4. Amusement Park

11K 2.1K 566
                                    

Sore ini adalah jadwal check-up Jisoo untuk kakinya yang patah. Karena sang adik tidak bisa dihubungi, Jisoo terpaksa meminta sang ayah untuk pulang lebih awal dan menemaninya.

Sekarang, dia terlihat berdiri di pinggir taman rumah sakit. Ayahnya sedang pergi ke kamar mandi untuk buang arti besar. Dan Jisoo sudah memastikan bahwa Seonho akan membutuhkan waktu lama di kamar mandi. Maka dari itu dia memilih berjalan-jalan.

Dari tempatnya berdiri, Jisoo bisa melihat matahari yang sebentar lagi akan tenggelam. Tapi di taman itu masih tampak sangat ramai. Terlebih beberapa pasien anak-anak sedang bermain bola kaki dengan riang.

Jisoo tersenyum samar. Dilihat dari penampilannya, pasien-pasien itu adalah warga tetap di rumah sakit. Dalam artian, hidup mereka terkurung di gedung putih ini.

Ada rasa iba yang sempat hinggap. Namun mendadak hilang karena tak sengaja melihat seorang pasien anak perempuan baru saja didatangi oleh ibunya.

Anak kecil itu tampak riang menyambut kedatangan sang ibu. Lalu tak lama, tubuhnya diangkat dalam gendongan. Juga mendapat ciuman yang begitu hangat.

Jisoo iri. Maja dari itu kini tangannya mengepal kuat. Dia ingin sekali merasakan kasih sayang seorang ibu. Tapi disisi perasaannya yang lain, dia tak mau.

Karena terlalu larut dalam lamunannya, Jisoo sampai tak sadar jika sebuah bola melayang ke arahnya. Sampai teriakan-teriakan dari anak kecil itu membuyarkan lamunan Jisoo. Matanya membulat. Namun sebelum menghindar, ada sesosok tubuh kurus yang membungkusnya dengan dekapan hangat.

Bukk~

Jisoo tak merasakan sakit, karena orang itu telah melindunginya. Yang membuat Jisoo terheran adalah, tak ada sama sekali ringisan yang keluar padahal dia yakin jika punggung gadis itu terasa sakit.

Sampai akhirnya pelukan itu terlepas, yang Jisoo temui adalah senyuman manis. Hati Jisoo langsung terasa begitu hangat. Dia menyukai senyum itu.

"Maaf, aku memelukmu tanpa izin. Gwenchana?" suaranya lembut, menyapa halus telinga Jisoo.

"Eoh." Karena tak tahu harus menjawab apa, Jisoo hanya bersuara seadanya.

"Kalau begitu, aku pergi dulu. Kau harus berhati-hati."

Jisoo terdiam dan hanya menatap punggung yang mulai menjauh itu. Dia bahkan tak berpikir untuk menyampaikan ucapan terima kasih.

Butuh waktu beberapa detik untuk Jisoo tersadar dan memilih menyusul gadis itu dengan langkah susah payah. Bahkan sesekali dia meringis karena pergelangan kakinya berdenyut.

"Chogiyo!" Panggilan Jisoo berhasil menghentikan langkah gadis itu.

Sebelum bicara, Jisoo terlebih dahulu mengatur napasnya yang memburu. Walau tak tertinggal jauh, tapi untuk menyusul gadis itu Jisoo harus megerahkan seluruh tenaganya.

"Terima kasih, untuk yang tadi."

Gadis itu mengangguk. Lagi-lagi tersenyum begitu indah.
"Bukankah sesama manusia harus saling menolong?"

Jisoo tersenyum canggung. Gadis dihadapannya ini mengingatkan dia pada gadis pelayan cafe tadi. Mendadak dia merasa tak nyaman karena sadar sikapnya tidak benar. Tapi mau bagaimana lagi. Dia membenci orang miskin.

"Han Jisoo. Namaku," ujar Jisoo sembari mengulurkan tangannya.

Dengan senang hati, gadis itu menerima jabatan tangan Jisoo. Senyumannya benar-benar tak bisa hilang.

"Won Chaeyoung. Senang bisa mengenalmu, Jisoo-ssi."

..........

Ketika kakinya berpijak di taman hiburan itu, Lisa sungguh ternganga melihat semua benda berwarna-warni. Tak ada tangis, yang ada disana hanya canda dan tawa.

Puzzle Piece ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang