•• Chapter 40 ••

4.5K 213 0
                                    


Semoga kalian menyukainya❤📍📍

Jangan lupa meninggalkan vote dan komentarnya ya!!
Follow juga akun ini📍📌

Typo ditandai!

Happy Reading❤❤

°°°°


Malam ini kafe di tempat Misel bekerja sedang ramai pengunjung,gadis itu sedari tadi sibuk ke sana kemari melayani pembeli yang terus berdatangan.

“Dek,tolong bawain makanan ini ke meja nomor 18 ya.”suruh seseorang kepada Misel,gadis itu tanpa banyak bicara langsung membawa nampan tersebut ke meja yang di maksud.

“Silahkan di nikmati hidangannya Pak,”ujarnya sambil meletakkan nampan yang dia pegang di meja.

“Ah iya —”

“Papa,”sapa Misel sedikit terkejut mendapati Papanya.

“Papa ngapain di sini? Mama mana?”imbuhnya kembali menetralkan rasa terkejutnya.Rindu? Tentu saja.Tetapi Misel harus bisa mengendalikan dirinya sendiri untuk tidak memeluk Bryan sekarang,karena dia tau bahwa Bryan akan memarahinya dan hal itu pasti membuat dia semakin di benci ayahnya sendiri.Cuma kata itu yang dapat dia katakan,sebagai basa basi semata.

“Sini,ikut sama saya!”desis Bryan menarik kasar lengan putrinya keluar dari kafe tersebut.Misel merintih merasakan  papanya yang mencengkram lengannya sangat keras.Gadis itu tidak dapat berbuat apa-apa selain menangis dan hanya dapat meringis menahan rasa sakit di kakinya akibat di paksa berjalan cepat oleh Papanya.

Setiba di luar Bryan mendorongnya secara kasar,menyebabkan dia hampir tersungkur jika tidak segera berpegangan pada batang pohon yang ada di sana.

“Ada apa pa?”Bryan berdecih sinis.

“Sudah berani melawan sama orang tua kamu ya,kenapa telfon dari mama kamu tidak kamu angkat?!”mendengar hal itu,lantas Misel langsung merogoh ponsel di sakunya dan meringis pelan ketika mengetahui ponselnya low batt.

“Maaf pa,ponsel aku low batt. Kenapa mama nelpon aku pa? Apa mama sakit?”Bryan bersedekap di dada,memperhatikan anaknya dari ujung kaki sampai kepala.

“Halah,bilang aja itu alesan kamu-kan?! Dasar anak durhaka! Kemana saja kamu selama ini,apa kamu tidak tau bahwa mama kamu sakit?!”ucap Bryan penuh penekanan dan tentu saja dengan nada yang tidak pelan namun tidtidak di tanggapi olehnya.

“Jika gak ada yang mau Papa sampein lagi,aku pamit mau lanjut kerja.”Lebih baik Misel pergi saja dari sini,semakin lama dia di sini akan membuat luka di hatinya bertambah banyak.

Saat hendak pergi tangannya di cekal Bryan,dia menarik nafasnya dalam-dalam kemudian menghembuskan dengan perlahan.“Ada apa lagi pa?”

Cuih! Baru jadi pelayan aja sombongnya minta ampun,kamu pikir dengan kamu pergi dari rumah dan tidak minta uang sama kami lagi, kamu merasa sudah keren?!”Misel menggeleng tidak percaya,apa maksud papanya sekarang.Bukankah mereka yang telah mengusir dirinya dan tentu saja Misel berkerja untuk menghidupi dirinya sendiri.

“Apa maksud Papa? Aku gak ngerti,dan bukannya papa yang udah ngusir aku?”Mungkin kali ini Misel sudah cukup berani untuk menyangkal ucapan Papanya,dia tidak ingin terus-terusan di kata-katai seperti ini.

“Dimana kamu tinggal? Pulang ke rumah sekarang!”

“Papa lebih baik pulang,hari udah larut.”saran Misel mengabaikan perkataan Bryan,mungkin ayahnya tersebut sedang mabuk dan dia tidak bodoh jika menuruti begitu saja, mengingat bahwa Bryan dan Yuna sudah mengusirnya mentah-mentah dari rumah megah tersebut.

MISELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang