Chapter 41. Penyesalan

99.6K 9.6K 2K
                                    

Mo nanya, kalian dari planet mana aja?

Ready to read?

***********

"Kangen aku, nggak?" tanya Ara setelah melepaskan pelukannya.

Arkan tersenyum, menghapus air mata yang ada di pipi Ara, kemudian menggeleng sebagai jawaban, membuat gadis manis itu cemberut.

"Ya udah, aku balik ke indo aja," ucap Ara hendak menjauh dari brankar Arkan, tetapi tangannya sudah lebih dulu ditahan oleh sang kekasih.

"Ekhem! Kita di sini orang loh, bukan boneka." ucap Raga, membuat sepasang kekasih itu menoleh.

Diantara beberapa orang yang berada di ruangan itu, tatapan Arkan tertuju kepada Kakak laki-lakinya yang sedang menatapnya dengan mata memerah menahan tangis. Arlan melangkahkan kakinya mendekati Arkan dengan senyum haru.

"Gue bilang juga apa, orang jelek kaya lo pasti diberi umur panjang." ucap Arlan sambil mengusap puncak kepala Arkan, "Jadwal operasinya udah ditentuin?" sambungnya.

Daddy Arnan yang mendengar itu pun menghela nafas kasar, "Daddy mau bicara sama kamu, Ayak dan Ara juga." ucapnya sambil berlalu keluar dari sana, diikuti ke tiga remaja itu dengan kening mengernyit.

"Ada apa, Dad?" tanya Ara, ketika mereka berada di taman rumah sakit.

"Arkan menolak untuk tranplantasi ginjal," jawab Daddy Arnan lirih.

Jawaban pria paruh baya itu mampu membuat Arlan menatapnya tidak percaya, "Kenapa?" tanyanya.

Daddy Arnan menggeleng, "Daddy udah coba bujukin dia, dokter dan perawat juga udah berusaha tapi keputusannya tetap sama," jawabnya.

Terjadi keheningan cukup lama, "Biar Ara aja yang bujukin," ucap Arlan setelah cukup lama terdiam, "Kalo Arlan ataupun Ayak, yang ada cuma di lirik sama dia, nggak bakal di dengerin," sambungnya.

Ara menatap ketiga laki-laki di hadapannya sambil menganggukkan kepalanya. Ayak yang melihat tatapan sang adik pun mengernyit, menyadari tatapan gadis itu yang sudah sangat-sangat lelah menghadapi kenyataan.

"Kalo gitu, kita ke ruangan Arkan dulu ya, Dad." Pamit Ayak, berlalu dari sana sambil merangkul bahu sang adik.

Arlan yang juga hendak pergi dari sana pun terhenti ketika Daddy Arnan menahannya, laki-laki itu menatap sang Daddy dengan tidak suka, "Kenapa?" tanyanya.

"Jangan terlalu khawatir, Daddy akan lakuin apapun agar Arkan bisa sembuh," ucap Daddy Arnan. Seasing apapun mereka, Arlan tetaplah darah dagingnya dan tentu saja dia menyadari seberapa keras anak sulungnya itu berusaha menyembunyikan perasaannya.

"Arlan nggak khawatir kok, bukan karena ucapan Daddy, tapi karena Arlan percaya Arkan pasti bisa bertahan." ucap Arlan cuek, sebelum berlalu pergi dari sana.

Daddy Arnan menghela nafas kasar, keluarganya hancur karena dirinya, andai saja waktu bisa di ulang, dia tidak akan membuat anak-anaknya kecewa. Pria paruh baya itu terdiam cukup lama sebelum kembali ke ruangan Arkan.

Dadddy Arnan mengernyitkan keningnya ketika melihat Arlan, Ayak dan teman-teman anaknya yang duduk di depan ruangan Arkan, "Kalian kok di luar?" tanyanya.

"Di usir bang Arlan sama bang Ayak, Om," jawab Agam yang duduk selonjoran di koridor rumah sakit, sambil menunjuk kedua tersangka yang sedang duduk santai di kursi tunggu.

Daddy Arnan menoleh ke arah kedua laki-laki itu, "Biar Ara bisa fokus bujukin Arkan." ucap Arlan yang mengerti atas tatapan sang Daddy.

Daddy Arnan hanya bisa pasrah atas tindakan anak-anaknya itu, biarlah asalkan Arkan berhasil di bujuk. Sedangkan di dalam Ara hanya menatap Arkan, membuat Arkan kebingungan.

Possesive and Cold BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang