Dia selalu berdoa, jika yang sekarang tengah menimpanya ini adalah sebuah mimpi. Mimpi buruk yang bahkan ketika ia bangun pun, tak akan pernah terlupakan karena luka di hatinya begitu dalam.
Musim dingin tahun ini, seakan lebih dingin untuknya. Rasa hampa yang menerpa sungguh menyiksa, karena tak ada yang bisa menghangatkannya.
Seminggu berlalu semenjak kejadian mengerikan yang menimpa adiknya. Sampai saat ini, Lisa masih belum sadarkan diri setelah menjalani operasi pemasangan jantung buatan.
Chaeyoung tak pernah lelah ada di dekat sang adik. Seakan tak memperdulikan dirinya sendiri yang masih membutuhkan perawatan, Chaeyoung terus duduk di kursi roda itu. Menggenggam tangan dingin milik sang adik, sembari terkadang meniupnya untuk memberikan kehangatan.
"Lisa-ya, ayo cepat bangun. Ayo kita ke Paris. Berfoto di depan menara Eiffel dan mengunjungi sungai Seine." Suara Chaeyoung tercekat.
Sekeras apa pun dia berusaha untuk tidak menangis ketika menemui Lisa, air mata miliknya itu akan tetap turun. Padahal ini sudah satu minggu berlalu, tapi rasa sedih miliknya justru semakin bertambah. Rasa takut di hati itu semakin tak terkendali.
"Ayo bangun adik kesayanganku. Ayo kita menjadi lebih bahagia. Kita berdua... Bahkan belum tertawa bersama dalam waktu yang lama." Chaeyoung mencium lama tangan kurus itu. Membiarkannya terkena air mata Chaeyoung yang terus mengalir.
Chaeyoung bahkan tak ingat, kapan terakhir kali dia merasa bahagia bersama Lisa? Karena mereka terlalu lama, terjebak dalam sebuah lubang hitam yang sulit untuk dilewati.
Di dalam ruang rawat itu, hanya terisi oleh suara tangis Chaeyoung yang semakin menjadi. Dia terus terisak, sampai napasnya menjadi sesak. Hingga berbicara pun, rasanya sangat sulit karena tangis itu tak bisa berhenti.
"Chaeyoung-ah, ayo istirahat. Sore nanti, kita kembali kesini lagi." Setiap tangis Chaeyoung sudah tak terkendali, Jisoo dan Jennie akan langsung menghampirinya.
Berujar dengan lembut untuk membawanya keluar dari ruang perawatan Lisa. Karena jika terlalu lama disana, Chaeyoung akan terus dikuasai oleh perasaan sedihnya.
Tanpa menolak, Chaeyoung membiarkan Jisoo membawanya keluar. Tinggallah disana Jennie yang telah duduk di samping ranjang Lisa. Menatap wajah pucat yang dahulu selalu merona.
Tangannya mulai terulur menyentuh wajah yang terdapat beberapa goresan disana. Hingga tatapannya berganti pada bagian leher milik sang adik, dimana ada selang pernapasan yang terpasang disana.
Dokter bilang, mereka tak bisa menemukan jalan pernapasan Lisa ketika hendak melakukan proses intubasi. Maka jalan lain agar Lisa dapat bernapas adalah melakukan trakeostomi. Dimana Dokter membuat lubang di bagian depan leher untuk memasang selang pernapasan disana.
Jennie memejamkan matanya. Sama sekali tidak mengerti, mengapa keluarganya terus dilimpahi cobaan hidup yang berat terus menerus.
Rasanya, ia sudah tidak sanggup lagi. Setiap saat selalu merasa ketakutan. Bagaimana jika Lisa tidak bangun? Bagaimana jika ada yang salah dengan jantung buatan itu? Bagaimana jika usaha mereka untuk mempertahankan Lisa berakhir sia-sia.
Semua pikiran buruk ada di kepala Jennie. Sampai makan pun tak bisa, dan tidur pun terasa sulit. Hidup gadis itu, terasa kosong.
"Lisa pasti lelah ya? Hingga tertidur lama seperti ini." Jennie mulai berbicara, sembari memainkan poni Lisa yang sudah hampir menutupi mata.
"Lisa ingat dengan gelang couple kita tidak?" Jennie berhenti sejenak untuk memainkan poni Lisa. Meralih meraih sebuah gelang sederhana berwarna kuning yang biasanya selalu ada di pergelangan Lisa, namun satu minggu lalu harus terlepas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Puzzle Piece ✔
FanfictionPuzzle tidak akan pernah utuh jika salah satu hilang. Seperti mereka, yang tak akan bisa menjadi utuh jika terpisah. Mereka adalah Puzzle, yang seharusnya menyatu sejak awal.