40🍁

45 7 0
                                    

.
.
.

Hufttt. Arra menghela nafas panjang sambil menatap ke arah luar jendela. Rasa bosan mulai menjalar ke dirinya sejak sejam yang lalu. Namun dirinya tak kunjung menemukan hal baru untuk di lakukan. Yang ia lakukan hanya duduk menikmati secangkir teh dan membaca novelnya di depan jendela.

Bukannya fokus membaca novel matanya malah meliar memandangi sekeliling dan berhenti di satu taman tak jauh dari rumah Azra. Ia meraih kruknya dan mulai melangkahkan kakinya keluar. Iya , ia akan ke taman itu. Sekedar merefresh fikiran dan siapa tau ia menemukan kenangan yang bisa memulihkan ingatannya.

"Mau kemana?." Tanya seorang remaja laki laki di ambang pintu kamar Arra.

"Ke taman. Bosen. Boleh ya?." Ujar Arra to the point dengan menampilkan puppy eyesnya.

"Boleh dengan satu syarat."

"Apaan??."

"Lo gue yang nemenin." Ujar Azra dengan menaik turunkan alisnya.

Arra hanya bisa mengangguk anggukkan kepalanya. Namun ia juga senang karena ia bisa ke taman walau hanya sekedar mencari udara segar.

***

Dooorrrr. Suara tembakan itu menjadi atensi baru Arra dan Azra. Ia melihat sekeliling untuk mencari sumber suara tembakan itu. Begitupun mata Arra yang sudah meliar melihat di setiap sudut taman. Hingga satu obyek mengejutkan dia, seorang perempuan sedang di kejar orang yang memakai jaket kulit berwarna hitam juga memakai masker.

"B-bunda." Lirihnya namun masih bisa terdengar oleh Azra.

"Kamu ngomong apa Ra? Bunda? Dimana?." Tanya Azra yang langsung mendapat jawaban dengan jari telunjuk Arra yang mengarah pada seorang perempuan yang sedang berlari mati matian.

Dorrr. Tembakan itu kembali di layangkan. Begitu pula Claudia yang sudah jatuh tersungkur di tanah. Arra melangkahkan kakinya mendekati sang bunda. Derai air matanya tak lagi bisa ia tahan.

"Gue gak peduli walau akhirnya gue akan masuk ke penjara. Yang pentin dendam gue bisa terbalaskan." Ucap seorang lelaki yang sedari tadi mengejar Claudia dan juga melayangkan tembakan namun selalu meleset.

"Lo bakal mati Claudia. Dan dendam nyokap gue bakal terbalaskan." Lanjutnya lagi.

"Maksut lo apa sih. Lo siapa??." Tanya Claudia dengan nafas terengah engah. Sang pria tadi mulai membuka maskernya dan menampilkan wajah pria paruh baya yang selama ini ada di hidupnya.

"Kenapa gak nyangka??. Iya gue dendam sama lo karna ayah lo yang udah bikin keluarga gue hancur. Dan karna ayah lo ayah gue meninggal akibat di tembak oleh ayah lo." Ujar Arya sambil lagi lagi menampilkan senyum remehnya.

"Tapi sebentar lagi dendam kematian ayah gue akan terbalaskan. Gue gak peduli walaupun akhirnya gue harus tinggal di penjara. Selamat tinggal Claudia." Lanjutnya lagi sambil menodongkan pistol kearah Claudia.

"Jadi selama ini kamu gak pernah cinta sama aku? Dengan semua pengorbanan dan semua yang pernah aku berikan ke kamu ?." Claudia terisak dengan semua penyesalannya.

"Clau Clau gue emang gak pernah cinta. Gue cuman mau balas dendam Clau hahaha. Dan begitu bodohnya lo percaya sama gue." Tegas Arya dengan tawa psikopatnya.

"Good bye Claudia sayang."

"Bundaaaaaa." Teriak Arra dengan langkah tergopoh gopoh.

Doorrrrr. Tembakan itu kembali di layangkan oleh Arya. Satu peluru berhasil mengenai sesosok wanita yang sudah tersungkur di atas tanah.

"Arraaaaaaaaaaaaaaaaa. Hiksss hikss." Claudia tersentak saat mengetahui peluru itu mengenai putrinya.

"Bundaa gak papa kan?. Maafin Arra bunda."

"Enggak sayang harusnya bunda yang minta maaf. Kamu harus kuat sayang harus kuat." Ucap Claudia sambil menggendong putrinya dengan susah payah. Di satu sisi Arya sudah melarikan diri sejak ia mengetahui peluru yang ia tembakkan tidak mengenai Claudia melainkan mengenai Arra yang sedang memeluk Claudia.

***
"Arra bertahan Arra hiks. Arra kamu kuat bunda tau kamu kuat sayang hiks." Ujar Claudia khawatir dan membantu mendorong brankar milik Arra ke ruang UGD.

"B-bunda Arra capek. Arra mau tidur."  Lirih Arra dengan terbata bata.

"Enggak- enggak jangan di tutup matanya sayang. Kamu harus bertahan."

"Maaf keluarga pasien harus menunggu diluar." seorang suster menghadang Claudia dan Azra dengan menutup pintu UGD.

Pintu UGD sudah tertutup rapat. Dengan satu dokter dan juga beberapa perawat yang menangani Arra. Di satu sisi Claudia tengah menatap putrinya yang sedang memperjuangkan hidup dari balik pintu UGD yang mempunyai celah kaca.

"Gimana Arra sayang." Tanya seorang perempuan dengan nafas ngos ngosan pada Azra yang duduk termenung di bangku tunggu.

"Lagi di tanganin ma." Jawab Azra dengan air mata yang sudah berlinang. Iya wanita itu adalah Amel. Ia sangat cemas dan sedih saat tahu anak sambungnya itu tertembak saat mencari udara segar di taman dekat rumahnya.

Sudah hampir 1 jam Arra berada di unit gawat darurat. Sudah hampir satu jam pula kedua wanita dan Azra dibuat khawatir dan cemas akan keadaan Arra. Akhirnya seorang lelaki paruh baya keluar dari ruang UGD.

"Keluarga pasien?." Tanya dokter dengan raut muka khawatir.

"Saya bundanya dok."

"Saya mama tirinya."

"Saya kakak tirinya dok." Jawab Claudia , Amel ,dan Azra secara bersamaan.

"Begini , pasien kehilangan banyak sekali darah akibat pengeluaran peluru maka kami membutuhkan beberapa kantong darah untuk pasien. Apakah disini ada yang bersedia mendonorkan darah untuk pasien? Karena stok darah AB di rumah sakit ini telah kosong sejak 2 hari yang lalu." Dokter menjelaskan dengan detail dan juga hati hati. Namun di satu sisi semuanya diam. Golongan mereka berbeda hingga fikiran mereka menuju ke seseorang yang sama. Hasan, hanya dia yang bisa di harapkan sekarang. Pikir Claudia dan Amel.

"Dan satu lagi. Tolong segera untuk mencarikan pendonor paru untuk pasien. Karena jika tidak mungkin hidupnya hanya tinggal beberapa minggu." Lanjut sang dokter dan berhasil membuat air di pelupuk mata ketiga orang tersebut meluruh.

introvertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang