Aku memasuki rumah sedikit terburu setelah hujan tiba-tiba turun. Kondisi rumah masih remang-remang, sepertinya Abang belum pulang.
Bergegas masuk ke dalam kamar mandi membawa handuk yang ku sampirkan dibahu.Sambil membuka baju, tanpa sadar aku meraba bagian perutku yang semakin membuncit. Sebenarnya sudah beberapa hari ini aku merasakan hal yang tidak biasa. Pergerakan si jabang bayi tampak berkurang, tidak seperti biasanya. Bahkan seharian ini seingatku, aku belum merasakan nyeri jika di dalam sana dia sedang menendang. Aku tak mengerti kenapa rasanya juga hampa, tapi aku berusaha yakin jika dia baik-baik saja. Mungkin dia lelah karena selalu ku bawa ke mana pun ketika di kampus.
Masa PKL Abang akan segera selesai, setelah ini kami bisa sama-sama berangkat ke kampus seperti biasa. Senangnya jika mengingat hal itu.
Keluar dari kamar mandi, aku menemukan handphoneku berdering. Satu panggilan masuk dari Abang.
"Halo?" Sapaku."Assalamualaikum Ibu dari anak-anaku? Lagi apa?" Tanya Abang dengan nada sumringah.
"Waalaikumsalam. Baik kok, habis mandi. Mau pakai baju dulu ya, Bang. Abang kapan pulang? Sudah mau maghrib." Tanyaku dengan nada manja.
"Iya, sebentar lagi nih. Tanggung, masih berbenah dulu."
"Oke, aku tunggu ya. Kalau sempat, Bita titip nasi goreng yang di perempatan lampu merah depan, ya. BM¹ banget, Bang."
"Oke, nanti Abang belikan. Bita buru-buru pakai baju, nanti masuk angin, si Kakak kesempitan deh. Sudah ya, Abang tutup dulu."
Abang menutup sambungan teleponku lebih dulu. Sambil menatap layar kunci di handphoneku, rasanya aku kembali teringat pada masa pertemuan kami waktu itu. Abang yang sok cool padahal sudah mengenal, dan aku yang agak takut mengakui kenyataan bahwa calon suamiku adalah teman kampusku.
Dalam hati aku tertawa. Rasanya konyol sekali, sebab kami sama-sama tahu perangai masing-masih ketika di kampus.
Tapi sekarang Abang sudah menjadi suamiku, dan aku telah menjadi istri seutuhnya bagi Abang. Bahkan calon Ibu dari anakku bersama Bang Ihra.
Semoga kami selalu dalam kebahagiaan dan limpahan rahmat.
"Kak, temani Bunda terus ya sampai nanti kamu lahir. Jangan mau buru-buru lahir, Bunda senang saat bisa bawa kamu kemanapun, kok." Ujarku lembut sambil mengusap perutku yang membuncit.
Semoga semua yang aku rasakan beberapa waktu ini hanya prasangka. Kakak disana baik-baik saja.
-
Gue berjalan santai memasuki rumah setelah selesai memarkirkan motor. Perjalanan balik tadi cukup melelahkan, pasalnya gue harus melawan macet parah yang biasa terjadi di Jakarta pada jam sibuk setelah maghrib. Berbekal kresek berisi nasi goreng, gue melangkah dengan percaya diri. Memasuki rumah sambil bersenandung.
Dimana Bita, ya? Kenapa rumah sepi banget?
"Assalamualaikum, Bit!" Panggilku.
Melewati tangga, gue membuka qpintu lantas memasuki kamar dengan pelan. Berusaha sebisa mungkin mengatur suara kernyitan pintu agar tidak terlalu keras.Ternyata Bita sudah tidur.
"Bangunkan atau nggak, ya?" Tanya gue ragu.
Belum sempat membuka jaket, Bita sepertinya bergerak gelisah setelah merasakan pergerakan gue.
"... nggak, Kak. Bunda nggak mau sendiri. Kakak jangan pergi dulu, ya? Ayah belum pulang, Kak. Jangan, kak. Bunda nggak mau ditinggal kakak! Jangan pergi, kak!"
Kaget mendengar suara Bita yang tiba-tiba menginggau dengan suara parau, membuat gue perlahan mendekatinya. Menyentuh dahinya yang tahu-tahu terasa panas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saatnya Jatuh Cinta! [Completed]
ChickLit'Saatnya' The Series #1 [Chapter Hilang, Bab terakhir dan Extra Part dapat dibaca di KaryaKarsa @TaeIlss] Selamat Datang Para Hadirin! Selamat Datang di Pernikahan Bita dan Rama. Rama si mahasiswa Tata Boga yang manis dan penuh perhatian. Bita, m...