22🍁

54 9 0
                                    

Arra termenung meratapi keadaannya kini. Mahkotanya telah hilang. Kehormatannya juga telah hilang yang tersisa ialah puing puing kepedihan.

"Kak Andra Arra kangen banget. Arra capek kak. Kak Andra marah gak sih kalau Arra maksa nyusul kakak?." Arra bertanya entah pada siapa.

"Arra udah gak kuat kak. Arra capek kak, capek banget."

Bukk. Arra menoleh ke sumber suara. Sebuah kardus besar entah berisi apa terjatuh dari rak yang mungkin sudah tua. Sarang laba laba dimana mana serta debu yang tak luput dari setiap incinya.

Arra mencoba sekuat tenaga untuk melepaskan diri. Namun tali yang terikat di tangannya sangat kuat hingga membuat lebam merah akibat pergeseran tali yang sangat kasar. Perjuangannya membuahkan hasil ikatannya perlahan mengendor sepertinya Brian hanya sekedar menali pita bukan menali pati.

Arra melangkah perlahan mendekati sebuah kardus yang sempat terjatuh. Ia menepuk-nepuk kardus itu guna menghilangkan debu. Sesekali Arra terbatuk akibat debu yang begitu tebal dan berhamburan karna tepukan Arra. Arra membuka perlahan kardus itu dan nampak beberapa seragam full set masih baru dan beberapa jaket yang ia yakini itu adalah hasil sitaan pak Bambang si guru tata tertib.

Beruntung. Satu kata yang pantas terucap untuk Arra. Ia tak membawa jaket ataupun topi untuk sekedar menutupi penampilannya. Ia mengambil sebuah topi dan sebuah hoodie oversize untuk ia kenakan. Persekian menit hoodie dan topi itu sudah melekat di tubuh mungil Arra.

Untuk kedua kalinya ia kabur dari jam sekolah. Lagi lagi ia menuju danau. Mungkin hanya untuk menerima semua kenyataan pahit yang ia hadapi atau hanya sekedar menenangkan fikirannya.

"Hai cantik napa nih kok sedih , jelek tau kalo nangis."

"Kak Andra Arra capek kak. Arra juga kangen banget sama kakak. Arra mau nyusulin kakak aja. Disini semua jahat kak hikss hikss."

"Kamu gak boleh ikut kakak dulu Arra, kamu harus bertahan demi sebuah kebahagiaan."

"Gak ada kebahagiaan disini kak. Arra capek kak. Arra gak kuat."

"Kamu harus kuat Arra. Kakak yakin kamu bisa lewatin ini semua."

"Kak Andra jangan pergi Arra masih kangen peluk Arra sekali lagi kak."

"Kakak gak bisa terus menerus temenin kamu Arra."

"Kakkk Andraaaaaa." Arra terbangun dari tidurnya di bawah pohon besar yang rindang. Matanya sembab. Bibirnya kelu tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Ia baru menyadari pertemuan ia dengan Andra hanyalah sebuah mimpi. Namun terlihat seperti nyata serta pelukan yang di berikan Andra terasa bahwa Andra memang benar benar memeluknya.

***

Hari semakin sore , namun badannya masih saja tak mau beranjak dari bawah pohon itu. Sedari tadi ia hanya duduk dan menangis. Mungkin makhluk yg berada di pohon itu pun ikut bersedih jika tau kehidupan Arra.
Arra melirik arloji di tangan kirinya. Kacanya retak namun jarumnya masih kuat untuk menunjukkan detik demi detik , menit demi menit dengan sangat antusias. arlojinya menunjukkan pukul 17.23 , kicau burung kini berganti dengan derikan jangkrik. Begitupun mentari yg sudah melambai dari arah barat.

Arra menyelempangkan tas punggungnya dan melangkahkan kakinya menuju rumah. Mungkin ia akan lebih tenang jika berada di rumah.

Ceklek...
Pintu dengan gagang berwarna gold itu terbuka. Kaki jenjang dengan rok kotak kotak serta sepatu converse turut memasuki sebuah rumah bernuansa putih mawar dengan aroma apel segar.

"Baru pulang Raa??." tanya seorang yang berada di sofa dengan tv yang menyala bernama Arya.

"Hmm."

"Jangan lupa makan bundamu sudah membuatkan gulai ayam kesukaan kamu."

"Ye."

Arra tak selera memandang lelaki dengan harga diri rendah yg sudah merebut paksa kehormatannya itu. Ia melangkahkan kakinya menuju anak tangga untuk menggapai kamarnya.

Ia merebahkan tubuhnya pada kasur single dengan boneka beruang berukuran 2 meter di bagian kepala ranjangnya. Kaki boneka itu dia jadikan bantal. Ia menggapai sebuah benda berwarna silver pipih yang berada pada kantong jaketnya. Namun hal lain malah yang ia temukan bersama dengan handphonenya.

"Paan nih?." Tanya Arra entah pada siapa.

"Dhamar Erza Ananta??? , Ja-jadi jaket ini milik Dhamar?."

Arra menggenggam sebuah kartu pelajar berukuran kurang dari 10 cm itu di tangannya serta mengamati lekat lekat sebuah foto usang yang ia temukan bersama kartu pelajar Dhamar.

Jemarinya menggapai benda silver yang tadi sempat ia letakkan di sebelah pahanya. Jemarinya berseluncur menuju sebuah aplikasi merah berjudul instagram. Lalu menghentikan aktifitasnya setelah membuka aplikasi chat hijaunya.
Ia membuka satu chat dengan nama kontak Azra.

Azra
Online

Arra besok hari ulang
Taun gue lo dateng ya ke sini?
Sekalian mama kangen sama
Lo. Gausah bawa kado gak
Papa kok asal lo dateng aja.

Gue gak bisa

Kenapa?

Kak Azra lupa ? Ayah udah
Gak mau ketemu Arra. Dan
Pasti disana juga ada ayah.

Papa lagi dinas
Di luar kota.

Ok gue usahakan.


Arra menutup aplikasi hijau tersebut. Kakinya mengajaknya menemui sebuah standing mirror di pojok ruangan. Ia membuka topi dan juga tudung kepalanya. Seketika air matanya meluruh menyaksikan sebuah pandangan tak mengenakkan di depan cermin itu. Ya. Itu ialah dirinya sendiri. Dirinya yang kini tak lagi punya rambut panjang , serta wajahnya yang kusut dan juga kantung mata yang bertengger di bawah kelopak matanya. Begitu mengenaskan. Itu adalah hal yang pantas untuk mendeskripsikan keadaan Arra saat ini.

"Bagaimana gue bisa menemui mama dengan keadaanku seperti ini. Namun kalo gue gak dateng pasti mama sama kak Azra kecewa." Ara bermonolog pada bayangannya di depan cermin.

Tangannya mengambil sebuah handphone di atas kasurnya. Setelah berselancar di aplikasi belanja berwarna orange kini ia menemukan sebuah benda yang ia incar. Wig dengan rambut asli dan warna yang cukup mirip dengan rambut aslinya.

"Mahal Banget tapi. Tabungan gue habis buat beli rambut palsu doang. Dan nyisa dikit."

Arra memencet tombol "beli sekarang" di bagian kanan bawah. Fikirnya tak apalah dari pada ia harus menemui mama serta Azra dengan penampilan yang acak acakan.

introvertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang