37🍁

49 8 0
                                    

Aku sedang berada di fase kepompong dalam sebuah metamorfosis kehidupan.
-Arra-

"Dih buntung sekarang."
"Dih pincang."
"Lah kakinya satu mana?."
"Eh kok jadi buntung sih kakinya."
"Jangan jangan dia jual kakinya lagi buat beli harga diri ahahahaha." Arra menebalkan telinganya dan mengacuhkan perkataan perkataan yang tertuju padanya itu.

Tiga langkah lagi ia sampai di kelasnya. Nampak asing karena ia tak ingat soal sekolah ini apalagi kelas ini. Arra mengawasi setiap inci kelasnya. Mencoba mengingat ingatannya.

"Sini Raa." Teriak seorang berkuncir kuda sambil menepuk nepuk bangku yang ada di sebelahnya. Arra yang mengerti apa maksut cewek itu pun segera mendekatinya dan mendudukkan dirinya ke bangku di sebelah Raya.

"Lo sekelas sama gue?."

"Iya dong sebangku pula malahan." Jawab Raya santai sambil menaik naikan alisnya menatap Arra.

Arra hanya diam membiarkan manusia di sebelahnya mengoceh bak burung yang habis di beri makan pisang. Braakkkk. Gebrakan pintu itu mengalihkan atensi mata Arra yang tengah menatap kearah sudut kelas.

Plakkkk. Tamparan itu mendarat mulus di pipi chuby Arra. Matanya nampak memanas. Ia sama sekali tak kenal dengan wanita yang kini berada di sebelahnya.

"Gara gara lo gue di putusin Dhamar. Dan gue gak terima. Dasar manusia gak tau diri. Gak punya harga diri." Koar Sellia dengan berkacak pinggang memelotot i Arra. Arra hanya diam cengo memandangi Sellia dan Raya bergantian seolah meminta penjelasan pada Raya.

"Lo apa apaan haa. Pergi gak lo mak lampir." Usir Raya dengan menunjuk kearah pintu.

"Gue gak ada urusan sama lo. Gue cuma punya urusan sama dia."

"Aww lepas sakit." Pekik Arra kesakitan kala dagunya di remas dengan kasar.

"Gue bilang pergi ya pergi. Lo denger gak sih." Murka Raya sambil menendang mejanya yang hampir terkena paha Sellia.

"Urusan kita belum selesei." Ucap Sellia sambil melenggang keluar kelas dengan jari telunjuk menuju kearah Raya dan Arra.

Arra mengamati Raya lekat lekat. Sedangkan yang diamati sibuk mengatur nafasnya yang memburu.

"Gue bakal selalu lindungin lo Ra. Lo jangan khawatir gue bakal tetep ada di samping lo." Ucap Raya saat mengetahui bulir bening meluruh pada mata Arra.

***
Senja menyapa kawasan SMA Harapan Bangsa. Seorang gadis tengah duduk di pinggiran rooftop dengan memandang lurus kedepan. Menikmati sapaan sang senja serta tiupan angin yang menyapu wajahnya. Arra, gadis itu tengah melamun dengan memainkan kakinya di atas rooftop sekolah. Sudah hampir satu jam ia berada di sini bahkan sang senja telah menyapanya sedari tadi namun ia masih enggan beranjak dari tempat itu.

"Siapa lelaki itu." Batin Arra sambil mengingat seorang lelaki yang ia temui di kantin siang tadi.

"Gue harus tanya kak Azra." Lanjutnya lalu beranjak dari rooftop.

Arra menjauhi area sekolah dengan berjalan kaki namun saat tiba di halte bus ia mulai bingung kemana ia akan pergi. Pasalnya ia lupa alamat Azra hingga fikirannya terhenti di satu alamat yang ia ingat. Ia mulai menaiki bus yang memang sudah berhenti di hadapannya. Dan bus itu pun melaju membawa Arra ke sebuah alamat yang Arra minta.

"Udah sampai neng." Ujar kenek bus pada Arra yang tengah menatap keluar jendela.

"Eh iya bang nih ongkosnya makasih ya bang." Jawab Arra sambil mengulurkan uang pecahan 10 ribuan.

"Ini neng masuk aja ini udah sampai depan kompleks. Nih neng kembaliannya." Ucap kenek bus tersebut dengan ramah sambil mengulurkan 2 uang pecahan 2000.

Arra turun dari bus dan mengikuti apa yang di ucapkan kenek bus itu. Ia mulai menyusuri jalan sambil melihat sekeliling. Hingga lengkung di bibirnya terbentuk sempurna kala melihat sebuah rumah dengan dominasi cat warna putih di depannya. Ia melangkahkan kakinya dengan riang ke dalam pekarangan rumah itu.

"Bundaa. Bundaaaa." Panggil Arra dari luar dan tidak lama muncul seorang wanita dari balik pintu itu. Arra langsung memeluk wanita yang kini di hadapannya namun di tepis kemudian di dorong oleh wanita yang ia sebut dengan sebutan bunda.

"Ngapain kamu kesini ha?." Bentak Claudia sambil mendorong Arra hingga tersungkur di lantai.

"Saya tidak mau lagi bertemu dengan kamu. Dasar jalang." Lanjutnya lagi lalu menutup pintu itu dengan keras.

Arra bangkit dan menggedor gedor pintu itu dengan memanggil manggil Claudia. Namun nihil yang ia dapatkan hanya teriakan dari sang bunda. Bulir demi bulir jatuh dari pelupuk mata Arra. Ia menyeret kakinya keluar dari pekarangan rumah yang selama ini menjadi tempat tinggalnya itu. Dengan berat hati ia melangkahkan kakinya tanpa arah. Ia tak tau mau pergi kemana, ia sama sekali tidak mengingat alamat ataupun jalan disini.

"Arraa." Sapa seorang lelaki dengan raut wajah panik. Sedangkan Arra hanya mengerutkan dahinya sebagai pengganti kalimat tanya.

"Lo kemana aja , gue cariin lo di kelas lo , gue muter muter tapi gue ga ketemu lo dan akhirnya firasat gue benar, lo kesini." Lanjut lelaki itu sambil memeluk Arra.

"Gue gak mau lo kenapa napa Arra, jadi gue mohon jangan pergi tanpa gue." Lanjutnya lagi sambil memegang kedua bahu Arra.

"Gu-gue gak tau mau kemana kak. Yang gue inget cuma alamat rumah ini." Jawab Arra sambil menundukkan kepalanya. Ia merasa sangat bersalah karena membuat Azra panik dan khawatir.

"Yaudah yang penting lo gak kenapa napa, yuk pulang mama udah nungguin dari tadi." Ajak Azra sambil menggandeng tangan Arra menuju mobilnya yang terparkir di depan pagar rumah itu.

introvertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang