11. Warm

10.5K 1.9K 568
                                    

Suasana pagi di cafe itu sangat lenggang. Hanya ada beberapa orang yang sedang menikmati sepotong kue dan secangkir kopi hangat untuk sarapan.

Asap yang berasal dari dua cangkir cappuchino itu menemani mereka berdua menikmati sepi. Tak ada yang saling bicara sejak hampir lima belas menit berlalu.

Hanna sebenarnya tidak ingin berada di sana, tapi untuk menolak ajakan Jihyun rasanya sangat berat. Tentu saja karena dulu hubungan mereka begitu dekat. Hanna menyayangi Jihyun, seperti adik menyayangi kakaknya.

"Tidak bisakah kita kembali seperti dulu?" Lirihan itu memecahkan keheningan di antara mereka.

Sejak tadi, kedua tangan Hanna saling meremas di bawah meja. Pertanda bahwa ia sedang merasa gusar. Ditambah mendengar perkataan Jihyun yang mampu menusuk perasaannya.

"Unnie, semuanya sudah berbeda." Berusaha untuk terlihat biasa saja, Hanna mulai menjawab.

"Hanna-ya, tapi---"

"Seperti ucapanku dulu. Kita akan menjalani hidup masing-masing."

Jihyun tampak menunduk. Wanita itu terlihat sekali jika sedang sedih. Inginnya untuk kembali dekat dengan Hanna. Tapi dia ditolak dengan cepat. Padahal, pertumuan ini sudah dia dambakan sedari dulu.

"Maaf, dulu aku tidak percaya padamu." Jihyun kembali bicara, kali ini nadanya mulai bergetar.

Hanna tersenyum tipis. Dia paling benci ketika harus mengingat masa lalu. Terlebih masa lalu itu meninggalkan luka yang tak bisa hilang sampai sekarang.

"Semuanya sudah berlalu. Aku sudah bahagia sekarang," ujar Hanna memberanikan diri untuk menyentuh tangan Jihyun di atas meja.

Bukannya ikut tersenyum, Jihyun justru terisak mendengar kalimat Hanna. Rasa bersalah yang berusaha dia pendam belasan tahun, kini kembali menyiksanya.

Hanna tentu dibuat kalang kabut. Dia panik melihat Jihyun yang menangis cukup kencang. Terlebih beberapa orang mulai menatap mereka dengan bingung.

"Kenapa? Kenapa dulu kau tak jujur padaku? Kenapa kau harus mengikuti permainan Eomma, Hanna-ya?"

Bibir itu kelu untuk menjawab. Kenangan yang menyesakkan saat dulu, sungguh memeluk Hanna sekarang. Dia tidak bisa berkutik, atau lari dari rasa sakit yang pernah membuatnya frustasi dulu.

Dia adalah yatim piatu sejak kecil. Tapi dengan kepintarannya, dia bisa mendapatkan beasiswa untuk sekolah hingga ke perguruan tinggi. Di saat itulah dia bertemu dengan suaminya dulu. Mereka merajut kasih, hingga memutuskan menikah dengan Hanna meninggalkan bangku perkuliahan untuk menjadi istri yang baik.

Tapi sayang, perjalanan kisah mereka tak pernah mulus. Sedari berpacaran hingga menikah, hubungan keduanya selalu mendapat penolakan dari orang tua sang suami. Alasannya tentu karena kasta mereka berbeda.

Suaminya terlahir dari keluarga konglomerat. Sedangkan Hanna hanya yatim piatu yang semula tinggal di rumah sewaan kecil dan kumuh.

"Kenapa kau harus menuruti Eomma untuk menipu kami?" Mendengar perkataan Jihyun, dada Hanna semakin sesak.

Hidup di dalam keluarga sang suami sungguh membuatnya tertekan. Orang tua suaminya terus saja berusaha membuat Hanna pergi dari keluarga itu. Yang mampu menerimanya disana hanyalah sang kakak ipar, yaitu Han Jihyun.

Sampai akhirnya Hanna sudah berada pada titik terlemahnya. Setelah bertahan selama 3 tahun dalam pernikahan itu, Hanna memilih menyerah.

Ketika itu, sang ibu mertua membuat rekayasa seolah Hanna sedang berselingkuh dengan pria lain. Padahal yang saat itu sedang Hanna temui adalah sepupunya sendiri. Anak dari kakak mendiang sang ibu.

Puzzle Piece ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang