Sudah Saatnya Kita Jatuh Cinta [28]

892 120 8
                                    

“... Iya, kami berangkat sehabis ini, Mimma, Ayah.”

“Setelahnya langsung pulang ke rumah kalian?”

“Iya, Yah. Bita mau langsung kesana saja, nanti sebisanya saja dulu yang di rapih kan. Sisanya baru kami panggil jasa kebersihan.”

“Kamu yakin, Kak? Kenapa nggak lebih lama di sini saja? Mas Ihra pun nggak jauh ke kampus kalau dari sini.”

Aku menggeleng seraya tersenyum pelan ketika Mimma memintaku untuk tetap berada di rumah. Aku tahu, Mimma pasti mengkhawatirkan kondisi mentalku belakangan ini. Tapi, rasanya sudah berbeda sejak hadirnya Abang dua hari lalu. Dengan segala tekad dan keinginan untuk memperbaiki hubungan kami kembali, Abang dan aku memutuskan untuk sesegera mungkin kembali ke rumah kami. Mungkin sekarang waktunya, karena aku tak ingin lebih lama lagi membiarkan semuanya terlewat. Setelah jadwal terapi terakhir kemarin,  menurut psikolog, aku sudah lebih baik. Karena perubahan yang aku mau, dasarnya hanya diriku saja yang bisa mengusahakan. Kupikir sudah saatnya, karena Abang pun tak ingin lebih lama lagi berpisah.

“Nggak apa-apa, Mimma. Aku sama Abang nggak pengin meninggalkan rumah lebih lama lagi,” Aku melirik Abang di samping kiriku. Dia menatapku sekilas kemudian mengangguk mengiyakan perkataanku.

“Saya sebentar lagi masuk masa uji coba untuk tugas akhir, rasanya lebih baik di rumah, Mimma. Karena beberapa alat praktikum juga sudah ada disana.” Imbuh Abang membuat Mimma mengangguk.

“Ya sudah kalau itu keputusan kalian.” Putus Mimma.

“Ayah harap setelah ini Mas Ihra bisa lebih bijaksana lagi ya, untuk kedepannya. Pernikahan ini bukan main-main, dan Ayah sangat tahu bahwa Mas Ihra orang yang bertanggung jawab. Tapi sebagai orang tua, ada baiknya bila kami mengingatkan, dan sudah tugas kami untuk memberi tahu hal yang baik bagi kalian.” Terang Ayah membuatku dan Abang mengangguk.

“Terima kasih banyak karena Ayah sudah menggantikan saya sementara waktu menjaga Bita, seharusnya ini tanggung jawab saya selamanya, namun karena adanya kejadian ini, saya terpaksa menitipkan Bita kembali. Semoga Ayah dan Mimma berkenan, saya juga minta maaf jika selama ini banyak kekurangan.” Ujar Abang tenang.

Menatap Abang, aku melihat sosok yang berubah sejak tiga bulan lalu. Memang, banyak pelajaran yang kami terima pasca kejadian ini. Begitupun dengan Abang yang terlihat lebih siap untuk jalan baru kami kedepannya. Sebagai istri aku akan mengikuti kemana suamiku melangkah selama itu baik. Sejauh ini Abang tak pernah menjerumuskanku, walau yang aku tahu Abang sebelum ini memang kurang tegas karena kejadian pasca kehilangan calon anak kami itu. Tapi Abang bilang padaku dua hari lalu bahwa banyak hal yang telah ia renungi. Abang dan usianya yang masih tergolong muda membuatku tak menyangka. Abang bisa saja menolak pernikahan ini di awal, tapi dia memilih mengambil tanggung jawab atasku setelah keputusannya yang mengatakan bahwa dia sudah mampu. Ujian itu terus hadir sepanjang perjalanan pernikahan kami hampir dua tahun ini. Masalah sekarang mungkin sudah selesai, tapi tak ada yang bisa memastikan jika kedepannya akan ada masalah lain.

Setidaknya kami sudah lulus ujian pertama, selanjutnya tinggal aku dan Abang pikirkan lagi apa yang harus kami ambil sebagai keputusan seseorang yang berkomitmen dalam hubungan serius seperti ini.

Memikirkan akan kembali bersama Abang di rumah kami, aku tersenyum senang. Hari yang ku nantikan akhirnya tiba juga.

“Nggak masalah untuk Ayah, Mas Ihra. Kak Bita juga putri kami satu-satunya, mungkin beberapa bulan kebelakang ini juga menjadi salah satu pelajaran untuk kami. Bahwa orang tua akan selalu bertanggung jawab pada anaknya. Jadi, Ayah kembalikan Kak Bita pada Mas Ihra untuk dijaga selamanya. Jangan lupa selalu di sayang ya, Mas.” Pinta Ayah mengakhiri katanya dengan candaan.
Abang terkekeh pelan.

Saatnya Jatuh Cinta! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang