Gue menurunkan Bita di depan kantor dekat kampus kami seperti biasanya. Dan kami berpisah sampai sore nanti.
Keputusan untuk merahasiakan pernikahan kami ini kadang-kadang memang lucu. Sering kali entah gue atau Bita yang nggak bisa ngontrol perasaan ketika kami saling bertemu. Para orang tua sudah tahu keputusan ini. Mereka menyerahkan semuanya ke kami. Ya walaupun di luar orang kampus rata-rata tahu kalau kami sudah menikah.
Gue tersenyum kecil. Lucu dan menyebalkan dalam satu waktu. Gue jadi nggak bisa banyak bersikap dengan Bita di kampus. Apalagi kalau melihat Bita yang memang di kelilingi banyak laki-laki mayoritas anak kelasnya.
Ah, ingatan gue melanglang buana ketika ketemu Bita di kantin. Itu dua cowok masih nempel sama Bita nggak ya?
“Rama? Hai...”
Ketika gue selesai memarkirkan motor, tahu-tahu gue dikagetkan dengan kedatangan Jihan. Aih, ini cewek yak. Untung cewek, kalau cowok udah gue tabok, “Eh, Ya Allah!” Kata gue. Jujur, gue kaget, men!
“Eh sorry. Kaget ya? Sorry, sorry, Ram.” Muka Jihan tampak merasa bersalah. Tapi jadi nggak enak juga gue, “Nggak papa,” Gue mengangguk. “Tumben disini? Naik motor?”
Jihan mengangguk. Gue segera bergerak keluar dari sisi motor setelah memastikan semua barang gue nggak ketinggalan, “Iya, hari ini gue naik motor. Lo rapih banget, Ram? Mau ada janji yak?” Tanya Jihan sambil melirik memperhatikan gue.
Gue menunduk. Melirik kemeja biru navy gue dengan cengiran.
Kemeja pilihan Bita pas pertama kali kita belanja baju ke Tanah Abang.
Lucu kalau diingat.
“Nggak ada. Gue 'kan emang mesti rapih biar cakepnya keluar gitu, Jih.” Kata gue berkelakar. Jihan tertawa sambil berdecak, “Iya deh iya yang mantan anak Paskib yang ngaku ganteng,” Gue balas tertawa, “Jadi hari ini nggak ada janji, Ram?” Tanyanya lagi, gue menggeleng, “Nggak ada sih. Kenapa emang?”
“Gue mau ajak pergi bareng aja sih sebenarnya. Anak-anak grup paskib kita waktu itu ngajak kumpul. Ya kalau lo bisa, jam tujuh-an lah pada ngajak makan gitu Ram di kedai geprekan gitu. Katanya baru buka jadi ada promo. Di daerah Jakarta utara gitu.” Gue mengangguk.
Grup paskib gue waktu jaman SMA.
Jujur, gue nggak enak cerita sama Jihan kalau sebenarnya gue itu yang menolak di add ke alumni grup paskibraka SMA gue. Secara, gue itu asli malesnya kalau lihat aplikasi chatting gue terlalu ramai tapi gue kurang suka perbincangannya. Gue sih kalau muncul nggak pernah dikacangin. Tapi malas aja. Apalagi semenjak nikah, notifikasi Bita kadang-kadang tenggelam. Gue mau pasang pined buat nomor Bita, tapi grup organisasi gue juga banyak kabar. Belum grup kelas. Dan fitur pined Cuma buat dua grup atau orang aja. Otomatis Bita nggak bisa masuk di pined gue.
Dan ini lagi masuk grup alumni paskibraka. Nambah riweh aja kan.
Mangkanya Jihan kelihatannya nggak langsung masukin gue ke grup karena mungkin gue nggak gitu kelihatan tertarik.
Tapi mendengar ajakannya tadi. Gue lumayan tertarik sih. Cuma ya, jadi gue nggak balik cepat, ‘kan? Bita bolehin nggak ya?
•••
“Abang tadi nggak ada jadwal rapat? Tumben. Biasanya senin sore Abang hectic.”
Gue duduk di sofa menandangi Bita yang tengah mengitari sisi kanan sampai kiri sofa. Dia tengah mengepel sekitaran ruang keluarga ketika gue tiba beberapa menit yang lalu.
“Nggak, Bit. Abang free hari ini. Oh, ya, Bit, Abang mau minta ijin sesuatu.”
Gue teringat tawaran Jihan sore tadi. Kapan lagi 'kan mengisi masa lalu dengan masa kini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Saatnya Jatuh Cinta! [Completed]
ChickLit'Saatnya' The Series #1 [Chapter Hilang, Bab terakhir dan Extra Part dapat dibaca di KaryaKarsa @TaeIlss] Selamat Datang Para Hadirin! Selamat Datang di Pernikahan Bita dan Rama. Rama si mahasiswa Tata Boga yang manis dan penuh perhatian. Bita, m...