Masa Lalu Dan Bita Cemburu [7]

3K 314 18
                                    

-part ini panjang...

“Ram, lo sisa margarin nggak?”

“Yah, abis. Sorry.”

“Yaudah deh.”

Sorry banget, Sil. Yaudah gue duluan yak.”

“Iya, tiati, Ram.”

Gue turun dari tangga dengan cepat. Sore ini gue sudah janji sama Bita bakal balik bareng. Lo pada tahu, gimana senangnya Bita kemarin malam?

Bita itu emang spesial. Gue nggak ngerti lagi. Segitu bahagianya dia Cuma karena gue akhirnya bilang ‘cinta’ ke dia. Gue juga ngomongnya santai aja, nggak ada pikiran apa-apa. Kayak yang gue bilang, gue nol besar soal cinta. Bita sampai sebegitu bahagianya pagi tadi. Dia sangat perhatian hari ini sama gue. Nggak ngerti lagi gue tuh.

Gue melewati lorong kampus. Bita bilang dia bakal nunggu gue. Oke, pertama kita nggak akan jalan bareng dari kampus. Kita bakal ketemuan di depan gedung kantor kayak biasanya.

“Rama!”

Gue refleks menoleh. Kayak kenal?

“Rama, kan? Gue Jihan! Ingat nggak?”

Jihan... Jihan..., “Jihan yang mana ya?”

Cewek didepan gue yang mengaku bernama Jihan ini berdecak, “Eh masa udah lupa. Jihan yang dulu SMA kita pernah ikut pendaftaran bareng buat Paskibraka. Tapi kan lo gagal sampai nasional, eh- cuma sampai kota kan lo, Ram!”

Ah... Jihan yang itu.

Sorry men, gue ketemu banyak Jihan soalnya.

“Oh! Iya, inget! Apa kabar? Lo kuliah disini juga?”

“Iya gue disini, Ram. Pasti lo adek kelas ya? Gue lihat lo pas ngospek 2 tahun lalu.”

“Lo Bem prodi mana?” Tanya gue cukup antusias, “Bahasa Arab, Ram. Mungkin lo pernah lihat gue, tapi pasti emang nggak ingat.”

“Oh pantes beda fakultas. Gue Tata boga, gue DPM. Doain bisa naik ke majelis ya...”

Jihan tampak antusias. Tanpa sadar kami berdua berjalan beriringan, “Wih, keren... Serem dong gue kalau di awasin nih sama lo,” Gue ketawa, “Ya santuy ajalah.” Jihan ikut ketawa.

Rasanya aneh memang ketemu teman lama, yang hampir gue lupain. Asli, se-apatis itu gue sama lawan jenis. Bawaannya malas aja gue. Walaupun memang gue layaknya lelaki diluar sana- lo tahu deh- tapi soal hubungan lawan jenis yang real kayak pacaran. Gue males luar biasa, “Lo mau balik?” Tanya Jihan lagi.
Gue ngangguk, “Lo kearah mana?” Tanya gue.

“Bekasi. Tapi dijemput bokap.”

Widih, anak bokap banget.” Jihan ketawa- lagi. Ini cewek demen banget ketawa. Berasa hidupnya selalu bahagia, “Biasa Ram. Anak satu-satunya suka ditarik sana sini. Dijemput bokap, ajak jalan sama nyokap. Begitu aja terus.”

“Mantap lah... dinikmatin aja dulu, Jih, sebelum nggak bisa kemana-kemana lagi sama bonyok kalau udah jadi milik orang.”

Mendadak gue mengingat nasib Bita. Dia sama kayak Jihan. Anak semata wayang dan boleh kepengin. Jadi wajar Mimmanya itu protektif banget. Mangkanya Mimmanya nggak sampai hati ninggalin Bita sendirian dan akhirnya dinikahkan dengan gue. Tapi melihat sekarang, Mimmanya mungkin sudah merasa lebih tenang. Tapi Bita yang kelihatan selalu kangen. Mungkin dia masih pengin bebas. Walaupun gue nggak pernah ngekang sebetulnya. Cuma, Bita memang anak yang patuh. Bukan mentang-mentang suaminya teman seangkatan, dianggapnya seumuran, dia seenaknya. Bita itu tahu aturan. Bahkan memang sejak sebelum menikah. Jadi gue biasa aja kalau melihat Bita seminggu penuh goleran di kamar. Dia memang se-mager itu. Kecuali emang kalau pergi-pergi sama Bonyoknya.

Saatnya Jatuh Cinta! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang