa di bilang mengenaskan. Mata hitam layaknya panda, serta baju dan rambut yang basah. Jangan lupakan juga wajah pucat yang kini menghiasi wajahnya.
Arra melangkahkan kakinya menuju dapur untuk mengambil minum. Dengan tubuh yang teramat lemas ia menuruni anak tangga satu demi satu.
"Eh tuan putri udah bangun. Gak mati aja sekalian??." Ucap Claudia.
"Maaf bu-bunda A-Arra ke-kesiangan."
"Tidur atau latian mati sih ha?? Sampai disiram pun gak bangun bangun."
"Ar-Arra g-gak e-enak Bb-badan bb-bund."
"Alasaaan ajaa kamuu. Sebagai hukumannya hari ini kamu gak boleh makan. Bunda gak ngasih kamu jatah makan." Ucap Claudia lalu meninggalkan Arra sendirian.
Arra hanya menahan air matanya agar tidak tumpah. Ia tak menyangka bahwa bundanya bukan bundanya yang dulu. Kini semua telah berubah.
Tiba tiba ia merasakan sesak di dadanya. Arra memukul mukulnya berharap dadanya tak akan sesak lagi. Entah kenapa dari kemarin kemarin dadanya selalu sulit dipergunakan untuk bernafas. Dan akhir akhir ini asmanya selalu kambuh. Dan ia berfikir bahwa ia hanya kelelahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
introvert
Teen Fiction‼️WAJIB FOLLOW SEBELUM BACA.‼️ ‼️WAJIB NINGGALIN JEJAK SESUDAH BACA.‼️ Reyvianda Niarra azalea seorang gadis manis namun tidak dengan hidupnya. Ia bahkan tak pernah merasakan kebahagiaan setelah kejadian besar menimpa hidupnya dan membuat semua oran...