#22 : HYANGARA - Pertempuran Pertama

19 5 0
                                        

Ledakan terus terjadi dari arah barat dan timur, kurasa itu adalah Reia dan Raskra yang sedang bertempur di arah timur dan Tyeru di arah barat. Sedangkan aku di sini bersama dengan orang asing yang membuat kehancuran di daerah kediaman.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanyaku.

"Tidak ada gunanya memberitahukan itu," kata orang itu.

Kemudian dia meluncurkan serangannya ke arahku, aku melompat menghindarinya. Tetapi daerah ini menjadi bayarannya, aku harus memikirkan cara untuk memancingnya keluar dari sini agar kediaman ini tidak hancur karena serangannya.

"Oi.. Apakah kau akan diam saja?" kata orang itu. "Hmph.. Terserahlah," lanjutnya sambil meluncurkan serangannya lagi.

Aku melompat ke belakang, aku berlari keluar melewati tembok pinggiran kediaman yang telah hancur. Aku terhenti sejenak di pinggiran sungai, aku ragu aku dapat melompatinya dengan jarak sejauh itu. Namun aku tak punya pilihan selain melintasi sungai ini untuk memancingnya agar jauh dari daerah kediaman, aku pun mengumpulkan keberanian dan mengambil ancang-ancang lalu melompati sungai itu.

Tak terduga, entah kenapa aku berhasil melompat melewati sungai dengan jarak sejauh itu, kini aku sudah menyebrangi sungai. Tampaknya sejak aku mendapat kekuatan, kekuatan fisikku meningkat drastis. Seperti dapat berlari dengan cepat secara terus menerus pada saat pertama kali aku menuju kemari bersama Aries selama hampir tiga puluh menit lebih.

Aku terus berlari menjauhi kediaman menuju ke arah hutan, orang itu terus menembakiku dengan serangannya. Terkena satu serangan saja akan menjadi masalah, aku tetap menghindarinya sambil berlari.

Ketika aku merasa sudah cukup jauh aku berbalik padanya untuk menyerangnya, tetapi dia dengan mudah dapat menghindarinya. Ini lebih sulit dari yang aku duga, aku terus mencoba menyerangnya dengan serangan jarak jauhku, aku memakai hasil latihanku dengan Raskra.

Aku dan orang itu saling menembaki satu sama lain, orang itu melayang di udara membuatnya dapat bergerak dengan cepat dan fleksibel sehingga mudah sekali untuk menghindari seranganku.

Aku terus berusaha menghindari serangannya sambil menyerang, begitupun dia. Aku mencoba membaca pergerakannya, aku memprediksi kemana dia akan bergerak kemudian aku menyerangnya dengan kekuatan penuh.

Dia menahan seranganku dengan serangannya sehingga kami beradu kuat, aku membuat seranganku lebih unggul dan mendorong serangannya.

Tak lama setelah itu dia kembali mendorong seranganku, serangan orang itu benar-benar kuat. Hingga akhirnya seranganku dilenyapkan lalu serangannya mengenaiku, kekuatanku tidak cukup kuat untuk beradu kekuatan dengannya. Aku terlemparkan lalu terjatuh di atas tanah dengan terlentang.

"Kau memiliki kekuatan yang unik, bocah." Dia turun dari atas udara kemudian berjalan menghampiriku. "Sayangnya kekuatan itu tak dapat membantumu.. Sekarang matilah," lanjutnya sambil menodongkan tangannya di depanku.

Ketika dia ingin menembakku, aku dengan cepat bangkit lalu memegang tangannya dan mengarahkan tangannya ke arah samping sehingga serangannya melenceng. Kemudian aku menghajarnya dengan tinju petirku sehingga dia terpukul mundur dan terjatuh.

"Kau suka itu?" kataku.

"Sialan kau, jangan senang dulu, bocah!" katanya sambil berdiri.

Dia bergerak menghampiriku dengan cepat sekali, lalu dia menyerangku. Aku tak sempat bertahan karena pergerakannya yang cepat, aku terlemparkan ke arah pepohonan oleh serangannya. Bahkan pohon terpotong akibat tubuhku yang terlempar, rasa sakit yang kuterima tidak main-main.

Aku mencoba bangkit perlahan demi perlahan, dia terus menghampiri dan menyerangku. Seluruh tubuhku babak belur olehnya, dia menyerangku dengan pergerakan yang cepat, aku tidak mendapatkan kesempatan untuk menahan serangannya sama sekali.

Tetapi saat itulah aku tersenyum. "Teruslah menyerangku," kataku dengan suara kecil.

"Tidak usah khawatir, sebentar lagi kau akan mati!" ucapnya sambil terus menyerangku.

Elemen petir menyala-nyala perlahan mulai menyelimuti tubuhku, ketika dia ingin menyerangku dengan pukulan penghabisnya, aku menahannya dengan satu tanganku. Dia terkejut serangannya tiba-tiba dapat dihentikan dengan mudah, aku menggenggam tangannya dengan erat kemudian aku menatapnya dengan tatapan tajam. Kemudian aku menghajarnya hingga dia terlempar jauh.

"Agh.. Apa-apaan bocah itu?!" gumam orang itu sambil melihat ke arahku.

Kini aku telah kembali dikendalikan sepenuhnya oleh kekuatanku. Aku mengeluarkan pedang petir di tangan kananku, lalu bergerak melesat ke arah orang itu.

Dia mencoba menyerangku tetapi sayangnya pergerakanku yang sangat cepat membuatnya meleset, aku menyerangnya secara bertubi-tubi dengan pedang petirku. Kali ini dia yang tidak memiliki kesempatan untuk bertahan, sayatan pedangku terus mengenainya.

"DASAR BOCAH MENYEBALKAN!!" teriaknya sambil menyerang ke segala arah.

Aku menghindari semua serangannya, serangan itu sama sekali tidak dapat menyentuhku. Kemudian aku menusuknya dengan pedang petirku dari belakang, dia memuntahkan darah. Lalu aku mencabut pedang petirku dari tubuhnya dan dia pun terjatuh.

Napasku terngah-engah, terlihat orang itu telah gugur akibat serangan fatal itu. Kekuatanku mereda, listrik yang menyelimuti tubuhku memudar lalu menghilang. Napasku terus terengah-engah, aku menatap jasadnya. Ini pertama kalinya aku membunuh seseorang, tubuhku terasa berat lalu aku pun terjatuh, kelopak mataku perlahan menutup pandanganku.

Beberapa waktu kemudian aku terbangun di atas kasur kecil, aku melihat ke sekitar. Aku tengah berada di satu ruangan terbuat dari kayu, lantai kayu, dan ada lentera berisi api di gantung di dinding. Aku tidak mengenal bangunan ini sama sekali, bangunan ini tidak tampak seperti bangunan di kediaman para Duri Malam, aku tidak tahu siapa yang membawaku kemari.

Aku hanya mengingat-ingat apa yang terjadi sebelumnya, dan aku ingat bahwa sebelumnya aku bertarung dengan orang asing, setelah itu aku tidak mengingat apa pun.

Tak lama kemudian seorang perempuan berambut ungu datang memasuki ruangan sambil membawakan teh hangat, aku menatapnya.

"Ka-kau sudah sadar?" ucapnya gugup.

Kemudian aku mengganti posisiku menjadi duduk. "Apa kau yang membawaku kemari?"

"Tidak.. maksudku iya, iya," katanya lalu menyimpan secangkir teh hangat di atas meja di samping kasur. "I-ini minumlah.." ucapnya masih gugup.

Aku menatap ke bawah sambil memegang wajahku yang terasa sakit. "Dimana ini?"

"Ini dirumahku.. aku menemukanmu tergeletak di atas tanah, tapi yang satu orang lagi sudah mati jadi tidak kubawa kemari," ujarnya.

"Mati? Apakah aku berhasil mengalahkan orang itu? Jika iya, pasti aku yang sedang lepas kendalilah yang melakukannya." kataku dalam hati.

"Begitu ya.." Kataku sambil menatapnya.

"Be-begitulah," dia gugup lagi.

Aku tidak tahu apa yang terjadi setelah aku tak sadarkan diri, aku tidak tahu apakah pertempuran telah usai atau tidak. Selain itu, aku meninggalkan Siera di kediaman sendirian.

"Aku harus kembali ke kediaman Duri Malam," kataku sambil melepas selimut dan mencoba berdiri.

Badanku terlalu lemas untuk bergerak sehingga aku malah terjatuh.

"Ah.. apa kau baik-baik saja?" Dia memegangku dan membantuku berdiri. "Tubuhmu dipenuhi luka, istirahatlah dulu.. Setidaknya sampai lukamu sembuh," katanya sambil menuntunku kembali ke kasur.

Sekarang badanku malah jadi terasa sakit. "Eghh.. Maaf," kataku sambil kembali duduk di kasur.

"Tidak apa-apa," jawabnya. "Aku akan membantumu.." Lanjutnya.

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Jangan lupa tekan tombol vote dan juga share untuk support cerita ini ✨. Saya menghargai setiap masukan dari pembaca, jadi jangan sungkan untuk berkomentar. Beritahu saya part favorit kalian di kolom komentar ya. 🌹 Terima kasih 🌹

Into the Worldverse : Worlds Gate OpeningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang