Chapter 19. Sakit

127K 12K 843
                                    



Maaf ya kalo typo



Arkan mengendarai motornya dengan kecepatan di atas rata-rata, percayalah saat ini dia sangat panik. Sejak subuh, laki-laki itu berkali-kali mencoba menghubungi nomor Ara, tetapi tidak diangkat oleh kekasihnya itu, hingga dia memutuskan untuk menghubungi bi Inem dan mendapatkan kabar bahwa gadis manis itu sedang demam.

Laki-laki itu memarkirkan motornya di halaman rumah kekasihnya itu, kemudian berlari kecil masuk ke dalam rumah tersebut. Bi Inem yang baru saja turun dari lantai dua pun langsung menghampirinya.

"Ara mana, Bi?" tanya Arkan

Dengan rambut yang masih basah dan seragam sekolah yang berantakan, siapapun yang melihatnya pasti mengetahui bahwa laki-laki itu terlihat terburu-buru. Bahkan laki-laki itu datang tanpa menggunakan jaket dan helm.

"Di kamarnya Den, dari tadi subuh menggigil terus," jawab bi Inem.

"Makasih Bi." balas Arkan sambil berlari menaiki tangga menuju kamar sang kekasih.

Laki laki itu membuka kamar Ara dan berjalan mendekatinya dengan tenang, Arkan mendudukkan dirinya di pinggir kasur kemudian mengusap puncak kepala Ara dengan lembut.

"Ra," panggil Arkan, membuat Ara membuka matanya.

"Jam berapa?" tanya Ara dengan suara serak, ketika mendapati Arkan berada di dekatnya.

Arkan yang mendengar itu pun melihat jam tangannya. "Enam." jawabnya, "Udah makan?" sambungnya, masih mengusap puncak kepala Ara yang terasa panas itu.

Ara tidak menjawab, gadis manis itu kembali memejamkan matanya yang terasa berat, bertepatan dengan seseorang yang mengetuk pintu kamarnya. Tidak berselang lama, bi Inem masuk ke dalam kamar sambil membawa nampan yang berisi semangkuk bubur dan segelas air putih.

"Non Ara belum makan Den, ini buburnya," ucap bi Inem sambil menyerahkan nampan yang dibawanya tadi.

"Makasih Bi" ucap Arkan, sambil mengambil nampannya, yang dibalas anggukan oleh bi Inem kemudian pamit pergi dari sana.

Arkan meletakkan nampannya di atas nakas, kemudian kembali duduk di samping Ara, laki-laki itu mengecup kening Ara.

"Makan dulu ya," ucapnya lembut.

Ara menggeleng lemah, "Nanti aja," ucapnya.

"Kalo kamu nggak makan, ntar tambah sakit," ucap Arkan sambil mengusap pipi gadis manis itu yang terlihat pucat.

"Dingin ..." lirih Ara, membuka matanya.

Arkan menatap mata yang memerah itu dengan sendu, kemudian membantu Ara untuk duduk, "Demam kamu tinggi banget, kita ke dokter aja ya?" tanyanya yang dijawab gelengan lemah.

Laki-laki itu mengambilkan air untuk Ara, "Minum dulu." ucapnya, langsung dituruti oleh Ara. Setelahnya, Arkan mulai menyuapi Ara secara perlahan.

"Udah." ucap Ara sambil menutup mulutnya.

Arkan kembali memberikan air putih itu kepada Ara, lalu membantu nya untuk berbaring kembali. Laki-laki itu mengambil wadah berisi air hangat dan handuk kecil yang berada di atas meja, sepertinya bi Inem baru saja mengompres-nya.

Ara memperhatikan pergerakan Arkan dengan tatapan sayunya, laki-laki itu tidak akan memberinya obat tanpa resep dokter, begitu juga dengan Ayak, kedua laki-laki itu lebih memilih langsung membawanya ke dokter.

"Kamu berangkat sekolah aja," ucap Ara parau, ketika melihat Arkan kembali duduk di sampingnya.

Arkan tidak membalas ucapan Ara, laki-laki itu dengan telaten mengompresnya, kemudian ikut berbaring di samping Ara dan memeluknya.

Possesive and Cold BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang