Dua Hati Diantara Kami [24]

582 103 11
                                    

“.... Alhamdulillah ya, Ta. Bisnis kecil-kecilan kita sudah kelihatan hasilnya. Senang banget gue. Thanks ya, sudah mau bantu, tiga bulan ini benar-benar jadi memori baik karena pertemuan kita yang nggak terduga.”

“Sama-sama, Dean. Gue yang justru terima kasih sama lo karena sudah membantu melancarkan acara healing gue.” Kekehku menatap Dean dengan lembut.

Perempuan berambut sebahu itu menatapku dengan ceria. Air mukanya sangat cerah dan aku bangga akan pencapaian ini.

Tiga bulan tidak bisa dikatakan singkat untuk waktu seseorang menikmati masa healing. Banyak hal yang terjadi dan telah aku lewati. Pelajaran yang perlu di ambil dan cara menyikapi hal-hal terhadap kehidupan. Tiga bulan berpisah dari Abang membuatku makin merindukannya. Selama itu pula aku tak menghubunginya lagi. Hanya melalui Ayah yang baru-baru ini kembali dari dinasnya di luar daerah bersama Mimma. Nifasku telah usai, begitupun dengan beberapa keluhan pasca melahirkan yang mulai membaik walau belum seratus persen. Kesibukan baruku di samping cuti kuliah adalah mengerjakan projek kristik bersama Deandra hampir satu bulan full⸻dan temu jadwal terapi pasca trauma.

Dua bulan sudah berlalu, dihabiskan untuk belajar dan menekuni jahitan kristik lebih dalam, sekarang waktunya beraksi untuk membuat suatu kegiatan.

Tentunya bersama Deandra, akhirnya kami berhasil memasarkan jahitan kristik yang di kerjakan dua orang sebanyak dua puluh lima buah secara online. Antusiasme para penikmat desain vintage dan aesthetic membuat kami makin semangat untuk mengerjakan pesanan. Sejenak aku melupakan masa cutiku yang akan berakhir kurang dari tiga bulan lagi, seketika itu juga aku mengingat Abang dan hubungan kita.

Lamat-lamat aku berpikir untuk tidak lagi bertingkah gegabah. Permintaan berceraiku waktu itu adalah tindakan impulsif yang merugikan aku sendiri. Nyatanya efek keberadaan Abang tak bisa membuatku tenang selama tak bersamanya. Aku harus mempersiapkan waktu untuk kembali bertemu dengan Abang. Tentunya pada waktu yang tepat, walau bukan sekarang.

Abang sedang apa, ya? Apa dia juga merindukan aku?

“Eh sebentar, Ta, gue baru ingat mau telepon murid gue yang kemarin baru ajak temannya mendaftar di lembaga gue. Mau konfirmasi waktu dan jadwal, gue keluar sebentar ya?”

Dean tiba-tiba bangkit berdiri, membuat kepala ku mendongak.

“Oh, oke.” Respon ku, kemudian Dean pergi keluar cafe untuk menelpon.

Sambil duduk menikmati cake dan minuman, dari arah pintu masuk karyawan, aku melihat Mas Kanda berjalan keluar sambil melipat apronnya asal.

Ah, dia mendekat kearahku.

“Hai, Ta. Mana Dean?”

“Hai Mas. Sedang telepon di luar.”

“Oh oke,” Mas Kanda melirik gerakanku mendekatkan gelas.

“Bagaimana selama kerja sama dengan Dean? Kalau yang saya lihat sih kamu happy.” Tanya Mas Kanda membuatku terkekeh.

“Sangat kentara di wajahku ya, Mas? Memang seru banget sih menjahit kristik ini. Ketemu Dean jadi seperti anugerah baru, lah. Mas Kanda nih, kayaknya bosan ya lihat aku terus disini?” Tanyaku bercanda.

Mas Kanda tersenyum kecil sambil menggeleng.

“Nggak sama sekali. Saya justru senang lihat kamu hampir setiap hari disini. Kamu kalau senyum manis loh, Ta.” Terang Mas Kanda membuatku mendadak terdiam.

Saatnya Jatuh Cinta! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang