Love You To The Moon and Back, Abang [27]

779 129 16
                                    

“... Panas loh, Kak? Sudah makan? Kalau belum, makan dulu ya. Habis itu minum obat, nanti Mimma minta Mbak Ira untuk ambilkan makan dan obat Kakak. Langsung ke kamar, ya.”

Aku bergerak menuju lantai dua setelah bertemu Mimma di pintu tadi. Selepas diantar kembali oleh Deandra dan Mas Kanda, aku memang merasa suhu tubuhku menjadi panas. Walau sudah di infus sebelumnya, hal itu tak benar-benar membuatnya lebih baik.

Memasuki kamar, aku merebahkan tubuh. Ingatanku terus kembali pada gambar-gambar yang kulihat di rumah ku bersama Abang. Banyak gambaran indah tentang kami berdua, ketika jalan-jalan ke salah satu museum, hingga ketika membuat beberapa kudapan bersama Abang. Semuanya sering ku abadikan dalam bentuk foto walau Abang sendiri tak begitu suka di foto. Sebagian dari banyaknya foto yang ku ambil akhirnya di cetak dan kupasangi pigura agar bisa terus dilihat dan kami kenang memori kebersamaan itu.

Abang bilang padaku, jika suatu saat kami bertengkar atau merasa jauh, dengan foto-foto itu kita bisa saling mengingat masa indah itu dan berusaha memperbaikinya kembali. Abang benar, setelah melihat foto-foto itu aku merasa lebih baik⸻walau setelahnya tak bisa mengontrol emosi yang meluap bercampur trauma kejadian itu. Aku merindukan Abang, sangat merindukannya.

Semoga Abang mau menemuiku⸻setidaknya di dalam mimpi.
Setelah selesai merebahkan tubuh sejenak, aku masuk ke dalam kamar mandi untuk mengganti pakaian. Aku tidak akan mandi, atau hal itu justru membuatku lebih buruk.

Keluar dari kamar mandi, kulihat Mbak Ira sedang meletakkan mangkuk sup dan nasi hangat diatas meja rias ku. Melirik ku dengan senyum.

“Makan lalu minum obat ya, Kak. Tadi Ibu bilang sama Ira, Kak Bita jangan mandi dulu. Langsung tidur saja, supaya lebih segar bangun nanti.” Terang Mbak Ira kemudian pamit pergi dari kamarku.

Mengucap terima kasih, aku menutup pintu kamar pelan.

Banyak orang yang sering mengkhawatirkan diriku, dan sebanyak itu pula aku sudah merepotkan mereka dengan kondisi ku yang tak pernah kembali stabil seperti sebelumnya.

Aku terlalu melebih-lebihkan. Setidaknya menurut psikolog ku, aku sudah lebih baik untuk sebuah jalan baru setelah tiga bulan terapi trauma.

Menyuap nasi dan sup, kemudian meminum obat setelah semua makananku habis.

Aku akan tidur dan merindukan Abang. Semoga Abang muncul dalam mimpiku.

🤍🤍🤍


“... Orang tuanya Bita telepon, katanya Bita sakit. Sedari tadi mengiggau, panggil-panggil Sholeh terus.”

“Bita sakit apa, Ma?”

“Nggak tahu, Mimmanya hanya bilang Bita drop. Sholeh kesana ya? Lihat Bita, Mama khawatir.”

Baru sekitar satu jam sejak gue tiba di rumah, sekarang pukul sembilan malam dan mendengar perkataan Mama barusan, gue merasa cukup panik. Bita sakit? Gue nggak tahu dia sakit apa, ada kemungkinan berkaitan dengan operasinya waktu itu atau bahkan karena yang lain⸻bisa jadi soal trauma nya juga.

Bergegas, gue mengganti pakaian lantas mengambil kunci motor untuk tancap gas menuju rumah Bita. Setibanya disana, gue lihat rumahnya sepi. Tapi ketika masuk, gue bertemu Mbak Ira yang menyambut gue di depan pintu.

“Mas Ihra, Kak Bita panggil-panggil Mas terus. Sejak tidur sehabis minum obat, kondisinya jadi menurun. Mimma sudah cek, suhu tubuhnya masih tinggi. Sesekali mengiggau.” Terang Mbak Ira membuat gue mengangguk.

Saatnya Jatuh Cinta! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang