Chapter 20. Namanya Araya Maurasya

139K 11.9K 1K
                                    


Seorang laki-laki yang sedang menyeret koper berwarna hitam berjalan memasuki rumahnya, "ASSALAMUALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATU, ADA ORANG?" teriaknya.

Suara itu membuat Kayla dan Nayla yang saat ini berada di kediaman Ara menjadi tegang, sedangkan Dara hanya memutar bola matanya malas ketika melihat kedatangan Ayak.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatu, ada sayang ada," jawab Gara yang sedang bermain PlayStation.

Saat ini, teman-teman Arkan dan Ara memang sedang berada di kediaman Ara untuk menjenguknya, tadinya hanya Agam, 2V, Kayla, Nayla dan Dara yang hendak menjenguk Ara, tetapi ketika hendak keluar dari sekolah, kelima remaja itu di hadang oleh Dimas, Gara dan Raga, yang hendak menumpang di mobil 2V.

"Loh! ada apa nih rame-rame di rumah gue?" tanya Ayak sambil duduk di samping adiknya yang terlihat lemah itu. "Mau nyambut gue ya?" sambungnya dengan percaya diri.

Nayla dan Kayla yang melihat tingkah laki-laki itu pun kaget, pasalnya selama ini mereka hanya melihat sisi Ayak yang cuek dan pendiam, berbeda dengan teman-teman Arkan yang memang sudah mengenal Ayak sejak lama. Dara yang menyadari ekspresi kedua temannya itu pun terkekeh.

"PD banget lo Bang, kita ke sini mau numpang makan," jawab Dimas yang baru saja datang dari arah dapur sambil membawa tempat yupi Ara.

Ara yang melihat itu pun langsung mengambilnya. "Ini nggak boleh dimakan!" ucapnya kesal.

Ayak yang baru saja melihat wajah Ara pun menangkup kedua pipi gadis itu ketika menyadari wajah mungil itu terlihat pucat. "Kamu demam? Wajah kamu juga pucat Dek," tanyanya.

"Iya, ini udah mulai baikan kok," ucap Ara dengan senyuman, berusaha meyakinkan kakak laki-lakinya itu.

Ayak menatap Ara penuh khawatir, "Sejak kapan?" tanyanya.

"Tadi subuh," jawab Ara.

"Kenapa nggak ngasih tau Abang?" tanya Ayak lagi.

"Ara cuma demam biasa kok," balas Ara sambil mengusap tangan Ayak yang ada di pipinya.

"Jadi kalo demam biasa, Abang nggak perlu tau ya?" tanya Ayak, laki-laki itu terlihat kecewa, "Oke, sekarang kita urus diri masing-masing aja, kalo ada apa-apa nggak perlu cerita, toh kamu juga punya Arkan, udah nggak butuh Abang." sambungnya.

"Nggak gitu, Ara nggak mau buat Abang khawatir selama perjalanan pulang," ucap Ara, gadis itu hendak menangis saat mendengar kalimat terakhir Ayak.

"Abang itu segalanya buat Ara, jadi gimana bisa Ara nggak butuh Abang?" sambungnya.

Ayak menarik Ara ke dalam dekapannya, "Iya tau, barusan cuma asal ngomong." ucapnya sambil mengecup puncak kepala Ara.

Arkan yang sejak tadi mendengar percakapan mereka pun tersenyum tipis, Ayak memang segalanya buat Ara, orang yang paling gadis itu sayangi, bahkan jika dibandingkan dengan dirinya, tentu saja kedudukan Ayak sangat jauh di atasnya.

Ayak menoleh ke arah Arkan yang berada di sebelah kiri Ara, laki-laki itu terlihat fokus menatap televisi, membuat tangannya terangkat untuk menoyor kepalanya.

"Woy kampret! Adek gue demam lo malah sibuk nonton," ucapnya, membuat Arkan menoleh dengan wajah datarnya.

"Terus?" tanya Arkan.

"Ya elah, jadi cowo nggak peka banget, mau gue ajarin cara menjadi pacar yang baik?" tanya Ayak balik.

Dara yang duduk di karpet tepat di depan mereka pun mencebikkan bibirnya. "Pacaran aja udah nggak pernah, sok-sokan mau ngajarin," sindirnya tanpa menoleh.

Possesive and Cold BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang