Pagi-pagi aku bangun lantas menyiapkan sarapan. Walaupun nggak begitu bisa masak. Setidaknya roti dan selai masih bisa aku sajikan untuk Abang.
Abang pagi-pagi keluar untuk jogging. Seperti kesehariannya, sudah hampir jam tujuh tapi dia belum kembali. Sementara Jihan, dia masih di kamar tamu. Biarlah, lagipula Jihan tamu. Sudah sepatutnya memperlakukan tamu dengan baik.
Sambil menata roti diatas meja, tiba-tiba aku kepikiran perkataan Jihan semalam. Abang hanya cerita bahwa Jihan hendak dijodohkan, dan dia menolak. Lantas dia kabur dan menemui Abang. Sampai disitu aku berpikir untuk tidak ambil pusing. Tapi setelah dipikir, kenapa Jihan lari ke Abang? Apa dia nggak punya yang lain? Kedengarannya aneh. Seperti dia merasa Abang adalah superhero baginya. Atau mungkin- ah, nggak lah. Abang nggak mungkin begitu. Lagipula Abang tampak nggak begitu senang dengan idenya sendiri. Ide untuk membawa Jihan menginap semalam dirumah kami.
Sambil menuang air kedalam gelas, langkah kaki dari lantai atas terdengar. Spontan kepalaku mengangkat dan bergeraklah Jihan disana. Langkahnya sangat anggun. Dengan proporsi tubuh yang pas, Jihan tak dapat dielakan lagi oleh laki-laki manapun. Wajahnya bersih tampak dia lahir dari keluarga yang berada.
Benar-benar ciri wanita cantik.
No Bita! Nggak boleh insecure!
“Makan yuk. Sarapan roti nggak papa, ‘kan?” Jihan menatapku dengan senyum kecil, “Aku biasa sarapan roti kok. Makasih ya, Bit.”
“Nggak papa. Duduk, Han. Aku siapkan susu dulu ya.”
Aku berbalik setelah mengambil susu di pantry, “Rama biasa duduk dimana?” Tanyanya. Aku mengangkat kepala. Abang biasanya duduk dimana saja, sih, “Abang duduk dimana aja sih. Bawa enjoy aja, Jih. Bebas mau duduk dimana.”
“Aku bantu ya,” Jihan berdiri dari duduknya setelah melihatku hendak meletakkan roti keatas piring. Kebetulan ini hari minggu, dan bersyukur Abang masih dapat libur dihari minggu padahal seharusnya ini waktu restoran paling hectic. Tapi entah bagaimana Abang bisa dapat libur dihari ini, “Rama biasanya suka makan apa, Bit?”
Aku mengernyit, “Hm ... Abang bukan tipe pemilih sih. Aku juga nggak terlalu bisa masak, jadi Abang yang mendominasi dapur.” Jawabku tenang. Jihan mengangguk, “Kalian menikah sudah berapa lama?”
“Hampir dua tahun beberapa bulan lagi,” Aku meliriknya, “Maaf kalau menyinggung, apa benar kamu mau dijodohkan?”
“Rama sudah cerita, ‘kan? Begitulah. Dijodohkan dengan laki-laki yang nggak kita suka. Klise ya, tapi aku bukan orang yang dengan mudah menerima orang lain. Terlebih dia lebih tua sepuluh tahun dariku. Biasa lah, Bit. Terkait saham keluarga.” Terangnya. Aku mengangguk, “Kami juga dijodohkan. Tapi ya mungkin kondisinya berbeda. Mungkin setelah ini kamu bisa coba untuk membicarakan semuanya dengan orang tua-“
“Ram! Sudah balik? Yuk sarapan.”
Belum selesai dengan kata-kataku, suara Jihan yang menyapa kedatangan Abang membuatku menoleh kearah pintu masuk. Abang disana dengan cucuran keringat dan handuk dilehernya, “Sudah rapih, Bit?” Abang mendekat menyapaku. Jihan tampak melirik kami kemudian duduk di kursinya, “Abang ganti baju sebentar, ya.” Abang mengecup kepalaku sejenak kemudian beranjak.
Kulirik Jihan di depanku. Tangannya bergerak merobek roti diatas piring. Gerakannya tampak bebas. Mirip orang yang menyimpan suatu perasaan, “Dimakan duluan aja, Han. Nggak papa.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Saatnya Jatuh Cinta! [Completed]
ChickLit'Saatnya' The Series #1 [Chapter Hilang, Bab terakhir dan Extra Part dapat dibaca di KaryaKarsa @TaeIlss] Selamat Datang Para Hadirin! Selamat Datang di Pernikahan Bita dan Rama. Rama si mahasiswa Tata Boga yang manis dan penuh perhatian. Bita, m...