21🍁

63 11 0
                                    

Sikapmu membuatku kembali
Berharap agar kamu bisa
Kembali.
-Arra-

Uhukkk uhukkk. Arra terbatuk dan mengeluarkan banyak air yang tadi sempat ia telan. Ia menatap mata seseorang yang kini tengah memangkunya. Nampak raut wajah khawatir namun terlihat masih cool dan bersikap biasa biasa saja.

"Lo gak papa??."

"G-gak papa. Ma-makasih Dhamar udah ny-nyelamatin aku."

"Gausah kepedan. Gue cuma gak mau sekolah ini semakin angker kalo lo mati disini."

Arra hanya terdiam mendengar kalimat yang keluar dari mulut Dhamar.

"Kalo lo mau mati jangan disini. Gue gak mau kolam kesayangan gue kena najis dari lo."

Lagi lagi Arra terdiam. Menahan isak tangis yang sedari tadi meronta ingin keluar. Arra mencoba bangkit namun ia malah terjatuh kembali. Untung saja Dhamar dengan reflek menagkapnya.

"Kenapa sih lo suka banget buat masalah?." Tanya Dhamar terang terangan pada Arra.

"Arra nyusahin ya?."

"Dari dulu. Lo bisa pulang sendiri kan?."

"Bi-bisa Kok."

Dhamar memapah Arra hingga ia memisahkan diri untuk ke parkiran. Begitupun Arra yang berjalan kearah parkiran namun kini ia berada jauh di belakang Dhamar. Arra menuntun sepedahnya keluar gerbang sekolah.

***

Hari semakin larut. Arra larut dalam fikirannya. Hot chocolate yang tadi sempat ia buat mungkin kini sudah dingin sedingin angin malam ini.
Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam namun mata Arra belum juga terpejam. Ia masih saja terjaga melihat kearah jendela di sisi kiri kasurnya. Malam kali ini begitu sunyi. Ia dirumah sendirian. Tanpa Arya ataupun claudia.

Arra beranjak dari tempat tidurnya. Ia melangkahkan kaki kaki kecilnya kearah lemari disisi meja belajarnya. Ia membuka pintu lemari itu dan memilah milah di bagian sudut lemari seperti mencari sesuatu.

"Dapat." Arra menarik sebuah buku album dari lemarinya. Namun secarik amplop ikut jatuh saat ia menarik buku album tersebut.

Arra penasaran, ia membuka amplop yang memiliki logo rumah sakit dibagian depan. Secarik kertar ia keluarkan dari amplop itu. Ia membaca dengan seksama isi surat itu.

Tertulis nama Reyvianda Niarra Azalea, namanya. Ia syok saat mendapati sebuah kenyataan pahit sedang menghampirinya. Lagi. Ia tak kuasa membaca surat itu hingga selesei. Surat yang ia dapat beberapa bulan yang lalu saat ia dilarikan kerumah sakit karena tumbang di pernikahan hasan.

Kanker paru stadium awal. Seperti itulah inti dari isi surat tersebut. Hati Arra hancur , mendapat i keadaannya yang begitu mengenaskan. Ia tak tau akan memceritakan hal ini pada siapa. Yang pasti tidak akan ada yang akan menggubrisnya ataupun hanya sekedar mengkasihaninya.

***

Rintik hujan turun dikala pagi ini. Setetes demi setetes mampu mewakilkan perasaan Arra saat ini. Begitu hancur bahkan bisa terbilang hanya tinggal puing puing. Arra memakai seragamnya dan menyampirkan seutas dasi di bahunya.

Ia menuruni anak tangga satu demi datu sambil memakai dasi yang sedari tadi telah ia sampirkan. Matanya sembab ,bibir pucat serta wajah yang bisa dibilang berantakan. Rumah nampak kosong tak ada penghuni lain selain Arra sekalipun ada mungkin warga kampung sebelah yang tak bisa dilihat oleh kasat mata.

Arra mengayuh sepedahnya tak bersemangat. Teringat kejadian apa lagi yang akan ia dapatkan hari ini. Sebegitu tak beruntungnyakah hidupnya sampai kebahagiaan pun tak kunjung ia dapatkan.

Arra memakirkan sepedahnya di sebelah sepeda lipat berwarna biru. Ia  melepas jas hujan yang ia kenakan dan buru buru menuju kelasnya karena bel masuk akan segera berbunyi.

"Ehh Arraa long time no see Arra sayang." Ucap Brian salah satu teman Dhamar.

"Eh ada si biang masalah nih." Kini Dhamar ikut berbicara.

"Gu-gue cuma mau lewat." Lidah Arra kelu saat ingin menjawab. Suaranya nampak gugup.

"Buru buru banget sih, main dulu sini sama A'a."

"G-gue bilang gue cuma mau lewat."

"BERANI BANGET SIH LO HAA."

"Gak gitu Dham a-aku cuma m-mau lewat."

"SINI LO!!!."

Dhamar menyeret Arra menuju gudang yang berisikan banyak sekali kardus kardus bekas serta kursi ataupun meja bekas. Ruangan itu sangatlah berdebu. Lebih berdebu dibandingkan beberapa bulan lalu saat ia di masukkan paksa kedalam gudang oleh Dhamar juga.

"MASUKK LOO. YANN IKET ANAK SIALAN INI DI KURSI."

"Dhamar jangan. Dhamar lepasin Dham aku mohon. Tolonggg tolongggg."

"ARRA ARRAA , SEKALIPUN LO TERIAK SAMPAI SUARA LO ABIS PUN GAK BAKAL ADA YANG DENGER. BAHKAN DISINI GAK ADA CCTV."

"Dhamar aku mohon lepasin aku Dham."

"By the way Lo cantik. Tapi sayang... Lo udah renggut semua kebahagiaan gue. Rambut lo juga cantik."

"Dham lepasin Arra Dham lepasiinn." Arra meronta ingin dilepaskan dari kursi.

"LEPAS??? Tidak semudah itu Arra sayang..."

"Gue gak suka lo cantik Arra. Gue benci lo."

"Yan alat." Brian memberikan sebuah gunting dan 1 spidol permanen.

"Mungkin sedikit sentuhan akan membuat lo lebih cantik."

"Banci kamu Dham. Kamu tega. Dimana Dhamar yang dulu? Dimana??."

"BERANI LO SAMA GUE HA??? , DENGERIN GUE BAIK BAIK DHAMAR YANG DULU UDAH MATI UDAH MATI BARENG BUNDANYA SETELAH KEBAHAGIAANNYA LO RENGGUT." Dhamar meremas dagu Arra hingga membuat empunya meringis kesakitan.

"Mungkin lo bener gue banci. Lo bener Arra lo bener. Tapi gue rela jadi banci demi buat lo gak pernah bahagia."
Dhamar mulai menggambar menggunakan spidol permanen pemberian Brian kewajah Arra.

"Rambut lo cantik tapi sayang gue gak suka. mungkin kalo lo botak lo makin cantik." Dhamar seperti kesetanan ia menggunting rambut hitam legam milik Arra tanpa rasa ampun. Tak hanya itu Dhamar sesekali menjambak rambut Arra hingga membuat empunya menangis menahan tangis.

Arra yang merasakan kulit kepalanya ingin terkelupas hanya diam menahan tangis. Meronta pun yang ada kepalanya akan terkena gunting atau bahkan Dhamar gak akan segan segan bersikap lebih buruk dari ini.

Setelah adegan kejam tersebut Dhamar beserta pasukannya meninggalkan Arra dalam keadaan mengenaskan. Muka penuh coretan, serta rambut yang sebelumnya panjang sebahu kini hilang berganti rambut yang botak layaknya anak laki laki. Matanya nampak sayu. Serta bibir yang semakin pucat.

introvertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang