Jihan dan Si Masa Lalu [13]

1.8K 247 32
                                    

Hari-hariku terus berjalan normal setelah kehamilanku memasuki usia lima bulan. Untung saja aku tidak mengalami problematika buncit-pada-perut karena memang tubuhku yang berisi ini, membuatnya tidak begitu terlihat. Kesehatanku pun sudah jauh lebih pulih dan Abang pun sudah mulai melaksanakan kegiatan PKL.

Selama sepuluh jam sehari Abang meninggalkan rumah untuk kegiatan PKL yang dilaksanakan selama tiga bulan. Terkadang aku merindukan Abang disaat jam makan malam. Karena hanya akan ada aku dalam beberapa waktu. Abang jarang duduk bersama ketika makan malam. Lain dengan sarapan, Abang hampir tidak pernah absen. Walaupun waktu ternyaman bagiku saat malam hari.

Tadi pagi Abang mengabariku kalau dia akan pulang lebih cepat dan saat ini sudah dalam perjalanan. Rasa bahagia tiba-tiba menguak di dalam hatiku. Dan tahu-tahu rasanya perutku seperti ada yang menendang. Ah, pasti si bayi senang karena Didinya akan pulang cepat.

Akh- Mas Bibi jangan tendang-tendang Bunda dong. Iya, iya, tahu, Didi sudah mau pulang ya? Senang, ya? Kangen Didi ya, Mas?”

Aku terus mengoceh menggumamkan rasa bahagia karena jabang bayiku yang kupanggil ‘Mas Bibi’ terus bergerak aktif. Perkembangan janinku sangat baik sejak USG terakhir. Dan dari panggilannya memang sudah jelas kalau kemungkinan besar jabang bayiku berjenis kelamin laki-laki. Ini semua sebetulnya tidak disengaja. Karena keteledoran Abang yang lupa mengingatkaan dokter untuk tidak memberi tahu jenis kelaminnya, membuatku sempat geram. Aku ingin semuanya kejutan, sementara Abang justru terlihat senang setelah tahu hasilnya.

Abang itu memang aneh. Dia kurang suka kejutan, tapi dia sendiri senang mengejutkan orang dengan tingkah-tingkahnya yang ajaib.

Assalamualaikum...” Suara salam dari pintu masuk terdengar. Kenop yang diputar menandakan seseorang telah masuk. Dan itu suara Abang.

Waalaikumsalam. Abang sudah pulang? Sehat, Bang?”

Aku mencium punggung tangan Abang sambil membantunya meraih plastik tenteng putih yang di dalamnya berisi dua kotak martabak. Sesuai pesananku.

Alhamdulillah...” Jawabnya singkat. Abang tampak lelah. Peluh membanjiri sebagian wajahnya dari mulai kening hingga turun ke pipi.

Sorot matanya turut mendukung situasi Abang yang tampak sangat lelah dan banyak pikiran, “Kenapa Bang? Ada sesuatu di kantor?”

Abang menggeleng pelan.
Menjatuhkan tubuhnya di sofa, “Bita sehat?” Abang mengalihkan pertanyaanku.

“Jawab dulu, Bang kalau ditanya tuh.”

Abang masih menggeleng, “Nggak papa. Cuma agak lelah aja,” Abang menurunkan kepalanya kearah perutku yang di balut kaus cotton berwarna biru, “Assalamualaikum Mas Bibi? Kangen Didi nggak?” Abang memainkan jemarinya di atas perutku. Sambil bergerak mengusap kepalanya, aku bercanda menjawab pertanyaan Abang dengan suara yang di buat manja, “Waalaikumsalam Didi. Kangen dong...”

Abang tersenyum simpul memandangku, “Lagi banyak kerjaan ya, Bang? Tapi kan pulang cepat?”

Abang menggeleng, “Iya pulang cepat, kerjaan sudah selesai semua. Nggak terlalu banyak mangkanya cepat pulang, Bit. Masa banyak kerjaan Abang kabur pulang.”

Aku nyengir sambil mengangguk, “Iya juga, sih,” Aku menatap Abang lagi, “Mau Bita buatin sesuatu?” Tanyaku masih menatap Abang yang kini beralih sibuk menggerakkan jemarinya diatas layar ponsel, “Hah?”

“Fokus dong, Bang kalau Bita lagi tanya.”

Abang mengangguk-angguk tanpa mengatensiku, “Iya, kenapa?”

Saatnya Jatuh Cinta! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang