Di pojok koridor yang memiliki cahaya remang itu dia sedang duduk sendirian. Tidak tahu berbuat apa karena sedari tadi dia hanya melamun disana. Tatapannya kosong, mungkin memikirkan perkataan Dokter Hong yang tidak memperbolehkannya menjadi donor sang kakak.
Lisa sebenarnya bisa saja hanya berpasrah diri dan menunggu donor yang dicari ayahnya datang. Tapi bagaimana jika kerusakan liver yang dialami kakaknya semakin memburuk, dan bukan donor manusia hidup lagi yang dibutuhkan.
Sibuk melamun sedari tadi, akhirnya Lisa mulai kembali pada dunia nyata saat suara ketukan alas kaki dan lantai saling beradu.
Tak lama, pemilik sepasang kaki itu mulai duduk di sampingnya. Lisa dapat melihat wanita tua itu sedang membawa sebuah kotak yang berisi beberapa obat luka.
Tanpa berkata apa pun, Aeri mulai mengobati luka di kening Lisa yang darahnya sudah mengering karena diabaikan terlalu lama.
Luka itu tak dalam, alhasil Aeri mampu mengobatinya sendiri tanpa bantuan dokter atau perawat. Setelah menempelkan plaster di luka itu, Aeri mulai meraih kedua tangan Lisa yang semakin kurus dan penuh bekas luka.
"Maaf, jika tahu ibumu hamil saat itu. Aku tak akan berbuat nekat demi kepentingan diriku sendiri." Aeri menunduk. Takut sekali menerima amarah dari anak bungsu Hanna dan Seonho itu.
"Tidak. Aku justru bersyukur."
Tapi tanpa disangka, jawaban Lisa sungguh di luar perkiraannya. Bibir gadis itu menampakkan senyuman teduh. Dan Aeri sungguh tidak tahu bagaimana jalan pikiran anak itu sekarang.
"Jika saja dulu kau tahu ibuku hamil, kau mungkin tak akan mengusirnya dari keluargamu. Tapi siapa yang menjamin jika kau benar-benar akan menerimanya seperti sekarang dan menyesali semua sikapmu padanya?"
Sesudah pahit, pasti ada manis. Lisa percaya itu. Bahkan sedetik pun dia tak menyayangkan sikap sang nenek yang membenci ibunya hingga mendepak Hanna dari keluarga Han.
"Tapi kau---"
"Aku tidak pernah membenci hidupku yang miskin. Jika tak ada uang, aku akan bekerja. Jika tak bahagia, aku akan berlari ke pelukan Chaeyoung atau Eomma agar merasa bahagia." Lisa memotong ucapan sang nenek.
"Jangan pernah menyesali apa pun. Karena tidak ada gunanya. Dari pada kau menangisi gucimu yang pecah, lebih baik memperbaikinya. Walaupun nantinya tak sama lagi, tapi setidaknya tak seburuk saat dia pecah."
Aeri tidak paham bagaimana Hanna mendidik Lisa hingga tumbuh menjadi gadis yang memiliki pemikiran luas. Jika saja orang lain, pasti Aeri sudah menerima amarah yang tak terbendung.
..........
Jika biasanya mereka menjalani hidup secara terpisah, namun sudah dua minggu ini mereka saling berdampingan. Mengisi hari dengan tawa dan tangis. Saling menguatkan, ditengah badai yang sedang menerpa.
Hari ini adalah pertama kalinya Lisa merasakan menjadi seorang mahasiswa. Bukan keinginannya, tapi ketiga kakak serta orang tuanya.
Lisa padahal sudah bilang, akan masuk ke perguruan tinggi bersama Chaeyoung ketika kakak kembarnya itu sudah mampu.
Tapi, mau sampai kapan Lisa akan menunggu? Sedangkan kondisi Chaeyoung sekarang ini sungguh tak pasti. Ingin hidup, tapi seakan takdir tak mengizinkan.
Setelah pemaksaan, terlebih permohonan Chaeyoung beberapa waktu lalu. Akhirnya Lisa memutuskan masuk perguruan tinggi terlebih dahulu. Mengambil jurusan arsitektur, seperti impiannya dahulu.
Gadis itu pergi bersama Jisoo. Karena memang hari ini pun adalah pertama kalinya Jisoo masuk kembali setelah menyelesaikan liburan semester. Sedangkan Jennie memilih membolos dan masuk besok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Puzzle Piece ✔
FanfictionPuzzle tidak akan pernah utuh jika salah satu hilang. Seperti mereka, yang tak akan bisa menjadi utuh jika terpisah. Mereka adalah Puzzle, yang seharusnya menyatu sejak awal.