Dari matanya memandang, Jennie tampak bahagia ketika sedang bersanda gurau dengan Chaeyoung. Jisoo pun mampu merasakan kehangatan itu, walau hanya sebentar mengobrol dengan Chaeyoung tadi.
Tadi, mereka baru saja tahu bahkan sesungguhnya Chaeyoung dan Lisa adalah anak kembar non identik. Namun Chaeyoung selalu mengharuskan Lisa memanggilnya Unnie.
Sejak kecil pun, Chaeyoung sudah berperan sebagai kakak yang baik. Walau umur mereka hanya berbeda selama satu jam, tapi menurut Chaeyoung dia memang ditakdirkan untuk menjadi kakak Lisa.
"Kakimu sakit?" Pertanyaan Hanna itu mampu menyadarkan Jisoo akan sesuatu. Ternyata sedari tadi tangannya sibuk mengusap pergelangan kaki yang masih di gips.
"A-Ah, igeo. Hanya sedikit," ujar Jisoo tersenyum canggung.
"Kau harus meluruskan kakimu."
Tanpa meminta izin sang pemilik, Hanna mulai menaikkan kedua kaki Jisoo hingga bertumpu pada pahanya. Dengan penuh hati-hati, dia mengusap pergelangan kaki Jisoo yang sedang dibalut gips.
Seujurnya, dia merasa nyaman dengan perlakukan hangat Hanna padanya. Maka dari itu, Jisoo tak protes dan memilih menikmatinya.
"Kau pasti sedang banyak pikiran hingga tak berhati-hati saat berjalan." Perkataan Hanna mampu membuat bongkahan es di hati Jisoo meleleh seketika.
Semua orang yang Jisoo temui akan langsung menyalahkannya karena tidak hati-hati dan membuat kaki itu patah. Tapi Hanna berbeda. Wanita itu bukan menyalahkannya, melainkan berusaha memikirkan hal yang membuat Jisoo terjatuh.
"Gomawo, Ahjumma." Gadis itu berkata seakan sedang terhiptonis dengan senyuman Hanna.
"Jangan berterima kasih. Ini kewajibanku."
Kedua mata Jisoo mengerjab. Dia sungguh tak mengerti dengan perkataan Hanna. Dia juga tak mengerti, mengapa tatapan Hanna tampak sedang sendu sekarang.
..........
Tubuhnya sudah basah oleh keringat. Terkadang Lisa menyekanya dengan punggung tangan. Walau suhu disana cukup dingin, namun karena pekerjaan yang berat membuat tubuh orang-orang itu dipenuhi oleh keringat.
Dini hari ini, Lisa kembali bekerja di dermaga. Mengangkut box-box ikan hingga kedua tangan itu rasanya ingin patah. Tapi tentu tak akan bisa menghentikan Lisa.
Dia seolah lupa bahwa pagi tadi telah dilarikan ke rumah sakit karena pingsan akibat kelelahan bekerja. Tak ada yang bisa Lisa pedulikan selain kakaknya.
"Lisa," baru saja tangannya terlepas dari box, seseorang sudah menarik lengannya sedikit menjauh dari kerumunan.
Orang itu bernama Park Eunjae. Umurnya empat tahun di atas Lisa. Dia adalah gadis yang baik, dan selalu memberi Lisa perhatian.
"Kau bilang sangat membutuhkan uang untuk pengobatan kakakmu, kan?"
Lisa hanya mengangguki ucapan Eunjae. Kemarin, dia memang bercerita bahwa sedang membutuhkan banyak pekerjaan untuk pengobatan kakaknya.
"Kau tau jika bekerja seperti ini akan sulit untuk itu." Dahi Lisa mengerut ketika Eunjae meletakkan sebuah kertas kecil di telapak tangannya.
"Igeo. Aku yakin kau akan harga terbaik."
Dengan bingung, Lisa membuka kertas itu dan membacanya. Kedua mata hazel itu terbelalak tatkala tahu apa maksud Eunjae. Kertas itu berisi nomor telepon seseorang yang bertugas menjual organ tubuh manusia secara ilegal.
"Unnie---"
"Tidak apa jika hanya kehilangan satu ginjalmu. Kau ingin mencari banyak uang kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Puzzle Piece ✔
FanfictionPuzzle tidak akan pernah utuh jika salah satu hilang. Seperti mereka, yang tak akan bisa menjadi utuh jika terpisah. Mereka adalah Puzzle, yang seharusnya menyatu sejak awal.