Akhir pekan, Lisa mengisinya dengan menemani sang kakak kembar di rumah sakit. Duduk pada bangku yang terletak di samping ranjang Chaeyoung. Memanjakam matanya dengan beberapa hasil gambar sebuah buku sketsa di tangannya.
Itu adalah milik Chaeyoung. Tanpa siapa pun tahu, bahwa gadis itu sangat pandai melukis. Hanya Lisa yang dibiarkan Chaeyoung tahu mengenai kelebihannya itu.
Maka tahun lalu, ketika mereka berulang tahun Lisa memberikan buku itu sebagai hadiah. Dan kini, hampir seluruh lembaran buku sketsa itu sudah terisi oleh gambar luar biasa yang Chaeyoung ciptakan.
Tangan itu berhenti membuka lembaran buku milik Chaeyoung, ketika mata hazelnya menangkap sebuah gambaran menara Eiffel yang begitu indah. Padahal pada lembar sebelumnya, Chaeyoung hanya melukis bunga dan beberapa benda sederhana.
"Unnie, kau suka menara Eiffel?" Sekian lama diam, akhirnya Lisa mengeluarkan suara untuk sang kakak yang sedari tadi hanya memandangi wajahnya.
"Impianku... Ingin per-gi bersa-mamu, ke-sana."
Lisa membasahi bibirnya. Mulai menutup buku sketsa itu dan memilih menggenggam tangan kakaknya, yang kurus namun masih terasa hangat.
"Unnie, maukah kau berjanji? Wujudkan mimpi itu bersamaku. Ayo pergi kesana, hanya berdua." Lisa berkata dengan nada bergetar.
Semakin hari, perasaan gadis itu memang terus rapuh. Apalagi setelah mendengar, bahwa liver milik Chaeyoung sudah mengalami kerusakan sepenuhnya. Dimana dia harus mendapatkan donor hati keseluruhan. Dan itu tak bisa didapat dari orang yang masih hidup.
"Kemari." Suara Chaeyoung sudah mirip seperti bisikan.
Lisa mulai beranjak. Ketika kedua tangan sang kakak memeluk lehernya, Lisa mulai mendekatkan wajahnya pada wajah pucat sang kakak.
Chaeyoung memberikan kecupan di seluruh bagian wajah Lisa. Mengabaikan bahwa kini adiknya mulai menangis dalam diam, dan kecupan itu tercampur oleh air mata.
"Kita... Akan kesana. Ha-nya berdua."
Lisa tidak tahan lagi. Tangisnya menjadi pecah. Dia terisak sangat keras. Menyembunyikan wajah basah itu di sela leher Chaeyoung. Kakak kembar yang menjadi sumber kesedihannya selama ini.
..........
Tepat pada akhir pekan ini, Jennie memutuskan untuk pulang ke rumah setelah beberapa hari menginap di rumah sakit untuk menemani Chaeyoung.
Sebenarnya bukan keinginan gadis itu untuk pulang. Tapi Lisa yang memaksa. Alibi gadis berponi itu ingin hanya berdua saja dengan Chaeyoung. Padahal nyatanya Lisa khawatir dengan Jennie yang akhir-akhir ini mengabaikan kesehatan sendiri untuk menjaga Chaeyoung.
Menaiki tangga menuju lantai dua, Jennie terdiam sejenak saat tangan itu mulai menyentuh knop pintu kamarnya.
Mengurungkan niat untuk beristirahat di kasur empuk kesayangannya, Jennie justru berjalan menuju pintu kamar lain yang terletak di ujung ruangan.
Membukanya, Jennie mendapati kamar itu tampak sangat rapih. Tentu saja karena sang pemilik sama sekali belum menyentuhnya. Sejak kamar itu disiapkan dua minggu lalu, tak ada yang mengunjunginya sama sekali.
Seharusnya kamar itu ditempati oleh Chaeyoung. Saat itu Jennie, Jisoo, dan Lisa lah yang mendekorasinya. Meletakkan semua barang kesayangan Chaeyoung, bahkan menambahkannya dengan barang-barang lucu.
Warna biru yang cerah menjadi latar kamar itu. Lisa bilang, kakaknya menyukai warna biru. Warna yang tampak tenang, seperti hati gadis itu.
"Jennie, kau baru pulang?" Suara Jisoo menyapanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Puzzle Piece ✔
FanfictionPuzzle tidak akan pernah utuh jika salah satu hilang. Seperti mereka, yang tak akan bisa menjadi utuh jika terpisah. Mereka adalah Puzzle, yang seharusnya menyatu sejak awal.