36. Ephemeral

9K 1.6K 487
                                    

Katakan saja jika saat ini Jennie serta Jisoo sedang melakukan hal konyol di tengah hujan salju yang sangat lebat itu. Mereka tak peduli rasa dingin, dan dengan senyuman mempersiapkan beberapa kembang api untuk dinyalakan.

"Aku akan menyalakannya sekarang. Kau harus merekamnya dengan baik, eoh? Jangan sampai Chaeyoung melihat gambar yang jelek." Jennie memberi kakaknya aba-aba. Saat Jisoo sudah mengangguk. Dia mulai menyalakan satu-persatu kembang api besar yang terjajar rapih di halaman belakang mansion itu.

Sekarang masih pukul sekitar delapan malam. Karena mereka tak bisa menikmati festival kembang api awal tahun, maka Jisoo dan Jennie berinisiatif membuatkan video untuk mereka lihat bersama dengan kedua adiknya nanti.

Kembang api yang kini memenuhi langit itu sangat indah dengan warna yang beraneka ragam. Jisoo bisa melihat keindahan itu dari layar ponsel yang sedang dia genggam untuk merekam.

Belum selesai rekaman video itu dibuat, layar ponsel Jisoo kini telah beralih menjadi sebuah panggilan masuk. Awalnya Jisoo sangat kesal. Tapi melihat siapa yang menelepon, perasaan Jisoo mendadak cemas.

"Nona Jisoo?" suara itu berasal dari salah satu perawat di bangsal ICU. Jisoo memang memintanya untuk menelepon jika sesuatu yang buruk terjadi pada Chaeyoung.

"Nde?" kali ini Jisoo cukup was-was. Bahkan mengabaikan Jennie yang sudah memasang wajah kesal karena sang kakak mengabaikan kembang api yang dia nyalakan.

"Nona Chaeyoung sedang kritis--- MWO?!"

Jisoo bisa mendengar suara bising disana. Dia menduga perawat itu tengah berlari entah kemana. Hingga sebuah napas terengah terdengar oleh Jisoo.

"N-Nona. Adikmu... Adikmu baru saja dinyatakan meninggal dunia." Suara terbata itu mampu melemaskan seluruh sendi milik Jisoo.

Matanya bergetar, dan dengan pikiran kacau dia berlari kencang meninggalkan Jennie yang berteriak kebingungan.

Jantungnya berdetak tak karuan. Bahkan ingin lepas dari tempatnya. Di tengah hujan salju yang lebat, Jisoo berlari terus sampai keluar dari area mansion. Tanpa ingat jika dia memiliki kendaraan.

"Tidak. Tidak, Chaeyoung. Tidak boleh!" Air matanya keluar dengan deras.

Jisoo belum siap kehilangan Chaeyoung. Setidaknya, perpisahan mereka jangan seperti ini. Setidaknya, tak bisa kah Chaeyoung memberikannya senyuman terakhir?

Sejak pertama kali bertemu, Jisoo sudah menyukai senyum yang Chaeyoung punya. Senyum candu yang Jisoo tak bisa melepaskannya begitu saja.

"Chaeyoung-ah, kau harus ingat janjimu. Kita harus melihat kembang api bersama jam dua belas nanti." Tangis Jisoo semakin pecah.

Bruk~

Tubuh itu tersungkur di atas trotoar yang dipenuhi salju. Celananya robek dan menimbulkan luka pada lutut Jisoo. Tapi dia tak peduli. Bangkit dengan tubuh gemetar, Jisoo kembali berlari dengan kencang.

"Kau tidak bisa pergi seperti ini, Chaeyoung. Tepati janjimu, maka Unnie akan merelakanmu!"

..........

Langkah itu terasa semakin berat. Lisa seperti tidak berada pada tubuhnya saat ini. Pikirannya kacau, tujuan hidupnya hilang. Semuanya gelap dan tak terarah.

"Uhuk!"

Kepala Lisa mendadak seperti dijatuhi oleh batu yang begitu besar ketika mendengar suara seseorang yang terbatuk dengan sesak itu.

Lisa menggeleng kuat. Dia pasti salah dengar karena begitu terpukul dengan kepergian Chaeyoung. Tidak mungkin kakaknya yang telah tiada itu terbatuk kan?

Puzzle Piece ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang