.
.
."Saya gak mau di operasi." Jawab Arra datar dan berhasil membuat warga di ruangan itu terbelalak akibat ulah Arra.
"Apa maksut kamu Ra?." Claudia memegang kedua bahu Arra. Dan mengguncang guncangkan sambil menahan isak tangisnya. Sedangkan sang empu hanya diam di iringi bulir demi bulir air mata yang lolos dari pelupuk mata Arra.
"Aku gak mau di operasi bun." Ucapnya lirih.
"Kamu gak mau sembuh Arra?." Air mata Claudia mulai bercucuran. Begitupun Arra yang sudah tak bisa menahan isakannya.
"Lo harus sembuh Ra." Ucap Raya menggebu.
"Lo harus sembuh." Ucap Sellia dengan sebulir air mata menetes dari matanya.
"Gue gak mau kehilangan lo untuk kedua kalinya Ra." Ucap Dhamar dengan menggenggam tangan Arra.
"Nggak. Aku gak mau di operasi. Aku mau bareng kak Andra." Arra mengucapkan kalimat yang selama ini ia pikirkan matang matang.
"Aku mau donorin jantung aku ke ayah." Lanjutnya dan sontak membuat semuanya terbelalak. Termasuk 2 orang yang kini berdiri di ambang pintu.
"Aku gak mau buat ayah kecewa. Aku gak bisa bales apa apa hiks. Mungkin ini saatnya aku hiks balas semua kebaikan ayah." Lanjutnya lagi dengan isak tangisnya.
"Tapi papa udah lukain hati lo Ra." Kini giliran Azra yang berbicara.
"Enggak. Ayah adalah ayah yang baik. Gue gak bisa bales jasa jasa dia. Dan cuma ini. Gue bisa dapet 2 kebahagiaan sekaligus. Gue bisa dapat kebahagiaan di alam sana dan yang kedua gue bisa ketemu kakak gue." Jawab Arra dengan berlinang air mata.
"Kamu yakin?. Bunda gak mau kehilangan kamu Arra." Claudia memeluk sang putri dengan erat. Tangisnya pecah. Bukan hanya Claudia tapi semua orang yang berada di ruangan itu.
"
Bunda ikhlasin Arra pergi ya. Arra udah capek di dunia bun hiks, Arra kangen kakak hiks hiks. Biarin Arra ketemu kakak bun, biarin Arra menemukan kebahagiaan yang selama ini di sembunyikan."
Claudia hanya bisa mengikhlaskan putrinya dan memeluk Arra kuat. Tangisnya pecah. Orang tua mana yang mau ditinggal untuk selamanya oleh sang anak. Arra merasakan dadanya mulai sesak. Matanya kembali buram, dan kepalanya mendadak sangat pusing.
"B-bundaaa." Lirih Arra dengan senyuman kecil.
"Iyaa sayang??." Ucap Claudia yang sudah melepas pelukan itu dan berganti menggenggam tangan Arra.
"B-bunda janji ya, g-gak b-boleh sedih. A-aku udah d-dijemput s-sama k-kakak."
"Arra kamu bertahan ya. Dok-."
"B-bunda harus j-janji b-buat kasih jantung Arra s-sama ayah. Dan m-makasih b-bunda udah lahirin aku k-kedunia." Ucap Arra memotong kalimat Claudia.
"M-makasih semuanya..."
Arra akhirnya menutup mata. Sebulir air mata menetes dari pelupuk matanya. Nafasnya tak lagi berhembus. Monitor jantung tidak lagi menampilkan detak jantung Arra. Dokter di sebelah Arra masih berusaha mengembalikan detak jantungnya, namun nihil. Arra telah pergi.
Arra pergi. Membawa sejuta luka dan berharap kebahagiaan di alam sana. Gadis kuat itu kini telah pergi. Meninggalkan kenangan yang begitu besar bagi yang mengenalnya. Berakhir sudah penderitaannya. Berakhir bersama kisah pilunya.
"Arraaaaaaaa hiks. Arra jangan tinggalin bundaa."
"Arraaa lo ninggalin gue ra. Katanya lo mau seneng seneng bareng gue hiks hiks. Lo bohong Raa, Arraaaaaa" Raya menggenggam tangan Arra sambil menangis tersedu sedu.
"Arra lo udah nemuin kebahagiaan lo. Tapi lo ninggalin gue Ra. Gue kehilangan lo untuk kedua kalinya." Ucap Dhamar lirih sambil menahan tangisnya. Lalu berlari sekuat tenaga keluar dari ruangan itu sambil mengusap kasar air matanya yang sudah tak mampu ia bendung lagi.
Bohong jika Dhamar tidak sedih. Arra cinta pertamanya. Arra adalah satu satunya orang kenapa Dhamar semangat untuk bersekolah. Walaupun ia mencari perhatian Arra dengan cara membullynya. Sesungguhnya ia tidaklah benci. Ia hanya tak bisa membedakan mana benci dan mana cinta.
Dhamar berhenti di taman belakang dan duduk di bawah pohon besar. Ia memukul mukul rumput dan angin di sana. Ingin sekali ia menyusul Arra. Menemaninya ke rumah yang sesungguhnya. Ia begitu kehilangan. Kehilangan untuk kedua kalinya.
Di satu sisi brankar Arra dan hasan sudah di pindahkan ke ruang operasi. Operasi transplantasi jantung untuk Hasan. Claudia menahan isakannya dengan menutup mulutnya. Ia melihat Arra dan mantan suaminya di dalam ruang operasi dari pintu yang mempunyai celah kaca tersebut.
***
Setelah operasi selesai jenazah Arra segera di pulangkan dan di makamkan. Disini. Di tempat ini. Tempat tinggal Arra untuk selamanya. Meninggalkan pilu dan derita yang tak kunjung usai. Claudia masih setia memeluk nisan yang bertuliskan Reyvianda Niarra Azalea binti Hasanudin Ahmad itu. Ia masih terisak dan penuh penyesalan. Namun ia telah terlambat. Arra sudah berpulang."Tante... Kita ikhlasin Arra ya." Raya mencoba membujuk Claudia. Sebenarnya ia juga sedih dan juga kehilangan, namun ini sudah pilihan Arra dan ini adalah akhir dari semua penderitaan yang selama ini Arra alami.
"Hiks hiks Arraaa." Claudia masih terisak. Tak memperdulikan Raya yang sedang mengoceh di sebelahnya.
"Tante kita pulang yuk. Arra bakalan sedih kalau tante terus meratapi Arra seperti ini." Perlahan Claudia mulai bangkit. Mencium nisan Arra dan juga pulang bersama Raya.
Di satu sisi Dhamar masih duduk termenung menatap makam Arra. Pandangannya sendu, matanya sembab. Beberapa isakan terkadang lolos bersama air mata. Setelah Claudia bangkit. Dhamar memeluk nisan Arra dengan erat kemudian menciumnya.
"Lo tenang ya, tungguin gue di sana. Gue sayang lo Raa" Dhamar bangkit dan menyusul Claudia dan Raya yang sudah jauh dari pandangan mata.
HUHU ARRA DAH PERGI.... TAPI INI BELUM AKHIR YA. MASIH ADA HASAN YANG HARUS DI BUAT MENYESAL HAHAHAHA.... TUNGGUIN DI PART SELANJUTNYA OKEYY:)
SEE YOU NEXT PART:)
KAMU SEDANG MEMBACA
introvert
Ficção Adolescente‼️WAJIB FOLLOW SEBELUM BACA.‼️ ‼️WAJIB NINGGALIN JEJAK SESUDAH BACA.‼️ Reyvianda Niarra azalea seorang gadis manis namun tidak dengan hidupnya. Ia bahkan tak pernah merasakan kebahagiaan setelah kejadian besar menimpa hidupnya dan membuat semua oran...